Friday, March 31, 2017

Ahok, Dan Misi Dibalik Pertemuan Jokowi-SBY


DUNIA HAWA - Akhirnya cerita dibalik pertemuan dadakan Jokowi-SBY pada Kamis 9/3/2017 yang lalu mulai terungkap. Pertemuan itu ternyata dilatar belakangi oleh pandangan politik Pakde terhadap isu mengenai Ahok, yang dihubungkan dengan dinamika politik yang berkembang pada masyarakat akhir-akhir ini. Dinamika politik ini ternyata telah membawa dampak buruk yang menimbulkan sikap saling bermusuhan diantara warga masyarakat.

Jauh sebelumnya Pakde sudah berencana untuk membahas persoalan kebangsaan ini dengan pak Beye, seperti yang telah dilakukannya dengan para mantan Presiden maupun mantan Wakil Presiden RI dalam kapasitas mereka sebagai Negarawan demi keutuhann bangsa. Ketika pasangan Agus-Sylviana kemudian gagal maju ke Putaran II, maka “ganjalan” untuk bersua sambil makan pisang goreng di Istana Negara pun menjadi terlepas, dan akhirnya mereka bertemu.

Pakde melihat bahwa “Kampanye hitam” sehubungan dengan perhelatan Pilgub DKI 2017 ini sudah semakin mengerikan dan menghinakan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Puncaknya adalah ketika terpampang spanduk-spanduk yang menyatakan penolakan untuk menshalatkan jenazah keluarga pendukung paslon penista agama. Selain itu juga, agama dan kitab suci sudah terlalu sering “dicatut” untuk kepentingan politik yang sangat jauh urgensinya dengan kepentingan spiritual umat manusia.

Berkaca kepada persoalan tersebut diatas, dan mengingat integritas dan kapasitas dari seorang Ahok, maka Pakde berencana untuk memberikan sebuah tugas penting yang juga sangat berguna bagi kepentingan negeri ini, yaitu agar Ahok bersedia menjadi Ketua BPK ataupun Ketua KPK daripada menjadi Gubernur DKI.

Pak Beye sangat terperanjat mendengar ide Pakde tersebut. Apakah Pakde tidak kecewa kalau sekiranya Anies yang sudah pernah dipecatnya itu akan menjadi gubernur Jakarta? Sambil tersenyum Pakde lalu memberitahukan analisanya sebagai berikut.

Seandainya Anies-Sandi menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI, maka mereka akan tetap mendapat “cilaka!” juga. Hitung-hitungannya begini, Kursi di DPRD DKI itu ada 106 kursi. Agar bisa “berbicara,” Anies butuh “setengah kursi plus satu” dari seluruh anggota Dewan. Jadi mereka butuh setidaknya 54 suara. Tabungan suara mereka adalah 15 (Gerindra) plus 11 (PKS) Kemungkinan suara yang bisa “dibeli” adalah 2 (PAN) plus 6 (PKB) saja karena Demokrat Netral! Jadi suara maksimal hanya 34 suara.

Kasus “di-refresh-nya” Lulung beserta seluruh kader Fraksi PPP, sudah cukup menjadi pertanda bagi seluruh anggota parlemen DKI dari semua parpol, untuk tidak menyimpang dari ketentuan partai! Dengan kondisi begini, Anies bukan saja sulit “berbicara” melainkan rawan untuk dimakzulkan Oleh Parlemen.

Selama Ahok berkuasa sebelumnya, para anggota Parlemen ini terbiasa “puasa Senin Kemis” bahkan sebagian menderita “busung lapar!” Nah, kalau sekiranya Anies menjadi gubernur, maka ada kebijakan partai untuk membiarkan kader untuk “memulihkan stamina” selama setahun. Lalu Laporan Pertanggung Jawaban Anies ditolak, dan Anies dilengserkan. Biasanya nomer satu akan digantikan oleh nomer dua. Akan tetapi karena mereka ini satu paket, maka akan ada Mosi tidak percaya dari anggota Dewan, maka nomer duapun “layu sebelum berkembang”

Demi penghematan waktu dan biaya, maka anggota Dewanpun bersidang untuk menetapkan gubernur baru yang jatuh kepada pasangan Cagub yang kalah, yang ternyata adalah petahana sebelumnya, dengan dua opsi, Ahok atau Djarot yang menjadi gubernur. Nah, karena ini sudah tahun 2018 dan pada tahun 2019 akan ada perhelatan politik yang sangat penting, maka opsi ini akan dikondisikan dengan perkembangan politik teranyar.

Balai Kota akan selalu menjadi batu loncatan menuju Istana Negara. Kalau Ahok jadi gubernur, isu SARA akan tetap dimainkan. Ahok akan selalu “dipecut” oleh lawan politik. Akan tetapi, kalau Ahok berada di BPK, apalagi KPK, maka Ahoklah yang akan jadi “pecut” bagi semua lawan politik, dan pastilah akan membuat mereka itu berlari tunggang langgang dihajar pecutan Ahok!

Ada baiknya Ahok “ngetem” dulu di BPK untuk “beres-beres!” Ahok pasti akan senang berdiskusi dengan petugas yang dulu mengaudit RS. Sumber Waras, bagaimana caranya menghitung NJOP! Cara penilaian BPK memang termasuk rada aneh. Mereka sering memberikan WTS (Wajar Tanpa Syarat) kepada Kepala Daerah yang mereka audit, tetapi tak lama kemudian Kepala Daerah tersebut diciduk KPK karena ketahuan korupsi! Idealnya memang para pegawai BPK itu diaudit dulu, baru diizinkan untuk mengaudit orang lain!!!!

Kalau Ahok menjadi Ketua KPK, urusannya pasti akan ramai. Proyek mangkrak Hambalang akan diteruskan pembangunannya karena akan dibuat menjadi Penjara KPK. Penjara biasa tidak akan cukup untuk menampung seluruh koruptor dalam negeri! Hambalang akan menjadi Penjara terbaik, karena dilengkapi dengan fasilitas olahraga berkelas internasional. Ada kolam renang kelas Olimpiade. Memang tidak ada airnya karena itu, para napi cukup membayangkan segernya air kolam renang saja, dan jangan pernah mencoba untuk meloncat dengan kepala kebawah!!!!!

Pak Beye sangat terperanjat mendengar nama Hambalang disebut. Seketika perutnya mules. Pak Beye lalu memberi saran agar Pakde melupakan niatnya itu dan tetap fokus mendukung Ahok, karena dia secara pribadi juga mendukung Ahok. Menurut beliau, warga seharusnya juga mendukung Ahok agar program-program yang sudah direncanakan Ahok dengan baik itu tidak menjadi sia-sia.

Wah saya terharu juga dengan niat baik beliau ini… Mari kita dukung juga pasangan Ahok-Djarot yuk…

Salam dua jari,

@reinhard f hutabarat


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment