Tuesday, April 4, 2017

Sidang ke-17 Ahok: JPU Makin Panik

Dakwaan JPU Justru Dipatahkan Bukti-buktinya Sendiri, Ini Penjelasan Hukumnya



DUNIA HAWA - Sidang ke-17 kasus dugaan penodaan agama yang didakwakan kepada Ahok hari ini telah memasuki agenda pemeriksaan terdakwa beserta alat dan barang bukti yang memiliki hubungan dengan delik penodaan agama yang didakwakan kepada Ahok. Bahkan yang menggelikan, hari ini penuntut umum sudah memiliki keyakinan bahwa ada pengulangan perbuatan penodaan agama yang dilakukan Ahok berdasarkan pemutaran alat bukti berupa tiga video beserta satu barang bukti berupa buku ‘’Merubah Indonesia’’, yang menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51. Namun keyakinan penuntut umum bahwa Ahok sering mengulang-ulangi perbuatannya (penodaan agama) justru secara langsung dan jelas menujukan bahwa apa yang didakwakan penuntut umum kepada Ahok adalah tidak sesuai dengan apa yang diuraikannya dalam surat dakwaan, dikarenakan:

Ahok didakwa dengan Pasal 156 a KUHP (delik penodaan agama) dan atau Pasal 156 KUHP (delik penghinaan agama). Padahal dalam hukum pidana, penodaan agama sebagaimana dalam Pasal 156 a KUHP berupa: menginjak-injak kitab suci, membakar kitab suci, merobek-robek kitab suci, dan membakar rumah ibadah serta sengaja mengotori rumah ibadah.

Sedangkan yang dimaksud dengan penghinaan agama sebagaimana dalam Pasal 156 KUHP berupa: mengolok-olok agama tertentu, mengejek-ejek agama tertentu, ingat agamanya loh ya bukan kitab sucinya. Agama dan kitab suci adalah dua hal yang berbeda jika dilihat dalam konteks hukum pidana.

Dalam kasus Ahok yang jadi materi utama penuntut umum dalam dakwaannya adalah kitab suci, ini merujuk pada Al-Maidah ayat 51 (bagian dari Al-Qur’an, kitab suci agama Islam). Dua pasal yang didakwakan kepada Ahok justru bertentangan dengan alat dan barang bukti yang dihadirkan di persidangan. Juga bertentangan dengan asas legalitas.

FAKTA HUKUMNYA ADALAH SEBAGAI BERIKUT:

Kalimat yang terdapat di dalam buku ‘’Merubah Indonesia’’ – Surat Al-Maidah ayat 51;

Kalimat dalam pidato Ahok di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Surat Al-Maidah ayat 51;

Kalimat dalam pernyataan Ahok di Balai Kota, Surat Al-Maidah ayat 51;

Kalimat dalam pernyataan Ahok dalam acara di Partai NasDem, Surat Al-Maidah ayat 51.

FAKTA HUKUM DALAM ALAT DAN BARANG BUKTI: Merujuk pada kalimat tentang ‘’Surat Al-Maidah ayat 51 – (Surat yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Al-Qur’an – Kitab Suci Agama Islam’’. DAN TIDAK ADA FAKTA HUKUM YANG MENGARAH PADA AGAMA SEBAGAIMANA YANG DIHEMBUSKAN LAWAN POLITIK AHOK SELAMA INI. YANG ADA HANYA ADA FAKTA HUKUM MENGARAH PADA KITAB SUCI.

Artinya jika penuntut umum terus merasa di atas angin dan berkeyakinan bahwa Ahok telah mengulangi perbuatannya berdasarkan alat dan barang bukti di atas, justru penuntut umum memalukan dikarenakan dengan menyatakan Ahok terus mengulangi perbuatannya lantaran menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51, artinya penuntut umum menuduh Ahok melakukan penghinaan Kitab Suci, kenapa Kitab Suci? Karena Surat Al-Maidah ayat 51 adalah bagian dari Kitab Suci Agama Islam, Al-Qur’an.

Karena dua pasal yang didakwakan kepada Ahok sama sekali tidak memiliki kaitan dengan pernyataan Ahok yang menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51, dikarenakan pasal yang didakwakan kepada Ahok tidaklah sesuai dengan alat bukti beserta barang bukti sebuah buku, karena apa yang terdapat dalam bukti JUSTRU MENGARAH pada Kitab Suci  , ini menyangkut Surat Al-Maidah ayat 51 yang merupakan bagian dari Kitab Suci Agama Islam. Jadi bukan penodaan agama.

Jadi dengan demikian, jika mengacu pada alat bukti berupa enam video beserta satu barang bukti berupa satu buah buku , saya optimis Ahok tidak terbukti secara sah dan meyakinkan terkait dua pasal yang didakwakan kepada Ahok, DIKARENAKAN DALAM DAKWAAN, JUSTRU PENUNTUT UMUM MENGURAIKAN SECARA RINCI DAN DETAIL DELIK PENGHINAAN KITAB SUCI, DALAM HAL INI SURAT AL-MAIDAH AYAT 51. Padahal delik penghinaan Kitab Suci belum diatur dalam KUHP Indonesa. Sehingga saya berharap penuh pada tim kuasa hukum Ahok agar argumentasi hukum diatas dimasukan ke dalam nota pembelaan (pleodoi) dikarenakan saat ini hanya tersisa argumen hukum di atas untuk bisa menyelamatkan Ahok dari dakwaan penuntut umum.

Bahkan sebelumnya, Ade Armando pernah dilaporkan dan menjadi tersangka karena dianggap melakukan penodaan agama dikarenakan membuat status yang menyinggung Allah/Tuhan. Tetapi kemudian Ade Armando kasusnya dihentikan. Salah satu alasan hukum mengapa kasus Ade Armando dihentikan OLEH Polda Metro Jaya adalah  DIKARENAKAN DELIK YANG DISANGKAKAN KEPADA ADE ARMANDO BUKANLAH DELIK PENODAAN AGAMA TETAPI DELIK PENGHINAAN TUHAN/ALLAH.

Dan delik itu belum diatur dalam KUHP Indonesia. Sehingga kasus Ade Armando dihentikan , dikarenakan penyidik Polda Metro Jaya tidak memiliki dasar hukum apapun untuk bisa berargumentasi bahwa itu penodaan agama. Kasus dugaan penodaan agama yang disangkakan kepada Ahok sebenarnya sejak awal pada tahap penyelidikan bisa dihentikan saat itujuga, tetapi karena tekanan massa yang begitu besar, membuat penyidik tak punya pilihan lain selain menjerat Ahok dengan Pasal 156 a KUHP dan atau Pasal 156 KUHP sekalipun dua pasal itu tidak sesuai dengan apa yang dituduhkan oleh lawan politik Ahok selama ini dan uraian dalam surat dakwaan penuntut umum.

Nah, kasus yang didakwakan kepada Ahok mirip dengan kasus yang pernah menjerat Ade Armando. Ade Armando menyinggung Tuhan/Allah, tetapi Ahok menyinggung Surat Al-Miadah ayat 51 (bagian dari Kitab Suci Al-Qur’an). Sehingga berkaca dari kasus Ade Armando yangawalnya dijerat dengan delik penodaan agama lalu kemudian dihentikan karena delik tersebut belum memiliki dasar hukumnya, saya semakin optimis Ahok akan dibebaskan, dikarenakan keyakinan penuntut umum bahwa Ahok menodai agama karena dianggap menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51 adalah tidak beralasan secara hukum, dikarenakan yang meyakinkan penuntut umum itu tidak ada landasan hukumnya. Karena isi dakwaan yang disusun penuntut umum justru yang menujukan jikalau penuntut umum tidak yakin dengan surat dakwaannya. ISI DAKWAAN MENGARAH PADA PENGHINAAN KITAB SUCI, BUKAN PENODAAN AGAMA, ITU YANG HARUS DIPAHAMI.

Termasuk permintaan penuntut umum agar alat bukti berupa video tidak perlu diputar sampai selesai, itu justru kian menujukan bahwa penuntut umum telah gagal membuktikan penodaan agama, karena dalam uraian justru penuntut umum bukan menguraikan penodaan agama tetapi menguraikan penghinaan Kitab Suci, merujuk pada penekanan kalimat Surat Al-Maidah ayat 51 (bagian dari Kitab Suci Agama Islam, Al-Qur’an). Sehingga saya yakin dan percaya kalau kelima majelis hakim yang menangani perkara kasus dugaan penodaan agama yang disangkakan kepada Ahok, akan menjadi wakil Tuhan yang sesungguhnya yakni tetap berpijak dan berpegang teguh pada asas legalitas (vide: Pasal 1 ayat 1 KUHP)

Pasal 1 ayat 1 KUHP: ‘’Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada’’.

Nah, dari pasal tersebut jelas bahwa Ahok tidak dapat dipidana/harus dibebaskan, dikarenakan penuntut umum dalam dakwaannya JUSTRU MENGURAIKAN PENGHINAAN KITAB SUCI BUKAN PENODAAN AGAMA. Dan penghinaan Kitab Suci berdasarkan asas legalitas di atas, tidak bisa dipidana, dikarenakan belum ada dasar hukumnya.

Saya hanya berharap satu hal kepada kelima yang Mulia majelis hakim agar tidak takut sama sekali dengan tekanan massa/lawan politik Ahok, tetapi takutlah jika salah dalam mengambil keputusan. Takutlah kepada Tuhan, karena kelima Yang Mulia majelis Hakim adalah wakil Tuhan di muka bumi ini. Fiat justitia ruat caelum.

@ricky vinando


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment