Wednesday, April 12, 2017

Hati-hati Jakarta Dipimpin Taliban dan Boko Haram


DUNIA HAWA - Potret Pilkada Jakarta yang menginginkan 'Jakarta Bersyariah' oleh beberapa kelompok radikal pendukung Anies-Sandi mengingatkan kita kepada kelompok radikal di luar negeri. Lihat saja Boko Haram di Nigeria dan Taliban di Afganistan yang memaksakan paham radikalnya untuk diberlakukan kepada seluruh masyarakat dan membuat konflik dahsyat yang meruntuhkan sendi-sendi negaranya.

Anies-Sandi telah nyata merangkul kelompok radikal macam Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Forum Umat Islam (FUI), dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) sebagai afiliasi politiknya. Padahal, mereka secara terang-terangan mendeklarasikan paham NKRI bersyariah pada tahun 2005 melalui “Deklarasi Jakarta” yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, dan Pilkada Jakarta adalah langkah awal untuk menuju NKRI Bersyariah.

Bukan hanya itu, kelompok tersebut, khususnya FPI juga tercatat sebagai pelaku tindakan intoleran tertinggi di Indonesia.The Wahid Institut menyebut 30% tindakan kekerasan pada tahun 2010 dilakukan oleh FPI. Sementara, Setara Institut juga mencatat sepanjang tahun 2007-2010 FPI telah melakukan 107 tindakan kekerasan.  

Belajar dari Nigeria, Afganistan dan Pakistan


Tentu, Jakarta yang relatif damai dan aman tidak ingin seperti Nigeria, Afganistan, dan Pakistan. Hanya gara-gara keegoisan kelompok untuk memaksakan suatu paham dan sistem, keamanan dan ketentraman masyarakat tidak diperhatikan.

Sejatinya, pergerakan kelompok Boko Haram di Nigeria, dan Taliban di Afganistan dan Pakistan hanya menginginkan berdirinya negara Islam sepenuhnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, kelompok tersebut memberontak pemerintahan resmi, membunuh orang untuk membuat ketakutan, menculik untuk mencari sumber dana, dan melakukan tindakan keji lainnya.

Menurut Laporan Amnesty International, sepanjang tahun 2015 Boko Haram telah membunuh 3.500 jiwa. 2.000 jiwa. Di antaranya adalah perempuan yang dijadikan tukang masak, tentara, dan budak seks untuk militan Boko Haram. Perempuan lainnya, dibunuh karena tidak mematuhi perintah.

Sama halnya Nigeria, masyarakat Pakistan dan Afganistan juga menjadi korban dari keganasan kelompok Taliban yang menginginkan penerapan Islam secara menyeluruh. Bahkan, menurut pemimpin Taliban, Mulla Fazlullah menyatakan bahwa pembunuhan terhadap anak-anak dan perempuan bukanlah kejahatan.

Tercatat, pada tahun 2014 kelompok Taliban melakukan serangan mematikan ke sekolah Militer di Peshawar, Pakistan. Sedikitnya, mereka telah membunuh 130 anak-anak dan melukai beberapa guru dan staff sekolah.

Bahkan, menurut laporan yang dirilis oleh Amnesty International telah melakukan pembunuhan sistematis kepada warga sipil. Selain itu, laporan PBB menyatakan jumlah warga sipil yang menjadi korban kekerasan di Afghanistan naik sepertiga dalam semester pertama 2010. Di samping itu, pasukan Taliban membunuh warga sipil tujuh kali lebih banyak dari pasukan internasional.

Hal ini menjadi bukti bahwasanya pemaksaan faham dan penerapan suatu sistem tanpa melihat keragaman yang terjadi hanya akan memunculkan konflik dan menimbulkan korban. Jakarta Bersyariah yang diusung oleh kelompok radikal pendukung Anies-Sandi tidak berbeda dengan kelompok Boko Haram dan Taliban. 

Kelompok radikal pendukung Anies-Sandi ingin memaksakan paham dan penerapan sistem Jakarta bersyariah di tengah masyarakat Jakarta yang beragam. Tentu ini akan menyuburkan sikap intoleran dan memicu konflik horizontal  yang akan berdampak pada kehidupan masyarakat yang damai selama ini.

Bahaya Anies-Sandi dan Kelompok Radikal


Hubungan mesra yang dilakukan Anies-Sandi dengan kelompok radikal yang memaksakan Jakarta bersyariah mengisyaratkan Jakarta akan seperti Nigeria, Pakistan, dan Afganistan. Karena Jakarta bersyariah sendiri terbukti hanya mampu mengakomodasi kelompok tertentu saja dan menyingkirkan kepentingan kelompok lain yang tak sepaham.

Bahkan, konsep Jakarta bersyariah nantinya akan menjadi program 100 hari pertama yang akan diterapkan Anies-Sandi sesuai dengan kontrak politik dengan kelompok radikal tersebut. Seperti, menggunakan seragam syar’i untuk PNS, Polri, dan TNI di Jakarta, kewajiban penggunaan penghalang oleh pengelola di setiap tempat publik, serta larangan pentas seni yang terbukti hanya mengundang hawa nafsu.

Hal ini akan menimbulkan gejolak di tengah warga Jakarta yang beragam. Karena warga merasa kepentingan dan hak-haknya tidak terlindungi dengan baik oleh pemerintah. Sehingga, mereka merasa dinomorduakan sebagai sesama warga Jakarta.

Padahal, Jakarta yang relatif aman selama ini tercipta karena sikap toleransi dan saling menghargai di tengah keragaman warga Jakarta. Fakta Jakarta yang tidak hanya di huni umat Islam saja, juga menjadikan Jakarta bersyariah semakin tidak tepat. Seharusnya, Jakarta tetap menjadi berpancasila.

Bahaya Jakarta bersyariah juga bisa kita lihat dari beberapa peristiwa selama kampanye yang menggunakan isu SARA. Seperti, kasus Hindun yang tak disalati hanya karena memilih Ahok yang beda agama, dan cap kafir dan munafik  yang diberikan sesama muslim hanya karena perbedaan politik.

Di samping itu, Gagasan Jakarta beryariah oleh kelompok radikal-fundamental pendukung Anies-Sandi sama sekali tidak mencerminkan Islam rahmatal lil alamin. Islam yang ada di tengah, tidak berada dalam kutub ekstrem dalam pemahaman dan pengamalannya.

Hadirnya Jakarta bersyariah juga menjadi kemunduran demokrasi kita yang sedang berjalan maju. Padahal, demokrasi kita yang berjalan beriringan dengan wajah Islam toleran menjadi model yang sangat baik dalam hal hubungan antara Islam dan demokrasi.

Oleh karena itu, memilih Anies-Sandi yang didukung kelompok radikal sama saja kita menginginkan Jakarta seperti Nigeria, Pakistan, dan Afganistan. Di sisi lain, Anies-Sandi juga terbukti tidak berkomitmen menghadirkan Jakarta yang berpancasila.

Maka dari itu, tidak ada pilihan bagi warga jakarta yang ingin menghadirkan Jakarta berpancasila selain kepada Basuki-Djarot. Selain terbukti, Basuki-Djarot selalu menggaungkan persatuan dan kesatuan untuk seluruh lapisan masyarakat Jakarta.

@m ari setiawan


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment