Saturday, April 8, 2017

Mengenal Awal Perang Suriah


DUNIA HAWA - Supaya kaum bumi datar pinter dikit gak dikit-dikit masalah agama. Suriah mempunyai peranan penting dalam perkembangan politik .

Hal ini dikarenakan posisi strategis Suriah yang menghubungkan antara tiga benua, yaitu Eropa, Asia, dan Afrika.

Suriah memiliki perbatasan dengan Lebanon, Turki, Irak, Israel, Jordania dan Laut Mediterania. Dan yang lebih penting, Suriah mempunyai akses langsung ke Laut Tengah dan posisinya yang berada di simpul jalur sutra.

Sehingga berbicara soal Suriah bukan tentang berapa banyak cadangan minyak dan gas yang dimilikinya (cadangan minyaknya masih kalah dengan Arab Saudi, Irak, dan Iran), tetapi lebih kepada keberadaan strategis Suriah itu sendiri sebagai “jantung Timur Tengah” dimana anggapan bahwa jika dapat mengontrol Suriah maka akan mengontrol jalur energi di Timur Tengah.

Suriah dilewati oleh pipa-pipa minyak dan gas oleh negara-negara lintas benua. Pengiriman minyak akan lebih efisien dengan jalur pipa yang melewati Suriah karena biaya pengiriman lebih rendah, lebih cepat dan aman.

Biaya pengiriman minyak dengan kapal dan jalur kereta berkisar antara $10 sampai $15 per barel. Sedangkan pengiriman minyak mentah menggunakan jalur pipa yang melewati Suriah hanya sekitar $5 per barel. Negara produsen bisa menghemat $10 per barel dan negara konsumen bisa mendapatkan minyak dan gas dengan harga yang sangat terjangkau.

Bukan hanya soal ongkos dan harga minyak. Namun Suriah menjadi “jalur” setiap daerah kaya minyak seperti Irak dan Iran untuk mengirim minyaknya menuju Laut Mediterania sehingga dapat di kirim kepasaran Eropa dan AS.

Minyak dan gas yang berada di Teluk Persia dan Laut Kaspia bakal melewati Suriah untuk menuju Timur Laut Mediterania yang kemudian di kirim ke Eropa dan Amerika Serikat. Inilah alasan yang membuat Suriah menjadi “eksotis” di mata negara-negara maju layaknya Amerika dan Uni Eropa yang bernafsu untuk menaklukan Suriah dibawah komandonya.

Dan terbukti, pada Juli 2011, CNN melansir adanya kesepakatan kerjasama antara Suriah, Iran, dan Irak soal pembangunan pipa gas alam.

Pipa raksasa itu menelan biaya 10 miliar dolar AS dengan masa pengerjaan selama tiga tahun. Rusia dan China menjadi salah satu pemegang saham utama dalam proyek ini. Pipa tersebut akan membentang dari pelabuhan Assalouyeh (dekat ladang gas alam terbesar Iran, South Pars) hingga Damaskus (Suriah) melewati sebagian wilayah Irak.

Iran disebut akan mengembangkan pipa tersebut hingga pelabuhan Mediterania, dengan Lebanon sebagai pintu gerbang ke pasar Eropa. Bahkan hendak diperpanjang menuju Yunani melalui dasar Laut Mediterania. South Pars adalah ladang gas alam terbesar di dunia dengan cadangan mencapai 51 triliun meter kubik. South Pars adalah ladang gas alam lepas pantai yang terdapat di Teluk Persia.

Jelas, proyek ini akan menjadi pesaing proyek pipa gas Nabucco yang menjadi kesepakatan antara Uni Eropa, AS dan Turki, yang akan mengalirkan gas dari Laut Kaspia ke Eropa dan AS melalui Turki.

Jaringan pipa ini berawal di perbatasan timur Turki dengan Georgia kemudian terus ke Iran lewat Istanbul, Bulgaria, Rumania dan Hongaria ke Austria. Kemampuannya mencapai 31 milyar meter kubik dan biaya pembangunannya mencapai 8 milyar euro.

Proyek pipa gas Nabucco akan menempatkan Turki sebagai bagian penting jaminan keamanan energi Eropa dan AS. Pipa gas Nabucco ini akan menjadi aspek penentu hubungan Turki-Uni Eropa.

Sialnya, Rusia dan negara-negara di wilayah Kaspia seperti Turkmenistan, Kazakstan dan Uzbekistan enggan bergabung dalam Nabucco. Rusia lebih memilih menyalurkan gasnya ke pipanya sendiri Nord Stream, melalui laut Baltik ke Jerman dan South Stream melalui Bulgaria (Arsip Gatra, dalam artikel Pipa Gas Saluran Politik, 2007).

Pipa gas yang hendak dibangun Iran-Irak dan Suriah jelas membahayakan keamanan pasokan gas Eropa dan Amerika Serikat karena berpotensi menjadikan Iran sebagai pengendali saluran dan pasokan energi di Timur Tengah.

Hal ini juga berbahaya bagi produsen-produsen besar energi di Timur Tengah seperti Arab Saudi, Qatar dan Uni Emirat Arab.

Yang notabene adalah mitra bisnis AS, terutama soal penentuan harga gas atau minyak dunia dan soal kelancaran pasokan.

Singkat kata, monopoli AS dan Eropa terhadap energi di Timur Tengah tentu akan berakhir jika kerjasama tiga negara tersebut dibiarkan tumbuh dan berkembang. Maka pilihannya Bashar Al Assad harus tumbang, untuk menggagalkan proyek pipa tersebut. Jika tidak, Amerika dan Uni Eropa, mau tak mau bakal tambah bergantung dengan pasokan energi dari Rusia yang harganya relatif tinggi.

Lantas, apa kepentingan Rusia dan China di Suriah sehingga mendukung rezim Bashar Al Assad?

Menurut Moscow Times dilansir oleh Republika, nilai investasi Rusia yang berada di Suriah berjumlah sebesar $ 19,4 milyar pada tahun 2009. Dan Stroitransgas, adalah salah satu perusahaan penyedia gas alam milik Rusia yang beroperasi di Suriah.

Bahkan Stroitrangas pernah terlibat dalam proyek pembangunan saluran gas alam terpanjang di Suriah yakni sepanjang 200 km dari wilayah timur Homs di daerah Al Raqqa dan saluran gas alam ini menyumbang pengembangan konstruksi gas pipa alam di wilayah Arab. Sehingga Suriah merupakan mitra strategis Rusia di kawasan Timur Tengah.

Sedangkan China secara aktif terlibat dalam industri minyak Suriah. China National Petroleum Corporation adalah mitra joint venture perusahaan minyak nasional Suriah dan Royal Dutch Shell di Al-Furat Petroleum Company, produksi minyak konsorsium utama di Suriah. Selain itu, Sinochem adalah perusahaan minyak Cina yang aktif dalam tender-tender eksplorasi minyak di Suriah baru-baru ini (BBC Indonesia, dilansir 2011).

Sehingga Suriah sangat strategis bagi Rusia dan China. Keterlibatan Rusia dalam konflik Suriah bukan hanya upaya pengamanan dan penyelamatan investasi namun juga sekaligus untuk mengamankan wilayah Laut Kaspia yang relatif berdekatan dengan Suriah.

Yang ditakutkan, segerombolan pemberontak ISIS bakal memperluas pengaruhnya ke wilayah sekitar Kaukasus, Laut Kaspia dimana sumber gas alam Rusia bermukim. Semakin luasnya pengaruh ISIS juga merupakan pertanda semakin luasnya pengaruh Amerika Serikat dan sekutunya.

Sedangkan bagi China, Suriah bukan hanya sekedar mitra bisnis. Namun proyek pipa gas bisa menyuplai pasokan gas di tengah kemajuan ekonominya yang memerlukan pasokan gas yang semakin banyak.

Gas kini menjadi primadona energi abad ke-21 karena relatif bebas polusi dan harganya pun lebih murah. Semua negara-negara maju membutuhkan gas demi menjalankan roda ekonominya. Maka tak khayal, jika ia menjadi sumber utama pertarungan. Menjadi ikhwal yang diperebutkan.

Di lain sisi, Amerika Serikat dan Uni Eropa sedang dilanda krisis yang akut dan berkepenjangan. Kehadiran China dan Rusia di Timur Tengah membuat kepentingan geostrategi AS kacau dan frustasi. Membuat proyek “Balkanisasi” AS terhambat.

Mungkin ini adalah permulaan memudarnya hegemoni AS di Timur Tengah. Dan hal ini membuat posisinya semakin sulit ditengah ia harus mengimpor 60 persen dari total konsumsi energi dunia. Faktor ketergantungan pada energi pula yang membuat Eropa berhati-hati dalam membicarakan Rusia dan Timur Tengah.

@denny siregar

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment