Thursday, December 1, 2016

#PenyakitLamaKumat – Di Kala Ahok Cuti, Pelayanan Publik Mulai Mengecewakan

DUNIA HAWA - Supriyati Ningsih, warga Tanah Kusir, Jakarta Selatan mulai merasakan perubahan pada pelayanan publik sejak Ahok cuti kampanye. Ini dirasakannya saat hendak mengurus akte kelahiran anaknya yang hilang. Ini juga kali kedua dia berurusan dengan birokrasi Pemprov DKI Jakarta. Pertama kali adalah saat Ahok masih aktif menjabat dan dia hendak mengurus kartu keluarga. Saat itu prosesnya simple dan cepat. Tapi ini tidak dirasakannya ketika mengurus akte kelahiran anaknya.


Saat tiba di Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Jakarta Selatan di Radio Dalam sekitar pukul 8 pagi, sudah ada 15 warga lainnya yang sudah menunggu dan mengantri, tapi dari enam pegawai, hanya satu yang melayani. Menurut penuturannya pegawai yang baru datang juga terlihat santai-santai saja. Ini sangat berbeda sewaktu mengurus KK di kelurahan di mana pukul setengah delapan sudah penuh pegawai dan melayani warga. Bahkan Lurah pun ikut turun menyapa warga yang datang. Pukul setengah sembilan, itu pun cuma tiga pegawai yang melayani. Tiga lagi kemana?

Supriyati harus bolak balik tiga kali untuk mengurus akte tersebut karena harus diurus ke Dinas Kependudukan tingkat Provinsi. Setelah dua minggu, dia kembali dan berkas masih belum dilimpahkan. Akhirnya aktenya siap juga meski tidak merinci berapa lama waktu yang dibutuhkan.

Di sisi lain, ini lebih menarik lagi, sebagian besar warga DKI Jakarta yang terbiasa mengadu masalah lewat aplikasi Qlue, mulai mengeluhkan tindak lanjut dari dinas dan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Tindak lanjut yang dulunya baik sekarang jadi mengecewakan. Menurut Marketing Communication Manager Qlue, Elita Yunanda, “Jumlah aduan tetap banyak seperti biasa. Hanya saja tindak lanjut dari pemerintah menurun dari segi kualitas. Kadang mereka asal-asalan dan menindaklanjuti.” Nah., lho. Menurut Elita, penurunan kualitas yang dimaksud lebih kepada tidak menyelesaikan aduan sampai tuntas.

Yah, ibaratnya orang yang tindak lanjut pingsan di tengah jalan sehingga tidak sampai garis finish. Memulai tapi tidak menyelesaikan apa yang sudah dimulai ataupun menyelesaikan tapi tidak sesuai harapan seperti dulu.

Nah, apa yang dikhawatirkan oleh Ahok ternyata ada benarnya. Baru ditinggal dua bulan saja sudah begini, sedangkan masih ada waktu dua bulan lagi sebelum Pak Ahok kembali masuk kerja. Pelayanan publik mulai dikeluhkan. Yah, mau bagaimana lagi. Warga juga tidak bisa berbuat banyak, hanya bisa pasrah atau mungkin prihatin. Mau teriak-teriak juga tidak ada yang mendengarkan.

Ilustrasinya seperti ini. Mungkin Anda juga pernah mengalami ini saat sekolah dulu. Seorang guru sedang mengajar, semua murid diam dan duduk manis semanis gula campur madu. Tidak ada yang berani berbicara bahkan berbisik-bisik sekali pun. Kalau sudah marah, suara lengkingan guru ini bak geledek yang bahkan hantu pun lari terkencing-kencing. Kemudian sang guru berkata, “Bapak akan keluar sebentar, kerjakan soal ini! Tetap diam dan jangan ribut!” Setelah keluar apa yang terjadi? Murid-murid malah berkoar-koar dan bergosip sambil cekikikan. Dan ketika sang guru sudah terlihat dari kejauhan, murid kembali diam dan duduk manis. Kalau Anda tertawa baca ini, berarti Anda pernah mengalami ini. Duh, jadi ingat masa-masa sekolah dulu.

Keluhan yang dialami warga adalah salah satu bukti bahwa kebanyakan mental pegawai bukan karena benar-benar ‘ingin melayani’, tapi karena ‘ada yang mengawasi’. Saya juga sering melihat meme-meme kocak sindiran yang kurang lebih seperti ini, “Di Indonesia, pengendara motor dan mobil paling tertib sedunia… Kalo ada Pak Polisi.” Memang ada benarnya, tertib karena ada yang mengawasi. Kalau tidak ada yang mengawasi, maka jalanan akan menjadi milik nenek moyang kita ha-ha-ha.

Ini hanya 2 bulan sejak Pak Ahok Cuti. Bagaimana kalau misalkan Pak Ahok kalah nanti di Pilgub DKI? Bisa jadi, semua akan kembali seperti dulu. Masih mending warga Jakarta setidaknya pernah merasakan pelayanan publik yang begitu baik sejak masa kepemimpinan Pak Ahok. Di daerah atau kota lain tidak seberuntung itu. Mengurus kartu keluarga butuh waktu berminggu-minggu, itu pun harus pakai oli pelicin biar mulus. Saya pernah mengalami sendiri. Mengurus dokumen-dokumen lain juga sama saja, diping-pong sana-sini seolah saya ini bola tenis. Ah, sudahlah, semakin dipikir, semakin gemas dan prihatin. Bagi warga Jakarta, bersyukurlah, setidaknya Pak Ahok pernah menunjukkan pada Anda bagaimana birokrasi yang cepat, simpel tanpa berbelit-belit. Tinggal pilihan Anda, apakah ini mau terus berlanjut atau kembali seperti itu.

salam entahlah,

@xhardi


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment