Thursday, April 6, 2017

Kelucuan, Kengawuran dan Kebhinnekaan Anis Baswedan


DUNIA HAWA - Apa kabar rakyat Jakarta sekalian? semoga dalam keadaan semakin sehat dan semakin baik, karena KJP, program kesehatan, pelayan publik dan teman-temannya semakin dekat menjangkau rakyat Jakarta. Semua itu berkat rahmat Tuhan, disertai ikhtiar pemprov Jakarta yang tak pernah lelah bekerja untuk rakyat Jakarta, terus berbenah menata dan memperbaiki Ibu kota. Tentu kita sama-sama sudah mafhum di era siapa Jakarta jadi kota yang mulai ramah.

Oh iya, saban hari saya menyaksikan pidato seorang kandidat Gubernur Jakarta yang katanya akan mempensiunkan petahana yang sukses membuat jakarta berubah. Dia bicara soal kebhinnekaan dan persatuan, retorikanya bagus dengan pilihan diksi-diksi yang pas dan elegan, ia bak seorang pujangga yang tengah mendendangkan bait-bait sastra. Sungguh membuat siapa saja yang hadir pasti terpana.

Dibalik retorika bom bastis yang menghipnotis audiens itu, saya terkesima kala menyimak ia berkata (kurang lebih intinya begini) "kebhinnekaan itu fakta, fakta itu diterima bukan diperjuangkan, yang harus diperjuangkan itu persatuan dalam kebhinnekaan".

Sebenarnya lebih pas kalau mendengarkan si calon gubernur itu ngomong langsung, silahkan sempatkan nonton videonya jika berkenan. Saya yakin, jika anda menonton sambil mengaktifasi nalar, anda akan mengaminkan jika itu adalah sebuah kengawuran, andapun akan langsung terharu, bahkan kalau anda termasuk orang yang gampang baperan, manusiawi jika anda harus menangis tersedu-sedu, yang penting jangan sampai gara-gara ini anda jadi galau!

Begini loh, yang bicara itu adalah seorang mantan rektor Universitas Paramadina yang masyhur dengan visi kebhinnekaannya, sebuah kampus yang berdiri atas prakarsa seorang guru bangsa yang menjunjung kebhinnekaan dan terus memperjuangkannya hingga akhir hayat. Siapa yang tak kenal Cak Nur dan perjuangannya semasa hidup?

Tiba-tiba seorang calon Gubernur (sebut saja Anis Baswedan) yang boleh dikata lahir dari rahim Paramadina (mantan rektor lagi), bilang kalau kebhinnekaan itu tidak perlu diperjuangkan, katanya lagi yang harus itu memperjuangkan persatuan dalam kebhinnekaan. Bukannya itu ngawur kuadrat?

Kebhinnekaan itu asal muasal bangsa Indonesia, ia bukan hanya harus diterima, tetapi juga harus diperjuangkan terus-menerus tanpa henti, jika kita ingin persatuan sebagai bangsa senantiasa kokoh. Kenapa begitu? Karena tak mungkin kita bersatu tanpa upaya menghormati mereka yang berbeda, sekaligus menghormati segala bentuk perbedaan yang ada, perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan.

Kebhinnekaan yang ada, harus dipertahankan dan diperjuangkan karena ia menjadi prasyarat eksistensi bangsa. Upaya menyeragamkan yang beragam dengan dalih persatuan, memaksa yang berbeda untuk menjadi sama, atau merampas hak-hak orang lain yang liyan, adalah cara-cara fasis yang bertentangan dengan semangat Pancasila; keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kini, malah sedang berkembang fenomena kontra kebhinnekaan, dimana stigma kafir-munafik begitu mudahnya keluar dari mulut-mulut mereka yang mengaku "beragama", hanya karena perbedaan pilihan politik di Pilkada, parahnya politisasi agama yang overdosis itu, berefek pada fatwa pengharaman mensholatkan Jenazah mereka yang memilih calon gubernur berbeda, padahal pilihan berbeda itu adalah hak, dan hak-hak mereka yang berbeda (agama, suku, ras, golongan hingga pilihan politik pilkada) itu harus diperjuangkan. Karena itu adalah kebhinnekaan yang menjadi mozaik kebangsaan. Jadi masih mau bilang kebhinnekaan itu tidak perlu diperjuangkan?

Jadi omong kosong bicara memperjuangkan persatuan, tetapi membiarkan tenun kebangsaan (kebhinnekaan) dikoyak oleh isu sektarian.

Oh iya, bukannya logika ini sangat mirip -untuk tidak mengatakan sama- dengan logika tetangga sebelah, yang suka kopar-kapir itu? Iya, mereka memang menerima kebhinnekaan sebagai fakta, tapi coba lihat tindak tanduknya yang justru kerapkali kontra kebhinnekaan.

Lalu persatuan yang bagaimana yang ingin mereka perjuangkan? Jawabannya persatuan sektarian yang bertujuan memenangkan kelompok sendiri, kemudian mengorbankan kelompok lain?

Tetapi kita harus tetap husnudzon, ini kan momen Pilkada, jadi wajar saja kalau kengawuran itu dilakukan sekali dua kali untuk menyenangkan hati para pendukung, bukankah itu sah-sah saja? Selama bisa mendulang suara, menghianati visi yang selama ini diperjuangkan jadi tak masalah. Logika politik kekuasaan nir-visi kebhinnekaan mah memang begitu.

Jadi yang lucu itu, jika memilih calon gubernur yang semakin menunjukkan kengawurannya. Tapi yah mau bagaimana lagi, itulah kebhinnekaan Indonesia.

@zulfahmi idris


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment