Thursday, December 1, 2016

212

DUNIA HAWA - Geli mendengar orang bertanya pada saya: "Kenapa Anda takut pada Aksi 212? Kenapa Anda begitu takut dengan kekuatan umat Islam yang sedang membela agamanya?"


Terus terang, sodara-sodara, saya percaya 212 tidak buruk seperti 411i . TNI dan Polri kita sudah menunjukkan bahwa mereka tidak akan mentoleransi kejahatan serupa.

Saya tidak takut. Saya cuma iba dengan kesia-siaan aksi itu. Kalau membela Islam caranya semubazir ini, wajarlah umat Islam di dunia akan terus terpuruk dan tertinggal.

Bayangkan ada ribuan orang dari Ciamis bersedia berjalan kaki ke Jakarta untuk aksi sholat bareng di depan Monas. Juga dari daerah daerah lain, Dan di sepanjang jalan ada para ibu yang menyediakan makanan minuman bagi pejalan kaki itu. AA Gym naik kuda. Gubernur Jabar dan Walikota Bandung melepas perjalanan panjang mereka.

Pertanyaannya: buat apa?

Tapi memang saya kemudian sadar bahwa ini memang ciri-ciri sebuah masyarakat terbelakang yang tidak mampu berkompetisi dengan otak, sehingga mengedepankan otot. Bukan kualitas tapi kuantitas.

Dengan cara begini, umat Islam jangan terus menyalahkan orang Kristen, orang Cina, Amerika, Zionisme, Komunisme, Kapitalisme dst atas keterbelakangan dunia Islam.

Dunia Islam terbelakang karena kelakuan para pemukanya yang punya keterbatasan kemampuan.berpikir. Dunia Islam terbelakang karena ada banyak pemuka agama yang bermental pecundang.

Saya tidak takut. Saya iba..

Allah memang sering menunjukkan kebenaran dengan cara tak terduga.

Ternyata, aksi 212 itu memiliki makna penting.

Surat no 2 Al Quran adalah Al Baqarah.

Ayat 12nya berbunyi: "Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar".

Waduh. Ternyata mereka adalah pembuat kerusakan.....

@ade armando


Umat Islam yang Lucu dan Lugu

DUNIA HAWA - Saya sering berpikir, pantas saja umat Islam ini susah maju dan berkembang (misalnya index intelektualitasnya jeblok, ekonominya morat-marit) karena mereka—baik yang elit apalagi kalangan bawah—cara berpikir dan bertindaknya lucu-lucu dan lugu-lugu. Tetapi kalau “diingatkan”, “diluruskan” atau “diajak diskusi yang bener” malah marah-marah, ngamuk, mengapir-sesatkan, dan ngumpat-ngumpat sampai semua nama hewan di kebon binatang keluar semua. 


Merasa paling agamis sendiri, paling Islamis sendiri, paling berakhlak sendiri, paling pintar sendiri, paling benar sendiri dan seterusnya adalah salah satu ciri menonjol dari orang-orang yang “serba kedikitan”: dikit otaknya, dikit ilmu pengetahuannya, dikit wawasannya, dikit pengalamannya, dlsb. 

Sebetulnya “serba dikit” tidak apa-apa asal ada kemauan untuk mendengar, belajar, bergaul, dan menimba pengalaman, pengetahuan, dan kebijaksanaan dari yang lain. Orang-orang kampung itu misalnya adalah contoh dari orang-orang yang “serba dikit” tetapi mereka mau mendengar, belajar, bergaul, dan menimba pengalaman, pengetahuan dan kebijaksanaan dari yang lain sehingga mereka bisa bersikap toleran.  

Yang “bahaya” itu orang-orang yang “serba dikit” tadi tapi tidak mau mendengar, belajar, bergaul, serta menimba pengalaman, pengetahuan, dan kebijaksanaan dari yang lain. Orang-orang jenis terakhir itu yang biasanya suka “berangasan” dalam bertutur-sapa maupun berperilaku: dikit-dikit main bunuh, dikit-dikit ngamuk, dikit-dikit main kekerasan, dikit-dikit mengumpat, dlsb. 

Kelucuan dan keluguan (sebagian) umat Islam itu bisa dilihat dan disaksikan dari berbagai aksi atau tindakan mereka yang lucu-lucu dan lugu-lugu. Apa sih urgensi dan substansi rombongan jalan kaki berkilo-kilo meter menyusuri jalan raya itu? Apa sih urgensi dan substansi demo besar-besaran apalagi demo atas “kasus imajiner” beraroma politik bernama “penistaan agama”?  

Jika mau “berjihad bela Islam”, bukankah akan lebih baik dan bermanfaat untuk publik Muslim dan umat manusia jika jihad itu dilakukan untuk membenahi dunia pendidikan yang terbelakang, perekonomian yang amburadul, kemiskinan yang mengglobal, kebodohan yang merajalela, kerusakan alam yang terjadi dimana-mana, masalah kesehatan yang memburuk, dlsb. 

Energi umat Islam akan jauh lebih bermanfaat jika dilakukan untuk memberantas dan memerangi mentalitas umat yang kerdil, mentalitas elit yang korup, masyarakat yang mengidap “budaya jorok” sehingga hobi berkata kotor maupun buang sampah sembarangan sehingga menyebaban lingkungan (baik “lingkungan fisik” maupun “lingkungan sosial”) kita tidak sehat dan bau pengap. 

Jihad akan jauh lebih berguna dan mulia jika dilakukan untuk mendidik dan mencerdaskan anak-anak bangsa, membangun taman-taman bacaan rakyat, menolong kaum fakir-miskin, membela kaum tertindas, melindungi kaum yang lemah, dan seterusnya. Semua itu jauh lebih religius, lebih Islami, lebih Qur’ani, dan lebih bermartabat ketimbang aksi jalan kaki dan demo massal yang hanya akan menghasilkan badan pegel-linu saja.

Jabal Dhahran, Arabia


@Prof.Dr.Sumanto al Qurtuby, MSi, MA

Staf Pengajar Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi

Perang Terbuka Tito Karnavian

DUNIA HAWA - Satu tokoh yang saya kagumi dan terlihat bersinar saat demo demo besar ini adalah Kapolri Tito Karnavian..


Demo 411 kemaren adalah pembuktian keahlian beliau dan tim-nya. Dengan pengalaman memimpin Detasemen antiteror dan BNPT, pak Tito sangat paham pola dan karakter para perusuh.

411 kemaren sebenarnya situasi yang sangat genting, hanya tidak banyak yang menyadari. Beberapa hari sebelum demo, dikabarkan polisi sudah menyita banyak bom yang akan diledakkan. Ini saja sudah mematahkan mental para perusuh karena gerak mereka terbaca.

Perusuh memainkan rencana B dengan strategi menyerang polisi. Satu orang memukul, dan ketika polisi bereaksi maka yang lainnya akan merangsek maju mengeroyoknya, kemudian senpinya akan direbut dan akan dimulai aksi tembak-tembakan yang membuat suasana kacau.

Suasana kacau ini akan diperluas dengan menyerang istana dan senayan. Diharapkan rentetan peristiwa berikutnya akan memicu peristiwa 98 yang akan menjatuhkan Jokowi.

Pak Tito sudah mengantisipasi hal itu dengan tidak mengizinkan anggotanya membawa senpi dan tidak bereaksi meski di provokasi. Disini perusuh kehilangan momentum, sebagian anggotanya ditangkap beberapa hari lalu.

Menarik memang cara perang lunaknya Pak Tito. Mereka tidak bermain keras dan menghantam karena itu yang memang diinginkan perusuh. Ketika dihantam dan terjadi korban, perusuh bisa mendapat momen untuk menggerakkan massa yang lebih besar.

Tito Karnavian seperti memainkan keseimbangan. Setiap tekanan yang datang kepada mereka tidak dihadang dengan beton keras, tetapi dialirkan dengan gaya air mengikuti alur. Tito memanfaatkan tenaga lawan untuk menekan mereka balik tanpa mereka sadar..

Ia memecah barisan mereka, melakukan diplomasi sekaligus menggertak "jangan sampai makar". Karrena gertakan inilah, karakternya dibunuh di media online dan sosial. Ia "diadu" dengan Panglima TNI dan dibuat seolah-olah mereka bertentangan dengan pak Tito sebagai Bad Guy-nya.

Keberhasilan seorang Tito meredam demo itu sehingga terlihat damai bisa dibilang sebuah keajaiban, karena di beberapa negara seperti Libya, Suriah dan Mesir, situasi ini selalu berakhir dengan kerusuhan.

Jadi, sungguh menarik melihat bagaimana Pak Tito mengantisipasi situasi di demo besok. Kali ini sepertinya agak keras mainnya, karena menurut info, Polri menyebar 5 ribu pasukan di dalam pendemo dengan menyamar. Sniper ditempatkan di beberapa titik dan diijinkan tembak ditempat ketika melihat seseorang yang mencurigakan.

Untuk yang ikut shalat Jumat di Monas besok, saya sarankan untuk segera pulang dan tidak perlu berdemo karena polisi tidak main main sekarang. Peluru tidak mengenal siapa salah dan siapa benar. Jangan sampai terjebak di barisan salah karena itu fatal, meskipun anda merasa benar.

Selamat shalat Jumat besok, yang sudah jalan kaki begitu jauh segera istirahat, yang naik kuda supaya mirip Pangeran Diponegoro segera sadar cari panggung gak perlu terlalu berlebihan.. Kudanya belum ikut lebaran.

Pertahankan demokrasi kita dan jagalah supaya aman, atau pulang saja daripada nanti dimanfaatkan teman di samping anda yang baru anda kenal dan anda menjadii korban... Hati hati copet, karena mereka juga bisa nyamar pake sorban.

Dan khusus untuk Kapolri Jenderal Polisi Drs HM Tito Karnavian, terima-kasih, pak... Terima kasih juga kepada seluruh jajaran bapak. Kami menggantungkan semua keselamatan kami di tangan aparat.

Seruput dulu kopinya...

@denny siregar


Jokowi Shalat Jumat

DUNIA HAWA - Jumat ini akan ada aksi shalat Jumat bersama dengan tema "Bela Islam III" yang sudah dilokalisir di Monas..


Pertanyaannya, apakah Pakde ikut shalat Jumat disana atau tidak?

Sebelum menjawab, kita coba lihat ke belakang dulu untuk memetakan situasinya.

Sesudah demo besar 411, tampak langkah langkah yang dilakukan pemerintah sangat efektif meredam potensi kerusuhan. Apresiasi tinggi kepada Kapolri Tito yang sukses mendeteksi potensi kerusuhan dengan melakukan pengamanan tanpa terjadi bentrokan.

Situasi genting berhasil kita lewati tanpa ada masalah yang berarti. Angkat topi juga kepada Pakde yang sudah memilih orang yang tepat di waktu yang tepat. Beliau memang pemain catur yang handal.

Melepaskan Ahok dari urusan polisi dengan menjadikannya tersangka, adalah langkah yang juga brilian. Dengan demikian barisan mereka terpecah antara mereka yang akhirnya menjadi rasional karena sudah menyerahkannya kepada hukum dan mereka yang tetap emosional karena memang punya kepentingan..

Dengan begitu, peserta demo 212 diperkirakan akan jauh berkurang dari sebelumnya. Karena itulah, untuk menambal jumlah peserta demo dilibatkan buruh. Makin kesini, makin tidak jelas tujuan demo... Diada-adakan.

Dengan kemampuan lobby yang baik oleh Kapolri, maka terjadi kesepakatan bahwa hanya akan dilaksanakan shalat Jumat dengan zikir dan doa. Itupun sudah tidak di jalan raya, tapi di sekitaran Monas. Sampai disini sebenarnya sudah bisa diihat bahwa pemerintah sudah mengendalikan permainan dan ini sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dan investor asing.

Belum selesai sampai disini seharusnya..

Kemungkinan Pakde akan ikut shalat Jumat bersama disana. Hadirnya beliau disana bukan karena mengakomodir tuntutan pendemo, tetapi lebih kepada memberikan pesan bahwa situasi aman terkendali. Presiden adalah simbol dan hadirnya sebuah simbol menjadi sangat penting untuk memberikan pesan kepada masyarakat dan dunia internasional bahwa Indonesia dalam kondisi aman.

Itu jika tidak ada kejadian khusus yang membuat keamanan membatalkan kehadirannya..

Mungkin saja Presiden mengajak pejabat lainnya termasuk rival politiknya dulu, Prabowo, sebagai simbol persatuan.

Bagaimana pak mantan ? Mungkin siap siap konperensi pers dengan bla bla tentang bla yang bla dengan nada bla bla.. "Saya bla.."

Dan jika ini terjadi, maka kemenangan sesungguhnya adalah milik bangsa Indonesia yang berhasil melewati krisis akibat kekurang-dewasaan dalam berdemokrasi. Indonesia akan menumbuhkan kekaguman dari dunia luar bahwa bangsa ini mulai menuju matang. Mungkin saja akan dijadikan proyek percontohan dalam menghadapi tekanan tanpa kekerasan..

"Benarkah informasi mu, Den.. ?"
"Mau taruhan lagi? Kamu dah kalah setahun gak pake celana dalam masak mau nambah? Bukan gondal gandul lagi nantinya, tapi pating pecotot..."

Temanku bingung apa arti pating pecotot. Kopinya sampai gak diminum. Gak mau rugi, kuambil cangkirnya..

Seruputtt..

@denny siregar


GNPF MUI Sewot Ahok Tidak Ditahan, Lah Rizieq Aja Masih Berkeliaran Bebas

DUNIA HAWA - GNPF MUI menerima berat hati karena Ahok tidak ditahan oleh pihak Kejaksaan. Bagi mereka Ahok harus ditahan karena mengulangi perbuatannya. Mengulang perbuatan yang dimaksud adalah karena Ahok mengutip pemberitaan yang mengatakan bahwa beberapa pendemo 411 dibayar 500 ribu. Bagi mereka dengan alasan itu Ahok harus ditahan.


“Mulut ini tidak akan pernah berhenti kecuali ditahan. Ini ndak pernah dilakukan, apakah orang itu begitu kuat, sehingga hukum pun tumpul, dan kami terluka dengan penegakan hukum seperti ini,” kata anggota GNFP MUI, Kapitra Ampera, di Kejagung, Jl Hasanudin, Jakarta Selatan (01/12/2016).

Aneh sekali saya pikir apa yang dikatakan oleh GNPF MUI ini. Ahok dikatakannya mengulangi perbuatannya, padahal Ahok hanya mengutip berita yang mengatakan beberapa pendemo dibayar 500 ribu. Saya pun juga mengatakan hal tersebut dan ada juga yang mengakuinya. Bahkan ada teman juga yang memposting di FB ada yang dapat bayaran 750 ribu.

Ahok tidak ditahan karena jelas dasar hukumnya, bukan karena suka atau tidak suka kepada Ahok. Kalau GNPF MUI jelas sangat tidak suka dan membenci Ahok. Karena Ahok ini mematikan sumber uang mereka di Kalijodo dan juga tempat dimana mereka mendapatkan uang tutup mulut dan uang tidak disweeping. Hal ini disampaikan dengan terang-terangan oleh seorang supir Grab ketika saya berada di Jakarta. Beliau mengatakan kalau orang Jakarta sudah mengetahui apa motif sebenarnya FPI yang berselubungkan GNPF MUI.

Kejaksaan menjelaskan bahwa banyak dasar yang membuat mereka tidak bisa menahan Ahok. Selain karena Polisi juga tidak melakukan penahanan dan Ahok sangat kooperatif, pasal yang disangkakan oleh Ahok ada pasal alternatifnya. Hal ini menyebabkan penahanan Ahok tidak bisa dilakukan.

“Dan yang terakhir dakwaan kita nanti kita susun secara alternatif. Yang pertama pasal 156 a dan yang kedua pasal 156 atau sebaliknya. Jadi karena dakwaan ini disusun secara alternatif kita belum tahu mana yang terbukti, apakah pasal 156 yang yang ancaman hukumannya 4 tahun atau pasal 156 a yang ancaman hukumannya 5 tahun,” terang Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung M Rum, dalam konferensi pers di kantor Kejagung, Jl Hasanuddin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (1/12/2016).

Kalau dakwaan saja masih belum bisa dipastikan pasal yang mana, maka Ahok tentu belum bisa dilakukan penahanan. Ini bukan sekedar masalah tahan Ahok, melainkan mempertaruhkan kredibilitas Kejaksaan. Salah memasukkan dakwaan dan persidangan begitu terbuka, maka Kejaksaan akan sangat mudah dipermalukan di depan publik oleh kubu Ahok. Kalau alasan KUHAP dakwaan hukuman 5 tahun bisa ditahan, nah ini dakwaan masih alternatif ada yang cuman 4 tahun. Hal inilah yang sangat sulit dipahami GNPF MUI yang sangat terobsesi dengan Ahok.

GNPF MUI sangat jelas tidak memikirkan tegaknya hukum yang berkeadilan. Yang ada di otak dan ubun-ubun mereka bagaimana caranya menahan Ahok dan memenjarakannya. Selain menjawab pesanan yang mengorder, juga bisa sekalian membuka kembali kucuran dana segar dari tempat-tempat yang selama ini “diamankan”. Kalau memang betul ingin menegakkan hukum terhadap penista agama dan yang terus saja mengulangi perbuatannya, maka GNPF MUI harusnya menuntut Rizieq ditahan. Ini malah masih terus mengulangi perbuatannya. Mulutnya tidak bisa ditahan untuk mengatakan hal-hal yang menghina dan menistakan siapa saja yang dia tidak suka.

Rizieq dalam video yang beredar di media sosial terlihat jelas menistakan ulama yang memakai ayat-ayat menipu umat, belum lagi Rizieq dilaporkan menistakan Pancasila. Dalam beberapa kesempatan mulut Rizieq ini pun bisa sesuka hatinya mengeluarkan ucapan-ucpan provokatif dan fitnah. Tetapi mengapa Rizieq tidak juga dituntut oleh GNPF MUI ditahan??

Tentu saja pertanyaan saya tadi hanyalah sebuah retorika. Tidak mungkin rasanya GNPF MUI mendesak Polisi dan Jaksa menahan Rizieq. Wong, untuk menjadi saksi dalam kasus Ahmad Dhani saja pada kompak tidak datang. Sebagai sesama yang punya kepentingan tidak ada cerita untuk melaporkan temannya. Saling melindungi harus dilakukan sebagai bentuk kesolidan para perusak ketertiban. Tujuan mereka sama, Ahok dipenjarakan.

Saya tidak akan pernah lelah mengulangi apa sebenarnya motif dibalik sewotnya dan gigihnya GNPF MUI (FPI) untuk memenjarakan Ahok. Bukan masalah Ahok menistakan agama, karena ini nanti akan terbukti kebenarannya, melainkan karena Ahok sudah sangat mengganggu dan menurunkan omset jasa pengamanan mereka. Seperti kata Ahok, ini adalah perlawanan balik dari kubu yang usaha mafia dan premanismenya dimatikan Ahok.

Jadi, sadarlah wahai warga Jakarta. Kalau sudah FPI bergerak pasti ada sesuatu dibaliknya. Apalagi kalau bukan masalah duit. Kalau bukan soal duit tidak bakalan segigih ini mereka melakukannya. Orang Jakarta yang paham seluk beluk FPI pasti paham apa yang saya maksudkan.

Salam Sewot

@palti hutabarat


#PenyakitLamaKumat – Di Kala Ahok Cuti, Pelayanan Publik Mulai Mengecewakan

DUNIA HAWA - Supriyati Ningsih, warga Tanah Kusir, Jakarta Selatan mulai merasakan perubahan pada pelayanan publik sejak Ahok cuti kampanye. Ini dirasakannya saat hendak mengurus akte kelahiran anaknya yang hilang. Ini juga kali kedua dia berurusan dengan birokrasi Pemprov DKI Jakarta. Pertama kali adalah saat Ahok masih aktif menjabat dan dia hendak mengurus kartu keluarga. Saat itu prosesnya simple dan cepat. Tapi ini tidak dirasakannya ketika mengurus akte kelahiran anaknya.


Saat tiba di Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Jakarta Selatan di Radio Dalam sekitar pukul 8 pagi, sudah ada 15 warga lainnya yang sudah menunggu dan mengantri, tapi dari enam pegawai, hanya satu yang melayani. Menurut penuturannya pegawai yang baru datang juga terlihat santai-santai saja. Ini sangat berbeda sewaktu mengurus KK di kelurahan di mana pukul setengah delapan sudah penuh pegawai dan melayani warga. Bahkan Lurah pun ikut turun menyapa warga yang datang. Pukul setengah sembilan, itu pun cuma tiga pegawai yang melayani. Tiga lagi kemana?

Supriyati harus bolak balik tiga kali untuk mengurus akte tersebut karena harus diurus ke Dinas Kependudukan tingkat Provinsi. Setelah dua minggu, dia kembali dan berkas masih belum dilimpahkan. Akhirnya aktenya siap juga meski tidak merinci berapa lama waktu yang dibutuhkan.

Di sisi lain, ini lebih menarik lagi, sebagian besar warga DKI Jakarta yang terbiasa mengadu masalah lewat aplikasi Qlue, mulai mengeluhkan tindak lanjut dari dinas dan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Tindak lanjut yang dulunya baik sekarang jadi mengecewakan. Menurut Marketing Communication Manager Qlue, Elita Yunanda, “Jumlah aduan tetap banyak seperti biasa. Hanya saja tindak lanjut dari pemerintah menurun dari segi kualitas. Kadang mereka asal-asalan dan menindaklanjuti.” Nah., lho. Menurut Elita, penurunan kualitas yang dimaksud lebih kepada tidak menyelesaikan aduan sampai tuntas.

Yah, ibaratnya orang yang tindak lanjut pingsan di tengah jalan sehingga tidak sampai garis finish. Memulai tapi tidak menyelesaikan apa yang sudah dimulai ataupun menyelesaikan tapi tidak sesuai harapan seperti dulu.

Nah, apa yang dikhawatirkan oleh Ahok ternyata ada benarnya. Baru ditinggal dua bulan saja sudah begini, sedangkan masih ada waktu dua bulan lagi sebelum Pak Ahok kembali masuk kerja. Pelayanan publik mulai dikeluhkan. Yah, mau bagaimana lagi. Warga juga tidak bisa berbuat banyak, hanya bisa pasrah atau mungkin prihatin. Mau teriak-teriak juga tidak ada yang mendengarkan.

Ilustrasinya seperti ini. Mungkin Anda juga pernah mengalami ini saat sekolah dulu. Seorang guru sedang mengajar, semua murid diam dan duduk manis semanis gula campur madu. Tidak ada yang berani berbicara bahkan berbisik-bisik sekali pun. Kalau sudah marah, suara lengkingan guru ini bak geledek yang bahkan hantu pun lari terkencing-kencing. Kemudian sang guru berkata, “Bapak akan keluar sebentar, kerjakan soal ini! Tetap diam dan jangan ribut!” Setelah keluar apa yang terjadi? Murid-murid malah berkoar-koar dan bergosip sambil cekikikan. Dan ketika sang guru sudah terlihat dari kejauhan, murid kembali diam dan duduk manis. Kalau Anda tertawa baca ini, berarti Anda pernah mengalami ini. Duh, jadi ingat masa-masa sekolah dulu.

Keluhan yang dialami warga adalah salah satu bukti bahwa kebanyakan mental pegawai bukan karena benar-benar ‘ingin melayani’, tapi karena ‘ada yang mengawasi’. Saya juga sering melihat meme-meme kocak sindiran yang kurang lebih seperti ini, “Di Indonesia, pengendara motor dan mobil paling tertib sedunia… Kalo ada Pak Polisi.” Memang ada benarnya, tertib karena ada yang mengawasi. Kalau tidak ada yang mengawasi, maka jalanan akan menjadi milik nenek moyang kita ha-ha-ha.

Ini hanya 2 bulan sejak Pak Ahok Cuti. Bagaimana kalau misalkan Pak Ahok kalah nanti di Pilgub DKI? Bisa jadi, semua akan kembali seperti dulu. Masih mending warga Jakarta setidaknya pernah merasakan pelayanan publik yang begitu baik sejak masa kepemimpinan Pak Ahok. Di daerah atau kota lain tidak seberuntung itu. Mengurus kartu keluarga butuh waktu berminggu-minggu, itu pun harus pakai oli pelicin biar mulus. Saya pernah mengalami sendiri. Mengurus dokumen-dokumen lain juga sama saja, diping-pong sana-sini seolah saya ini bola tenis. Ah, sudahlah, semakin dipikir, semakin gemas dan prihatin. Bagi warga Jakarta, bersyukurlah, setidaknya Pak Ahok pernah menunjukkan pada Anda bagaimana birokrasi yang cepat, simpel tanpa berbelit-belit. Tinggal pilihan Anda, apakah ini mau terus berlanjut atau kembali seperti itu.

salam entahlah,

@xhardi


KSPI, Tak Adakah Hari Lain Unjuk Rasa Selain 212?

DUNIA HAWA - Jakarta yang akan semakin sesak pada 2 Desember besok karena akan diadakan aksi bela agama berupa doa dan zikir bersama oleh GNPF-MUI, sepertinya masih kurang sesak juga. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan akan tetap melakukan unjuk rasa pada 2 Desember nanti. Mungkin mereka berpikir 212 adalah malam tahun baru sehingga harus dirayakan besar-besaran. Mungkin mereka berpikir massa GNPF-MUI masih kurang banyak sehingga harus ditambah dengan massa dari mereka biar Jakarta jadi semeriah-meriahnya. Begitukah?


Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan aksi di Jakarta akan diikuti sedikitnya 50.000 buruh dari Jabodetabek, Karawang dan Purwakarta. Aksi ini akan dimulai pada pukul 10 pagi, berkumpul di Balai Kota dan long march menuju ke Istana Negara. Bukan hanya KPSI, aksi ini juga akan diikuti oleh serikat buruh lain seperti F-Spasi dan SPSI. Sebelumnya Kapolri Tito Karnavian sudah meminta agar buruh tidak melakukan unjuk rasa dan meminta agar dipindahkan ke lain hari saja.

Namanya juga sudah niat, Said mengatakan buruh juga memiliki hak konstitusi yang sama dengan peserta aksi bela Islam III. UU No. 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dan UU No. 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja sebagai tameng untuk mengabaikan himbuan Kapolri. “Jangan menghalang-halangi aksi buruh,” tegasnya. “Polisi seharusnya memberikan ruang yang sama sebagaimana aksi bela Islam.”

Saya setuju dengan himbauan Kapolri agar unjuk rasa di ganti ke lain hari. Herannya kenapa mereka begitu ngotot tetap ingin unjuk rasa di hari tersebut. Alasan karena unjuk rasa pada 25 November lalu ditunda juga tidak masuk akal. Bisa saja kan diganti menjadi hari sabtu, atau senin, selasa, rabu atau kamis. Kenapa harus bertepatan dengan aksi bela Islam? Sulit membayangkan kalau ini hanya kebetulan belaka, atau jangan-jangan ada maksud tertentu di balik ini semua. Apakah mereka tidak bisa sedikit memberikan nasionalisme pada negara ini? Aksi bela Islam sudah cukup merepotkan, apalagi ditambah dengan massa KSPI yang posisinya di tempat berbeda pula. Seolah KSPI ingin aji mumpung pada hari tersebut.

Tuntutannya juga aneh, KSPI meminta tiga tuntutan yaitu pencabutan PP No. 78 tahun 2015 tentang pengupahan, kenaikan upah minimum sebesar 15-20 persen, dan ini yang saya tidak mengerti, penangkapan Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama.

Upah minimum DKI Jakarta yang nantinya akan menjadi 3,3 juta pada tahun 2017 masih di rasa kurang? Alasannya upah minimum di Bekasi dan Karawang sekitar 3,6 juta. Ini sudah memakai jurus iri-irian. Maunya upah di Jakarta paling tinggi se-Indonesia? Tidakkah mereka berpikir perusahaan memiliki daya tahan yang terbatas. Ketika perusahaan sudah tidak tahan lagi karena biaya upah buruh yang terlalu tinggi, mereka bakal gigit jari sampai kuku pun tidak ada lagi. Apabila perusahaan relokasi ke kota lain atau negara tetangga yang upah buruhnya lebih murah atau bahkan pailit, profesi pengacara (pengangguran banyak acara) akan membludak.

Sepertinya mereka ingin upah setinggi-tinggi, kalau bisa setara dengan upah CEO atau Direktur. Bahkan gaji mereka saja ada batasnya. Ayolah, kalau memang mau penghasilan tinggi, kenapa tidak memakai cara lain seperti mengasah ketrampilan atau mempelajari skill baru atau menempuh pendidikan yang lebih tinggi atau kalau mau mantap, jadi pengusaha? Kenapa harus main paksa seperti ini.

Tuntutan lainnya yang terlalu melenceng di luar konteks adalah meminta agar Ahok segera dipenjarakan. Saya sampai geleng-geleng kepala. Alasannya sejak unjuk rasa 1 Mei 2016 buruh sudah menyerukan agar Ahok segera ditangkap karena Ahok telah merusak lingkungan lewat kebijakan reklamasi, juga diduga terlibat korupsi pembelian RS Sumber Waras. Alasannya karena BPK menyatakan ada unsur kerugian seharusnya dijadikan tersangka dan ditahan. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa penyidik KPK tidak menemukan perbuatan melawan hukum dalam kasus pembelian lahan RS tersebut? Atau memang mereka sudah tahu tapi tetap tidak mau tahu asalkan Ahok ditangkap?

Buruh sejatinya menuntut sesuai bidangnya yaitu upah, itu pun tuntutannya makin meroket. Saya masih ingat dulu mereka menuntut uang parfum, pulsa, kosmetik, menonton film di bioskop, uang langganan koran dan uang-uang lainnya dalam Komponen Hidup Layak (KHL). Di mana letak logika dari tuntutan tersebut? Mereka tidak sadar jika perusahaan sudah tidak tahan lalu relokasi atau pailit, yang kena getah bukan hanya mereka, tapi juga seluruh karyawan lainnya di perusahaan tersebut. Tapi, ya sudahlah, sepertinya mereka tidak berpikir sampai ke situ. Mereka tidak sadar bahwa penggangguran sangat banyak dan banyak orang lain pastinya mau menggantikan posisi mereka untuk bekerja.

Ditambah lagi meminta Ahok ditahan. Ada-ada saja. Bukankah kasus Ahok sekarang sedang diproses, bukankah apa yang dituduhkan pada Ahok dulu tidak terbukti? Sepertinya mereka juga mau ikutan berpolitik atau ada sesuatu yang lain, karena terlalu kebetulan unjuk rasa pada 212 padahal masih banyak hari esok.

Bagaimana menurut Anda? Silakan beri komentar!!


Salam Entahlah,

@xhardi


SBY Membuat Langkah Blunder Untuk Kesekian Kalinya

DUNIA HAWA - Hari ini Saya sempat membaca artikel di salah satu media online yang berjudul “SBY Tulis Petuah Panjang Lebar, Jokowi Geleng Kepala”. (lihat_disini)

Tulisan itu dimuat pada 29 November 2016, jadi Saya anggap masih hangatlah beritanya.


Jika disimpulkan, maka ada 2 point penting yang ingin Saya bagikan kepada teman-teman terkait motif dari tulisan SBY yang dimuat di sosial media…

Point pertama,


SBY ingin agar Jokowi menemui tokoh-tokoh atau organisasi politik yang berseberangan dengan pemerintahannya.

Salah satu saran yang diberikan oleh SBY adalah Presiden Joko Widodo harus menemui tokoh-tokoh atau organisasi politik yang berseberangan dengan pemerintahannya. Menurut SBY, para tokoh atau organisasi yang berseberangan jangan ditakuti-takuti, tetapi dirangkul agar tidak bertindak berlebihan.

Kita semua pasti tau maksud dari saran tersebut…

Apalagi kalo bukan mengandung permintaan halus agar Pak Presiden mengundang dirinya (menurut Saya sih, kalo salah ya mohon dikoreksi…)

Ya, menurut Saya, point pertama ini lebih mengarah pada sebuah harapan (kode halus) agar Jokowi juga mengundang dirinya untuk diajak bicara mengenai masalah kebangsaan.

Ada kesan yang sepertinya Pak SBY lagi ngarep banget untuk ditemui Jokowi…

Sepertinya sulit bagi Jokowi untuk mengikuti saran tersebut ketika Presiden Kita melihat bahwa orang-orang dan organisasi politik yang dimaksud adalah yang justru selama ini membuat situasi sempat memanas terkait kasus yang menimpa Bang Ahok

Point kedua,


Membuat himbauan ke Presiden dengan bahasa terkesan menaku-nakuti Pemerintah:

“Dan pemerintah harus mencegah jangan sampai ada martir yang sengaja dijadikan pemicu terjadinya kerusuhan atau kekerasan yang lebih besar. Cegah, jangan sampai ada kekerasan yang meluas,” ujar SBY dalam tulisan panjangnya itu.

Saya jadi teringat denga pidato Pak SBY sebelum aksi demo tanggal 4 November 2016. Dalam pidatonya, SBY juga mengeluarkan kata-kata yang terkesan nakut-nakutin Pemerintah.

Bahkan pake bawa-bawa nama kuda lagi hehehehe

Kali ini juga begitu, Pak SBY membuat tulisan yang terkesan baik, tapi didalamnya mengandung unsur menakut-nakuti.

Kayaknya Pak SBY lupa ya sama sifatnya Pakde Jokowi? Dia itukan orangnya gak bisa ditakut-takutin Pak?…

Ada pepatah yang mengatakan “Lu jual, Gua Beli”, itulah salah satu sifat tersembunyi dari Pak Jokowi yang badannya kalah gagah dibandingin Bapak.

Jadi, semakin ditakut-takutin, beliau malah makin berani lho Pak?

Itulah 2 point penting dari tulisan SBY yang dimuat di sosial media yang bisa Saya simpulkan kepada Anda semua…

Dan menurut Saya, apa yang di lakukan SBY kali ini adalah sebuah langkah blunder yang kesekian kalinya yang justru akan semakin membuat publik makin kehilangan simpatik darinya dan membuat Pak Presiden makin males ngundang atau nemuin beliau.

Selain 2 point diatas, ada hal lain yang juga ingin kembali Saya angkat…

Ada kesan kalau SBY ini…

Saya sempat teringat dengan salah 1 tulisan saya yang berjudul “Ini alasan jokowi tidak bertemu dengan SBY”.

Dalam tulisan tersebut, Saya sempat menyimpulkan bahwa yang menyebabkan sampai saat ini pertemuan antara Jokowi dan SBY belum juga terealisasi adalah dari cara dan sikap SBY selama ini ketika memberikan masukan maupun kritikan terhadap Pemerintahan Jokowi…

Menurut Saya, SBY cenderung lebih suka dan sering menyampaikan opininya maupun pendapatnya lewat twit, konfrensi pers di kediamannya, dan dengan cara membuat video yang diupload ke Youtube.

Ternyata kali ini lewat media online yang Saya baca, SBY mengulangi lagi cara yang Saya pandang kurang tepat dalam menyampaikan pendapatnya..

Ada kesan bahwa Pak SBY ini ngeremehin Pakde, ada kesan seolah-olah Pak SBY ini masih menganggap dirinya lebih tinggi posisinya dibandingin Pak Jokowi, dan ada kesan sepertinya Pak SBY ini gak ngerti bagaimana cara menyampaikan pendapat dengan baik dan benar.

Saya tidak tahu kesan mana yang paling benar dintara 3 kesan yang ada diatas…

Bagaimana kedepannya, apakah kira-kira Pak Jokowi akan mengundang atau menemui SBY setelah mengetahui tulisannya? Apakah Jokowi akan merespon tulisan Pak SBY?

Sepertinya hanya Pak Presiden yang bisa menjawab pertanyaan tersebut…

Begitulah kura-kura ninja…

@aru martino



Dear Pak SBY: Jangan Bunuh Diri

DUNIA HAWA

Dear Pak SBY yang selalu keren,


Perkenalkan. Saya adalah salah satu konstituen Partai Demokrat selama 2 periode. Saya juga salah satu voters yang memenangkan pak SBY selama 2 periode.


Jujur, saya, sebagai orang Yogyakarta, waktu itu juga yang ikut nyumbang suara untuk Bapak Roy Suryo. Meski, dengan pengakuan ini, banyak teman-teman saya akan tertawa sampai ngompol untuk menghina saya karena memilih Pak Roy Suryo. Ya, jubir Bapak itu, yang tidak habis-habisnya di-bully sebagai pakar telepati, eh ulangi, telematika.

Saya masih ingat, waktu itu saya masih di Jepang, berita tentang Bapak sampai didengar oleh ibu angkat saya. Beliau bilang, kalau Pak SBY itu doktor bidang pertanian. Dia bilang, “Atama ga ii, ne…” Artinya otaknya cemerlang, ya.

Oleh karena itu, saya semangat sekali nyoblos Pak SBY. Begitu juga dengan seluruh keluarga saya. Dua periode, kami sumbang suara untuk Bapak jadi Presiden. Kami tidak menyesal.

Papa saya pulang dari nyoblos, langsung teriak, “Demokrat!” Bahkan Mama saya mengatakan perlu ada pakar telematika yang cerdas di DPR. Roy Suryo pada saat itu sangat mewakili Yogyakarta yang tradisional dengan gelar ningrat, berpendidikan, sekaligus memahami teknologi.

Profil yang lengkap! Entah bagaimana nasibnya sekarang, saya enggan membahas. Takut kualat. Ntar saya jadi lupa lagu Indonesia Raya gara-gara kualat dengan Roy Suryo. No, takut kualat saya, Tweeps!

Tetapi, yang mau saya bahas adalah Bapak SBY sendiri, sebagai Presiden RI ke 6 yang saya banggakan. Saya ingat pula, saat ada diskusi politik di Amerika Serikat dengan beberapa aktivis politik di Colorado, Amerika Serikat. Beberapa dari mereka mengatakan bahwa Pak SBY terlalu baik. Terlalu banyak kompromi, sehingga tidak tegas dan tidak sadar saat dia dimanfaatkan. Saya pun mati-matian membela Bapak dengan mengatakan bahwa untuk menjaga kedamaian dan kestabilan kadang kompromi harus banyak dilakukan. Saya tidak pernah menyesal membela Bapak.

Yang saya sesali sekarang adalah bagaimana pak SBY sudah terlalu larut dalam cawe-cawe dolanan anak lanang. Tahu kan Pak maksudnya?

Mas Agus itu ibarat sedang asyik main basket, tetapi saking nafsunya Pak SBY supaya mas Agus menang, Pak SBY ikut masuk lapangan. Pak SBY merebut dribble bola mas Agus, menampar berkali-kali lawan mas Agus, sekaligus membayar dan menempatkan penonton untuk menyoraki lawan mas Agus biar mundur. Lalu dengan bijak, Pak SBY bilang bahwa Bapak ingin mas Agus menang dengan fair. Kalimatnya sopan Pak, tapi substansinya bikin “muntah!”

Ketika ada penonton berteriak kencang bahwa Pak SBY tidak adil dan berbuat dzalim dalam pertandingan, Pak SBY malah berkata, “Angin menerpa saya dan keluarga saya. Menerpa dengan sangat luar biasa… Saya juga mohon doa restu, agar saya kuat menghadapi ini semua.” Helloooo! Itu angin dari kipas angin Bapak sendiri. Malah, tidak tanggung-tanggung, kedua kalinya, Bapak bilang lagi di tulisan Bapak, “Saya dihabisi tanpa ampun.”

Hadeh, Pak SBY yang terhormat. Bapak selalu menggunakan retorika menjadi korban. Lagu lama yang sama, yang diputar berulang-ulang. Udah nggak mempan, Pak! Bahkan, untuk saya yang loyalis Demokrat ini. Maaf Pak, tapi itu lagu usang. Kalau kata Mbak Dian Sastro: basi!

Bapak seolah menempatkan diri sendiri sebagai “korban pembunuhan karakter.” Padahal, Pak SBY sendiri sedang melakukan “bunuh diri karakter.” Sadarlah pak, jangan bunuh diri!

Sebagai negarawan, seharusnya pak SBY menjaga jarak dengan situasi ini. Pertama, Bapak punya kepribadian ganda, eh, peran ganda. Bapak adalah mantan Presiden, sekaligus Bapak kandung (fix, nggak perlu tes DNA, apalagi setelah dengar Ananda nyanyi) dari salah satu kandidat politik Gubernur, Agus Yudhoyono. Itu dua hal yang menyatu, Pak.

Jadi, jika Pak SBY membuat statement apapun yang tone-nya tampak sedikit saja membela atau menjatuhkan salah satu pihak, Bapak akan dituduh sebagai biang kerok. Bapak itu tetap tidak bisa terlihat netral, bijak, atau negarawan jika Bapak bicara. Tidak bisa, Pak!

Masyarakat pasti akan selalu mengkaitkan Bapak sebagai pembela Agus yang berusaha menjatuhkan Ahok, atau bahkan Anies. Jadi, jika Pak SBY membuat statement seperti yang pernah Bapak lakukan dua kali, itu justru blunder. Bunuh diri, pak!

Sayang, Andi Malarangeng dipenjara, jadi tidak bisa memberikan masukan yang lebih baik. Tapi, saya percaya Bapak SBY cukup cerdas untuk tahu posisi Bapak.

Pertanyaan saya selanjutnya, apakah Bapak sengaja ingin membuat statement tersebut dengan resiko blunder agar kode-kode Bapak sampai kepada mereka?

Jangan-jangan pidato dan tulisan itu dikonstruksi untuk memberikan kode? Kode kerusuhan 98, kode tidak akan berhenti demo hingga lebaran kuda, kode supaya Ahok dicederai dengan menjadi tersangka, kode supaya Jokowi tidak memidanakan pihak-pihak yang ketahuan sedang bermain-main dengan politik makar? Seperti desas-desus selama ini?

Kalau tebakan saya salah, saya bersyukur. Tetapi kalau benar, saya mohon sebagai mantan konstituen Bapak, berhentilah bermain api sebelum terlambat. Jangan korbankan kekaguman kami selama 10 tahun memimpin Indonesia dengan tindakan tidak terpuji. Yakni: Main-main dengan kebhinekaan NKRI hanya untuk meraih suara buat mas Agus.

Kami harap, pak SBY segera sadar. Masih banyak cara yang mulia yang bisa Bapak lakukan dalam suasana kompetisi pilkada seperti ini. Misalnya: DIAM dan tidak ikut campur.

Tidak malah nambah-nambahi kobaran api setelah itu sembunyi tangan, dan pura-pura jadi korban, lagi, dan lagi. Sampai kapan drama Cikeas ini selesai? Sampai lebaran kuda??

Pak, sebagai pengagummu, saya dan teman-teman ini punya mimpi bahwa Bapak ini nanti bisa seperti pak Habibi. Dikenang oleh banyak generasi muda melalui Ainun-Habibi. Kami juga pengin Bapak dikenal oleh generasi muda. Siapa tahu cinta romantis Bambang-Ani juga bisa difilmkan. Bapak pasti juga pengin kan? Bapak kan selalu bangga dengan keluarga Bapak, prestasi militer Bapak, dan pemerintahan Bapak, kan? Pasti deh.

Tapi please Pak, saya pikir, sineas juga tidak mungkin mewujudkan mimpi Bambang-Ani akan dikenal semanis Ainun-Habibi, jika pak SBY tidak bersikap seperti pak Habibi.

Perhatikan baik-baik pak! Pak Habibi dimaki-maki banyak orang sebagai orang “bodoh” dan “lemah” karena melepaskan Timor Leste. Pak Habibi juga dihabisi, sehabis-habisnya.

Tetapi, dengan berjalannya waktu, Habibi menunjukkan konsistensi sikap negarawan. Tidak gila jabatan, tidak bersikap sok jadi korban, tegar, tidak berhenti berkarya nyata dengan baik. Maka, nama baiknya pun disandang lagi. Lebih baik dari sebelumnya malahan!

Pelajaran juga bisa Bapak SBY ambil dari mantan anak buah Bapak. Masih ingat bu Sri Mulyani, Pak? Masih ingat beliau duduk sendiri di kursi pesakitan. SENDIRI pak! Bapak bahkan tidak disana untuk membela Menteri emas Bapak itu.

Beliau disidang. Dibunuh karakternya. Di-bully seperti penjahat. Tetapi, tidak sedikit pun Bu Sri bergeming. Apalagi membongkar borok bos-nya. Apalagi memposisikan dirinya sebagai korban yang dihabisi. Tidak, Pak! Bu Sri tegar berdiri. Bahkan tidak satu tetes air mata pun keluar dari matanya! Masak Bapak kalah sama anak buah sendiri?

Baru “digituin” aja sudah berkoar-koar, “Saya dihabisi!” Baru nggak diundang makan Pak Jokowi aja sudah sakit hati dan membanding-bandingkan pemerintahan Bapak di masa lalu. Please banget pak, jangan bunuh diri karakter begitu!

Kami tidak bisa dibodohi dengan kata-kata manis dan santun, Pak. Kami itu cerdas! Buktinya kami memilih Bapak selama 2 periode, ya kan?

Sadarlah Pak SBY. Jangan bunuh diri karakter! Sebelum semuanya terlambat.

Saya tahu, Bapak sudah keluar uang banyak dan berkorban banyak untuk kasus Mas Agus ini. Tetapi apakah itu senilai dengan mengorbankan persatuan bangsa? Kebhinekaan yang terancam dengan ekstrimisme para pion-pion kecil yang dimanfaatkan oleh banyak pihak yang mencari momentum untuk mengganti NKRI ini. Please, pak. Berhenti jadi provokator. Dengan segala hormat, berhenti menjadi SBY yang seperti ini!

Ijinkan kami, para konstituen Bapak, tidak pernah menyesal membawa SBY di kursi kepresidenan selama 10 tahun. Biar suatu saat kami bisa dengan bangga mengatakan: “Ini SBY yang keren. Saya pilih dua kali sebagai Presiden.” Bukan sebaliknya: “Nyesel gue, milih SBY dua kali jadi Presiden.”

Mundurlah dengan terhormat dari drama politik ini. Biarkan Mas Agus bertarung dengan jantan bersama dua rivalnya. Kasihan kan, kalo Bapak mendengar Mas Agus disebut-sebut, “Anak magang” atau “Anak Pepo”? Sebagai Bapak yang keren, ijinkan anak Bapak itu jatuh, sakit, dan gagal. Jangan apa-apa dikasih instan! Nggak ikut lari marathon, tahu-tahu nyampe di garis finish. Nggak ada prestasi mimpin daerah, tahu-tahu jadi Gubernur.

Akhir kata, meskipun pesan di bawah ini lebih cocok untuk menyemangati dua rival Mas Agus, tetapi biarkan kata-kata Michele Obama ini, menyadarkan Bapak.

“Adalah penting untuk anak muda untuk menghadapi tantangan, kegagalan, dan kerugian. Karena itu akan memberi mereka keuntungan. Itu akan memberi mereka kedewasaan dan kemantapan diri untuk maju terus pantang mundur. Meskipun terasa sakit, tapi mereka tetap maju. Karena mereka telah melatih otot-otot itu.”

Saya yakin, Mas Agus itu berotot six pack, tetapi otot mentalitas yang dimaksud Michele Obama inilah yang Mas Agus belum punya. Semua karena hak istimewa menjadi seorang Yudhoyono.

Maka, undurlah dengan terhormat. Biarkan Mas Agus melatih ototnya ini dalam kompetisi adil yang sesungguhnya!

Dengan segala hormat, sadarlah pak SBY, berhenti, dan jangan bunuh diri karakter lagi!

@desi deria


Jangan Samakan Pendekar 212 Wiro Sableng dengan Demo 212

DUNIA HAWA - Beberapa waktu belakangan ini, di sosial media dan portal berita saya sering menemukan angka 212. Sebagai penggemar Wiro Sableng, saya hanya tahu kalau 212 adalah angka pengenal untuk sang pendekar. Setelah saya cari tahu, rupa nya angka 212 yang sering berseliweran akhir-akhir ini merujuk pada demo lanjutan yang akan dilaksanakan besok, 2 Desember 2016. Bahkan, saya sering melihat status-status di Facebook yang menghubungkan angka 212 Wiro Sableng dengan angka 212 yang ada pada demo lanjutan tersebut. Kawan, saya sebagai penggemar pendekar 212 hanya ingin mengatakan kalau dua hal tersebut memiliki makna yang sangat berbeda. Bahkan, tidak memiliki kaitan sama sekali.


Dalam cerita Wiro Sableng, angka 212 itu memiliki makna yang sangat mendalam. Bisa dikatakan seperti sebuah filosofi. Bahkan di dalam soundtrack film nya sudah di jelaskan lewat lirik berikut “Angka 212 memiliki makna didalam kehidupan. Dalam diri manusia terdapat dua unsur ingat duniawi dan tuhan. Segala yang ada didalam dunia ini terdiri atas dua bagian. Yang berlainan tapi merupakan pasangan. Semuanya tak dapat di pisahkan”

Makna angka 212 ini juga sudah dijelaskan panjang lebar oleh Sinto Gendeng, guru Wiro Sableng sebelum Wiro turun gunung. Untuk lebih jelasnya bisa di baca dalam buku pertama Wiro Sableng yang berjudul Empat Berewok dari Goa Sangreng.

Sekarang coba bandingkan antara angka 212 milik Wiro Sableng yang memiliki makna mendalam dengan angka 212 yang menjadi simbol untuk demo lanjutan besok hari yang kebetulan diadakan pada tanggal 2 bulan 12. Ada hubungan nya atau tidak? Kalau saya akan menjawab TIDAK. Satu-satu yang membuat mereka kelihatan sama hanyalah susunan angkanya saja. Sedangkan maknanya sangat jauh berbeda

SABLENG


Wiro Sableng aslinya bernama Wiro Saksono. Terlahir dari ibu bernama Suci Bantari dan ayahnya bernama Raden Ranaweleng. Sewaktu turun gunung setelah menamatkan pelajaran silatnya, oleh sang guru Wiro di beri nama WIRO SABLENG. Dengan alasan nama tersebut lebih baik bagi Wiro. Gurunya GENDENG, muridnya SABLENG.

Tapi menurut saya pribadi, pemberian nama SABLENG itu bukan hanya sekedar nama kosong belaka tapi lebih dari itu merupakan sebuah “topeng” untuk tetap berlaku rendah hati dan tidak sombong.

Iya, karakter Wiro Sableng yang paling mudah kita ingat adalah kesukaan menggaruk-garuk rambutnya yang gondrong dan tertawa haha hihi seperti orang sinting. Padahal dia adalah pendekar muda yang sakti mandraguna. Dia sengaja menyembunyikan kehebatan nya tersebut disebalik tingkat lakunya yang konyol.

Berpura-pura “sableng” untuk menyembunyikan kewarasan dan kehebatannya lebih baik dari pura-pura “waras” untuk menyembunyikan kegilaan dan keserakahannya.

Masih ingat demo 411 kemaren?


Demo yang katanya memiliki tujuan meminta keadilan hukum atas dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok tapi dalam beberapa orasi pentolannya lebih mengarah kepada niat “melengserkan” Jokowi. Inikan sudah jauh melenceng dari tujuan awal. Memanfaatkan orang-orang yang “tulus” hanya untuk mencapai tujuan yang mereka sembunyikan dari awal adalah ciri-ciri orang “sableng”. Orang yang gila akan kepuasan pribadi masing-masing.

Sekarang Ahok sudah ditetapkan sebagai tersangka tapi masih saja kelihatan “ketidakpuasan” mereka. Karena pada dasarnya tujuan mereka bukan itu. Kalau orang-orang ini nanti hadir kembali di demo 212 berarti benar apa yang saya bilang di judul tulisan ini. 212 adalah demonya orang-orang “sableng”. Orang yang sebenarnya “sableng” tapi ikut bergabung bahkan menunggangi orang-orang orang waras agar dia juga bisa dianggap waras.

Bung, zaman memang edan tapi kita tidak perlu ikut-ikutan edan agar dianggap waras sama orang. Cukup minum secangkir kopi yang pas takaran manis dan pahitnya. Itu sudah cukup membuatmu tetap waras di zaman yang serba edan ini.

Terakhir, saya akan tegaskan kembali bahwa 212 nya Wiro Sableng tidak ada hubungannya sama sekali dengan demo 212 nya orang-orang “sableng”. Yang satu simbol dari pendekar sejati yang berkarakter “sableng” tapi berhati polos sedangkan yang satu nya lagi … (titik-titiknya isi sendiri ya)

@al firouz


Apa yang Dibanggakan Dari Islam Hari Ini ? Sebuah Otokritik

DUNIA HAWA - “Sanjungan basa-basi terhadap sejarah silam dan upaya untuk kembali membangkitkannya, sama sekali tidak mengobati penyakit masyarakat”

-Muhammad Iqbal-


Sepanjang sejarahnya, agama senantiasa dibajak demi berbagai kepentingan pragmatis, tak terkecuali Islam. Maka hari ini, wajah Islam yang muncul ke permukaan adalah wajah Islam yang dikotori kepentingan-kepentingan sesaat tersebut.

“Tidak ada yang mencederai agama sehebat politik” ujar Khaled Abou El-Fadl. Politik adalah salah salah satu dari sekian banyak “kepentingan” yang menodai wajah Islam. Islam yang semula lahir demi membebaskan umat manusia dari cengkeraman kebodohan, kejahilan dan penindasan lambat laun menderita gejala yang sama dengan kondisi yang justru ingin dihilangkannya.

Lantas, jika berkaca ke belakang, apa yang kita bisa banggakan dengan Islam hari ini? Berikut beberapa point yang menjadi atau paling tidak dianggap sebagai kebanggan Islam permulaan dibandingkan dengan kondisi Islam “kekinian.”

Point pertama –seperti disebutkan di awal paragraf- Islam membebaskan umatnya dari kebodohan dan dekadensi moral. Islam lahir dalam kondisi jazirah Arabia yang sedang dilanda kebangkrutan sosial yang sering disebut “jahiliyah.” Jahiliyah berasal dari kata kerja “Jahala” yang berarti bodoh, bersikap masa bodoh atau tidak peduli.  Sebagian besar masyarakat Arab pada masa Nabi Saw diutus masih buta huruf, menyembah berhala dan jauh dari cahaya kebenaran. Namun, satu abad setelah Nabi Saw wafat, Islam berhasil melejitkan level masyarakat Arab dan menciptakan “langit dan bumi baru” bagi mereka.

Masyarakat Arab yang dianggap terbelakang, jauh dari peradaban dunia justru bermetamorfosis menjadi kekuatan yang menyaingi bahkan melebihi dua kekuatan adikuasa pada masa itu, yakni Byzantium dan Persia. Pada masanya, banyak bermunculan cendekiawan dan ilmuwan muslim. Inilah abadnya orang-orang muslim, di mana penemuan dan Iptek mereka menjadi obor penerang bagi zaman kegelapan yang melanda Eropa. Presiden Obama, pada 2009 lalu di Cairo Mesir mengungkapkan kontribusi Islam terhadap peradaban dunia :

“It was Islam that carried the light of learning through so many centuries, paving the way for Europe’s Renaissance and Enlightenment. It was innovation in Muslim communities that developed the order of algebra; our magnetic compass and tools of navigation; our mastery of pens and printing; our understanding of how disease spreads and how it can be healed” (thenewatlantis.com)

 Namun, hari ini “obor” ilmu dan teknologi tersebut telah terlepas dari genggaman kaum muslimin. Semangat pencarian kelimuan mereka menjadi kering seperti padang pasir. Fisikawan Pakistan, Pervez Amirali Hoodbhoym menerbitkan sebuah artikel dan statistik pada 2007 lalu dalam “Physics Today”. Menurutnya, negara-negara muslim hanya mempunyai 9 ilmuwan, insinyur, dan teknisi per 1000 orang, dibandingkan rata-rata masyarakat dunia yang mencapai 41 per orangnya. Di negara-negara ini,  ada kurang lebih 1800 perguruan tinggi, tapi hanya 312 perguruan tinggi saja yang sarjana-sarjananya telah menerbitkan jurnal keilmuan (thenewatlantis.com).

Point kedua yang dibanggakan dari Islam adalah “daya dobraknya” terhadap kondisi keterkungkungan dan penindasan (Dzulm) yang dialami kaum tertindas atau “mustadh’afin.”H.A.R.Gibb melukiskan suasana pada saat pra-Islam :

“Makkah ketika itu menyimpan sisi gelap. Kejahatan dalam masyarakat pedagang kaya adalah hal biasa, begitu juga kesenjangan yang amat jauh antara kaya dan miskin, perbudakan dan persewaan manusia dan tajamnya penentangan atas ketidakadilan sosial, dan inilah yang menyebabkan guncangan keras dalam dirinya.” (dalam Engineer, 2007: 7).

Kondisi-kondisi tersebutlah yang berupaya direvolusi Islam. Islam bercita-cita mewujudkan masyarakat yang adil dan egaliter. Islam menganggap seluruh manusia sama, tanpa perbedaan warna kulit, ras, atau kebangsaan.  Nabi Saw menegaskan hal ini pada kesempatan haji wada (haji terakhir) di Makkah. Beliau bersabda :

“Orang Arab tidak lebih tinggi daripda orang Ajam, begitu pula orang Ajam tidak lebih tinggi daripada orang Arab; tidak ada perbedaan antara yang hitam dan yang putih, kecuali oleh tingkat kesalehan yang diperlihatkan dlam hubungannya dengan orang lain…Janganlah tunjukkan kepadaku kebanggaan keturunanmu, tapi tunjukkanlah perbuatan baikmu” (Musnad Ahmad bin Hanbal).

 Namun, kondisi kekinian umat Islam nampak mengenaskan. Penindasan, kemiskinan dan eksploitasi mereka rasakan bahkan dari saudara-saudaranya sesama muslim. Hal ini terlihat dari perlakuan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dan TKW (Tenaga Kerja Wanita) yang sebagian besarnya justru bekerja di negara-negara muslim.  Data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) tahun 2014 menunjukkan sekitar 5-15 % dari 200-400 ribu orang TKI yang pulang ke Indonesia setiap tahunnya adalah TKI yang bermasalah. Masalah-masalah tersebut diantaranya berkaitan dengan legalitas keberangkatan, menjadi korban tindak kekerasan atau konflik dengan majikan berupa kekerasan fisik, penganiayaan seksual, masalah tidak digaji, dan sebagainya. Data TKI yang dipulangkan selama tahun 2014 dari Arab Saudi sebanyak 20.379 orang, sedangkan dari Malaysia sebanyak 26.428 orang. Kementerian Luar Negeri merilis sebanyak 229 warga Indonesia terancam hukuman mati di luar negeri hingga Februari 2015. Mayoritas warga Indonesia yang terancam eksekusi mati berada di kedua negara tersebut.

Selain TKI, yang lebih miris adalah nasib pengungsi  Suriah. Ketika negara mereka terpecah belah akibat konflik yang tidak berkesudahan antara kelompok-kelompok yang sesungguhnya masih se-ukhuwah, mereka lebih memilih mengungsi ke negara-negara Eropa yang notabene nonmuslim ketimbang mengungsi ke negara-negara tetangga muslim yang jaraknya lebih dekat, seperti Arab Saudi misalnya.

Point ketiga yang dibanggakan dari Islam adalah toleransi, kebebasan beragama dan menghargai keyakinan orang lain. Sosok Rasulullah Saw adalah sosok yang sangat toleran. Dalam suatu riwayat, suatu perutusan Kristen dari Najran menghadap kepada Beliau Saw di Madinah untuk bertukar pikiran mengenai masalah-masalah keagamaan. Di dalam rombongan itu terdapat tokoh-tokoh gereja. Percakapan diadakan di dalam masjid dan berjalan selama beberapa jam. Pada suatu saat perutusan itu minta izin meninggalkan masjid dan mengadakan upacara kebaktian di suatu tempat yang tenang. Rasul bersabda bahwa mereka tidak perlu meninggalkan masjid yang memang merupakan tempat khusus untuk kebaktian kepada Tuhan dan mereka dapat melakukan ibadah mereka di situ.

Tapi kini, toleransi yang diajarkan Nabi malah dicederai sebagian umatnya sendiri. Sikap intoleran, kekerasan dan persekusi terhadap minoritas menjadi peristiwa yang kerap berulang, termasuk di Indonesia yang notabene masyarakatnya majemuk dan plural. Tanyakan hal ini pada Ahmadiyah dan Syiah. Lebih dari satu dekade, mereka kesulitan untuk sekadar beribadah dengan aman di tempat yang bahkan mereka bangun sendiri.  Lebih dari itu, tindakan persekusi yang dilakukan kelompok-kelompok intoleran  menyebabkan mereka harus terusir dari rumah sendiri dan tinggal dipengungsian lebih dari 10 tahun. Tanyakan hal ini kepada pengungsi Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Point keempat dan terakhir adalah kondisi negara-negara Islam dewasa ini. Jika dahulu umat Islam diberkahi dengan kemakmuran dan kemajuan yang menyebabkannya menjadi “mercusuar” dunia, kini kondisi negara-negara muslim sangat memrihatinkan. Kebanyakan penganut agama terbesar kedua di dunia ini adalah warga negara dunia ketiga. Sebuah dunia yang belum mampu melepaskan diri dari keterbelakangan, kemiskinan, korupsi  dan kondisi buruk lainnya. Posisi mereka subordinat. Sumber daya mereka habis dieksploitasi dan  hanya menjadi penonton di tanah air mereka sendiri. Posisi tawar mereka kecil dan sering diabaikan dalam suara-suara di lembaga internasional.

Nilai-nilai Islami sesungguhnya sudah tercerabut dalam keseharian mereka. Buktinya, dalam sebuah studi pada 2014 lalu yang dilakukan Hossein Askari, seorang guru besar politik dan bisnis internasional di Universitas George Washington, Amerika Serikat untuk mengetahui negara manakah di dunia yang paling banyak mengaplikasikan nilai-nilai Islam hasinya ternyata di luar dugaan.

Hasil penelitian Askari yang meliputi 208 negara itu ternyata sangat mengejutkan karena tak satu pun negara Islam menduduki peringkat 25 besar. Justru, negara-negara seperti Irlandia, Denmark, Luksemburg dan Selaindia Baru mendapatkan nilai paling tinggi dan dinilai sebagai negara lima besar yang paling islami di dunia. Negara-negara lain yang menurut Askari justru menerapkan ajalan Islam paling nyata adalah Swedia, Singapura, Finlandia, Norwegia, dan Belgia.

Lantas, bagaimana dengan nasib negara-negara Islam? Malaysia hanya menempati peringkat ke-33. Sementara itu, negara Islam lain di posisi 50 besar adalah Kuwait di peringkat ke-48, sedangkan Arab Saudi di posisi ke-91 dan Qatar ke-111. “Kami menggarisbawahi bahwa banyak negara yang mengakui diri Islami tetapi justru kerap berbuat tidak adil, korup, dan terbelakang.  Faktanya mereka sama sekali tidak Islami,” ujar Askari.  Askari juga menambahkan, justru negara-negara Barat yang merefleksikan ajaran Islam, termasuk dalam pengembangan perekonomiannya. “Jika sebuah negara memiliki ciri-ciri tak ada pemilihan, korup, opresif, memiliki pemimpin yang tak adil, tak ada kebebasan, kesenjangan sosial yang besar, tak mengedepankan dialog dan rekonsiliasi, negara itu tidak menunjukkan ciri-ciri Islami,” lanjut Askari (kompas.com, 10 Juni 2014).

Kenyataan ini seakan menegaskan pernyataan Rektor Universitas Al-Azhar 100 tahun yang lalu, Syaikh Muhammad Abduh yang berkata, ” Aku pergi ke Barat dan melihat Islam, tetapi tidak ada umat Islam, aku kembali ke Timur dan melihat Muslim, tapi bukan Islam. ” Jika sudah begini, pertanyaan di awal tulisan ini sangat relevan untuk dicarikan jawabannya segera. Apa yang tersisa dari Islam untuk dibanggakan ?

@akhmad faizal reza


SBY Tulis Petuah Panjang Lebar, Jokowi Geleng Kepala

DUNIA HAWA - Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan saran kepada Presiden Joko Widodo lewat tulisan panjanganya di media massa. Tujuan dari saran itu, menurut SBY, adalah agar Presiden Joko Widodo bisa mendinginkan suasana politik yang tengah memanas di Indonesia.


Salah satu saran yang diberikan oleh SBY adalah Presiden Joko Widodo harus menemui tokoh-tokoh atau organisasi politik yang berseberangan dengan pemerintahannya. Menurut SBY, para tokoh atau organisasi yang berseberangan jangan ditakuti-takuti, tetapi dirangkul agar tidak bertindak berlebihan.

Lantas, apakah Presiden Jokowi membaca tulisan panjang dari SBY itu? "Enggak," ujar Presiden Joko Widodo perlahan sambil menggelengkan kepala kepada wartawan di Istana Kepresidenan seusai menjamu Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Selasa, 29 November 2016.

Presiden Joko Widodo pun enggan mengomentari lebih lanjut soal saran yang diberikan oleh SBY tersebut. Namun, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa semua masukan dari tokoh atau partai politik terkait pemerintahannya pasti akan ia catat. "Semua dicatata, dikomunikasikan," ujar Presiden Joko Widodo.

Lantas, apakah Presiden Jokowi membaca tulisan panjang dari SBY itu? "Enggak," ujar Presiden Joko Widodo perlahan sambil menggelengkan kepala kepada wartawan di Istana Kepresidenan seusai menjamu Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Selasa, 29 November 2016.

Presiden Joko Widodo pun enggan mengomentari lebih lanjut soal saran yang diberikan oleh SBY tersebut. Namun, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa semua masukan dari tokoh atau partai politik terkait pemerintahannya pasti akan ia catat. "Semua dicatata, dikomunikasikan," ujar Presiden Joko Widodo.

@tempo


Unjuk Kekuatan Berbungkus Aksi Super Damai

DUNIA HAWA - Flyer dan seruan Aksi Super Damai 212, esok, 2 Desember 2016, membentang panjang di seluruh penjuru negeri. Aksi Bela Islam III ini menuntut agar Ahok ditangkap penjara. Penanggung jawab aksi GNPF menyebut aksi 212 akan berlangsung super damai. SUPER DAMAI. Wow.


Banyak pihak mengernyitkan dahi dengan seruan aksi super damai ini. Dua diksi kata Super dan Damai menyatu membentuk kalimat melambung, kalimat yang sarat hyperrealitas. Realitasnya berbeda dengan aksi aksi sebelumnya, baik Jilid I dan II.

Apa arti kata damai? Menurut KBBI damai berarti tidak ada perang; tidak ada kerusuhan, aman, tenteram, tenang, keadaan tidak bermusuhan, rukun.

Jika kita imajinasikan damai itu ibarat angin sepoi sepoi maka jika ditambahkan super damai berarti angin super sepoi sepoi.

Kena angin sepoi sepoi di pematang sawah bisa membuat kita terkantuk, lelap tertidur, apalagi terkena angin super sepoi sepoi. Mungkin tidur kita bisa super lelap sampai iler keluar plus penuh mimpi indah. Menentramkan. Tenang. Harmoni.

Klaim HRS bahwa aksi 212 akan berlangsung super damai bisa saja tak sesuai harapan. Damai versi HRS bisa saja beda jauh dengan damai versi universal yang kita tahu.

Sulit percaya ada pancaran energi damai keluar dari lantunan kata seorang HRS. Rekam jejak omongan HRS selama ini jauh dari kata damai. Hampir semua omongan HRS bikin kita menarik nafas dalam dalam.

Jangankan bicara orasi di depan demonstran, saat sedang menyampaikan tausiah atau ceramah saja omongan HRS terkesan jauh dari nuansa damai.

Dapatkah kita mempercayai bahwa besok orasi HRS berlangsung damai dan beradab?

Ini ibarat kita dipaksa percaya pada seorang pelukis yang mengaku ingin melukis damainya kehidupan di pegunungan dan sawah permai. Tapi si pelukis membawa peralatan seperti palu, parang, tombak atau arit.

Bagaimana mungkin kita bisa percaya Ia seorang pelukis jika alat yang dibawanya alat alat perang dan senjata tajam? Omong kosong bukan?

Saya teringat dengan seorang Pahlawan Bangsa India. Pejuang dan pendiri bangsa negara India Mahatma Ghandi. Mahatma Ghandi dikenal sebagai pejuang anti kekerasan saat melawan kolonial Inggris. Ghandi mempraktikkan ajaran Ahimsa. Antara kata dan laku senafas. Mulutnya meneduhkan, lakunya menyejukkan.

Ahimsa memiliki makna tidak menyerang, tidak melukai atau tidak membunuh. Ghandi memandang ahimsa dan kebenaran (satya) ibarat saudara kembar yang sangat erat, namun membedakannya dengan jelas bahwa ahimsa merupakan sarana mencapai kebenaran, sedangkan kebenaran (satya) sebagai tujuannya.

Ahimsa adalah cinta, karena hanya cinta yang bisa muncul secara spontan dan memungkinkan seseorang bertindak selaras dengan hati dan pikirannya.

Gandhi berpendapat, “ Nir-kekerasan (non-violence) adalah cinta. Nir-kekerasan itu bertindak menyatu dalam diam, nyaris terselubung dalam kerahasiaan sebagaimana yang dilakukan cinta.”

Apa yang kita saksikan dari drama seruan tangkap Ahok dan penjarakan Ahok sejatinya aksi unjuk kekuatan. Aksi penekan dengan kekuatan massa.

Saya masih tidak dapat mengerti ketika kontradiksi antara klaim super damai bisa beriringan dengan sikap seruan bernada kebencian dan permusuhan. Apakah energi orang orang yang berkumpul esok hari itu energi perdamaian atau kemarahan dan kebencian?

Damai dan benci itu tidak mungkin bisa menyatu. Dalam nafas kebencian yang ada adalah erangan permusuhan ingin menghancurkan, bukan geliat membangun dan memaafkan. Tidak mungkin benci dan damai bersenyawa. Rasanya seperti hil yang mustahal meminjam kata Asmuni, pelawak Srimulat.

Seperti kata Ghandi:
“Cinta tidak pernah meminta, ia senantiasa memberi, cinta membawa penderitaan, tetapi tidak pernah berdendam, tak pernah membalas dendam. Di mana ada cinta di situ ada kehidupan; manakala kebencian membawa kepada kemusnahan.”

Jika Tuhan Yang Maha Kuasa adalah pengasih lagi penyayang, maka sifat pengampun dan pendamai pasti dimilikiNYA juga. Dalam seruan seruan doa kita selalu mohon ampun atas dosa dosa kita.

Kita mengakui kita adalah manusia penuh dosa. Kita mengakui Tuhan Yang Maha Pengasih itu Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Dengan otoritas kemahaannya, kita bahkan tidak sanggup melihat sinar Wajah KemuliaanNYA.

Ebiet G Ade menulis syair indah atas keangkuhan manusia ini dalam lagu “Kalian Dengarkah Keluhanku”

“Apakah buku diri ini
Harus selalu hitam pekat
Apakah dalam sejarah orang
Mesti jadi pahlawan

Sedang Tuhan diatas sana
Tak pernah menghukum
Dengan sinar matanya yang lebih tajam
Dari matahari”.

Lalu siapakah kita manusia berdosa dengan angkuh merasa melebihi DIA hingga pongah menutup pintu maaf atas khilaf sesama kita?

Satu-satunya alasan paling mendasar mengapa seruan tangkap Ahok dan penjarakan Ahok esok hari bukanlah karena kita sedang menuntut penegakkan hukum, melainkan karena kebencian atas nama perbedaan agama belum lepas dari jiwa kita. Kebencian masih berkarat dalam dinding hati kita.

Rasanya otoritas tertinggi milik Tuhan telah kita ambil alih ketika dengan mata melotot urat leher mau keluar kita meneriakkan kata kata seperti di bawah ini:

“Mars Demo Super Damai”


Ayo kita bersatu..
Ganyang kepala batu…
Apa anda setuju..
Ahok harus dibunuh…

Ayo kita bersatu..
Ganyang kepala batu…
Apa anda setuju…
Ahok harus di….. (koor) BUNUH…

Aihhh…pahit dan hitamnya kopi bubuk kali ini…sekelabu datangnya bulan Desember.

@birgaldo sinaga


Saat Ketika Wanita Gampang Terangsang


DUNIA HAWA - Tidak hanya sulit orgasme, dalam urusan bercinta gairah wanita juga sering naik turun. Mengajak wanita bercinta saat gairahnya sedang tinggi diketahui akan memudahkan mereka untuk mencapai orgasme.
Gairah bercinta wanita sedang tinggi pada hari ke-1 sampai hari ke-14 dari siklus menstruasinya. 

Hari ke-1 dari siklus ini dihitung dari hari pertama wanita tersebut menstruasi dan seterusnya. Jadi selain lebih bergairah, pada periode ini mereka juga sedang dalam masa subur.

Pada saat itu, pembuluh darah arteri klitoris akan melebar sehingga darah dapat mengalir ke klitoris lebih mudah. Perubahan ini membuat wanita jadi lebih mudah terangsang dan bergairah. Maka peneliti menganjurkan untuk bercinta saat masa-masa ini karena akan sangat memuaskan pasangan.

Meskipun para ilmuwan masih belum yakin mengapa siklus menstruasi mempengaruhi gairah bercinta pada wanita, tapi kemungkinan hal tersebut disebabkan oleh hormon testosteron.

Estrogen diketahui sebagai hormon yang dominan pada saat ovulasi, namun testosteron justru meningkat saat wanita sedang mencapai puncak gairahnya.

"Testosteron adalah hormon yang mempengaruhi libido dan kepuasan seksual wanita. Testosteron akan naik dan turun sepanjang bulan, sehingga mempengaruhi hasrat seksual wanita, kemudahan mencapai orgasme dan intensitas orgasmenya," kata penulis buku '28 Days: What Your Cycle Reveals about Your Love Life, Moods, and Potential' Gabrielle Lichterman.

Menurut Lichterman, hari ke -1 hingga hari ke-14 dari siklus menstruasi hormon testosteronnya akan meningkat. Kemudian pada hari ke -15 hingga hari ke-23 kadar testosteronnya akan menurun. 

Namun meskipun testosteron masih terus menurun dari hari ke 24 sampai akhir periode, namun gairah wanita umumnya justru meningkat.
Hal ini disebabkan karena adanya penebalan dinding rahim, yang merangsang ujung saraf dan membuat seorang wanita menjadi bergairah.

Jika ada satu hari yang optimal untuk bercinta, itu adalah hari ke 13 dalam siklus menstruasinya. Saat itulah testosteron sedang berada pada puncaknya.

Video proses keluarnya sperma di dalam vagina saat berbubungan seks :



[fny/jpnn.com]