Friday, March 31, 2017

Tuntutan Aksi 313 dan Analisisnya


DUNIA HAWA - Massa peserta aksi 313 membacakan deklarasi tuntutan mereka. Ada lima poin tuntutan massa. Apa saja?

Pembacaan deklarasi itu dilakukan di Simpang Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Jumat (31/3/2017). Di tengah orasi tersebut, massa diajak untuk mendeklarasikan poin tuntutan demo.

Poin yang dideklarasikan ada lima yaitu:


1. Stop kriminalisasi dan makarisasi ulama.

2. Copot Ahok sesuai UU No 23 Tahun 2014.

3. Penjarakan si penista agama sesuai KUHP Pasal 156H.

4. Jangan dibatalkan Perda Syariah di seluruh Indonesia.

5. Lepaskan K H Muhammad Al Khathath sekarang juga.

Deklarasi disampaikan oleh orator, lalu diulangi bersama-sama oleh massa. Pada setiap akhir poin diakhiri oleh takbir.

Sebelumnya perwakilan dari massa aksi 313 di antaranya yaitu Amien Rais, Ketua Parmusi Usamah Hisyam, dan Anggota FUI Ustaz Sambo telah menemui Menkopolhukam Wiranto. Dalam pertemuan tersebut telah disampaikan poin-poin aspirasi dari aksi kali ini.

Wiranto berjanji akan menyampaikan hal ini kepada Presiden Joko Widodo sehingga massa diimbau supaya percaya padanya sebagai wakil resmi yang ditunjuk presiden.

“Saya representasi resmi kepada pemerintah. Pasti sampai kepada presiden apa yang disampaikan. Dan Alhamdulillah mereka percaya pada saya,” ucapnya saat konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam.

Saya tergelitik membahas tuntutan mereka, karena menurut saya tuntutannya benar-benar tidak masuk akal dan didasar berita-berita hoax di internet dan grup Whatsapp.

Stop kriminalisasi dan makarisasi ulama. Pertama apa sih makarisasi? Ada kah bahasa Indonesia makarisasi? Mungkin kayak kriminalisasi yah jadi makarisasi, maksudnya dituduh makar. Kriminalisasi ulama kabarnya merujuk ke kasus yang dihadap Rizieq. Saya heran sebenarnya, apakah ada kelebihan khusus dari seorang ulama sehingga dia tidak bisa dituntut secara hukum? Ini negara hukum, ulama tidak punya kekebalan atas hukum. Jika tersangkut kasus kriminal maka jalani saja proses tersebut, jika merasa tidak bersalah buktikan saja di pengadilan. Masa ulama kalah sama Ahok yang berani mengikuti proses pengadilan? Soal makarisasi, juga sama jika tidak bersalah tinggal dibuktikan saja. Ini Indonesia, negara hukum yang semua rakyak Indonesia sama kedudukannya di depan hukum. Lagi pula gelar ulama itu adalah gelar yang disematkan begitu saya di Indonesia tanpa ada semacam proses sertifikasi. Ini bahaya bila setiap mengadili ulama maka disebut kriminalisasi, nanti bisa-bisa semua yang bermasalah dengan hukum akan mengaku ulama.

Copot Ahok sesuai UU No. 23 Tahun 2014. Seharusnya mereka sudah paham, ada perbedaan tafsir antara ‘selama-lamanya 5 tahun’ dengan ‘sesingkat-singkatnya 5 tahun’. Dalam hal ini pemerintah sudah meminta fatwa dari Mahkamah Agung. Justru ini langkah tepat agar menjadi jelas dan sesuai prosedur. Jangan main maksa gitu dong ah.

Penjarakan si penista agama. Lagi-lagi tuntutan pemaksaan kehendak, Ahok sedang menjalankan sidang pengadilan. Sekali lagi ini negara hukum, tidak bisa se-enaknya begitu saja. Hukum harus ditegakkan seadil-adilnya, Ahok harus diberikan kesempatan untuk membuktikan dirinya tidak bersalah. Dalam Islam pun muslim harus adil, jangan sampai kebencian terhadap suatu kaum membuat mu jadi tidak adil. Apalagi ternyata tuduhan penistaan itu hanya sepihak. Tidak semua umat Islam menganggap Ahok menistakan agama, bahkan saksi ahli agama pun mengatakan yang intinya Ahok tidak menistakan agama. KH Ahmad Ishomuddin, Hamka Haq dan KH Masdar Fardis Mas’udi beberapa diantaranya yang maju menjadi saksi ahli. Masih banyak ulama lainnya yang netral tanpa kepentingan politik dan menyatakan Ahok tidak menistakan agama.

Jangan dibatalkan Perda Syariah, ini hanyalah isu lama dan sudah dibantah. Terlihat sekali bahwa para peserta aksi ini menggunakan sumber informasi yang diragukan. ‘Kemendagri hanya bisa membatalkan perda sepanjang terkait soal RAPBD, Tata ruang, pajak daerah, retribusi daerah dan RPJD’. Selain itu bebas, tidak bisa serta merta kita batalkan. Makanya berhenti  baca berita dari media-media gak jelas. Saya pikir kasus ini sudah selesai tapi ternyata masih saja digoreng oleh kubu bumi datar, hadeuh…..

Lepaskan KH Al Khathath. Sekali lagi, ini negara hukum biarkan hukum yang bekerja jangan seenaknya saja. Bagaimana jika koruptor dibebaskan hanya karena tuntutan massa? Ooo tidak bisa. Al Khathath sama didepan hukum dan ikuti saja prosesnya seperti Ahok mengikuti proses hukum selama ini.

Jika kita lihat aksi reformasi 98, dulu aksi 98 isi salah satu tuntutannya mengadili Soeharto dan kroninya, bukan penjarakan Soeharto. Tentu dari sana saja kita bisa menilai sendiri apakah sebuah gerakan murni membela kebenaran dan menegakkan keadilan? Atau bermuatan politik.

@ gusti yusuf




Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment