Wednesday, April 5, 2017

Anies Makin “Ngawur”


DUNIA HAWA - Gelagat  politik Anies Rasyid Baswedan semakin kelihatan “ngawur”. Tidak terukur, tidak terarah. Sepertinya visi politiknya sebatas retorika. Gagasan program kerjanya hanya sekedar isapan jempol semata. Kepandaian retorikanya sama sekali tidak menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang mantan rektor dan mantan menteri.

Anies Rasyid Baswedan ini hanya bernafsu untuk mencapai kekuasaan. Orientasinya sama sekali tidak menyentuh persoalan warga Jakarta. Memang kata-katanya halus, jago debat, tapi jika anda sadari betul kehalusan kata-katanya itu menyakitkan. Anies yang tampak tenang itu justru telah suka menuduh dibandingkan lawannya Basuki Tjahaya Purnama (Ahok).

Jika bicara jam terbang, Ahok jauh lebih baik dari Anies. Sebagai orang yang jauh lebih paham dunia politik hingga birokrasi, pantas Ahok bersikap tegas terhadap berbagai kebijakan. Mestinya juga Anies seorang Akademisi yang baru terbit di dunia politik bisa memilah dan memilih tindakan yang tepat untuk kesejahteraan warga.

Sebagai seorang mantan rektor juga menteri, Anies Rasyid Baswedan mestinya cerdas menentukan visi politik. Namun tidak demikian, program kerjanya banyak yang menilai tidak rasional. Dugaan ini semakin terang ketika rentetan debat bahwa Anies tidak mampu membeberkan visi kerja justru lebih suka menyerang lawan.

Hingga saat ini menjelang pilkada putaran kedua, Anies semakin menunjukkan betapa tidak hebatnya dia. Anies sama sekali tidak memiliki kemampuan di dunia politik. Visi kerja politiknya hanya nafsu identitas. Egonya lebih besar dibandingkan visinya kepada warga Jakarta.

Debat berkali-kali pun Anies akan tetap sama. Jalur politiknya retoris, sekedar bernafsu kuasa. Warga Jakarta akan bosan mendengar kata-kata manisnya, karena memang kepandaiannya di ruang debat namun berbeda terbalik ketika di lapangan.

Anies Rasyid Baswedan ini “ngawur” menentukan jejak politiknya. Dengan melihat kemajemukan warga Jakarta justru bergandengan tangan dengan kelompok intoleran. Umumnya seorang akademisi sangat tegas memperjuangkan toleransi. namun Anies berbeda, setelah terjangkiti politik identitas, kini merangkul kelompok intoleran. Sama saja Anies membukakan pintu bagi mereka yang mengusung ideologi asing di Jakarta.

Baru-baru ini Anies-Sandi menyadari, namun terlambat, mengerahkan ribuan relawan untuk menurunkan spanduk SARA, spanduk Jakarta bersyariat, dan sebagainya. Gerak politiknya lucu dan ngawur. Setelah terbukti melakukan politisasi masjid hingga jenazah kini tiba-tiba bertaubat. Karena politik jadi seakan semua sikap benar.

Sampai disini sebenarnya sudah sangat cukup bukti bahwa Anies Rasyid Baswedan itu “ngawur”. Jakarta itu ibukota yang mejamuk paripurna. Dengan tidak menduga-duga, kegaduhan yang terjadi di Jakarta hingga Istana, adalah buntut dari proses politik ini. Jika Anies Baswedan tidak memberi kesempatan kepada kelompok intoleran maka kegaduhan bangsa ini tidak akan terjadi.

“Ngawur”-nya Anies yang terbaru adalah pidato kebangsaannya di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (3/4/2017). Ada yang aneh memang, untuk Jakarta Anies membuat acara “Pidato Kebangsaan”. Sepertinya tidak hanya Jakarta yang ini dia kuasai namun seluruhnya. Namun ada hal yang “ngawur” lebih dari itu lagi.

Soal isi pidatonya, mungkin ini yang Anies sebut sebagai kebangsaan. Anies dengan cara orasi yang seperti itu, mengular-ular, mengatakan kurang lebih demikian “bahwa kebhinekaan itu fakta tidak perlu diperjuangkan, yang perlu diperjuangkan itu persatuan.” Setelah bertahun-tahun Indonesia merdeka, dengan stamina kehidupan yang beragam, seorang Anies mengatakan kebhinekaan itu tidak penting.

Semoga bapak Prabowo Subianto memberikan pencerahan kepada kadernya ini. Kebhinekaan itu final paripurna. Kebhinekaan itu memang fakta, dan itulah yang harus diperjuangkan. Melalui kebhinekaan itulah bangsa Indonesia kuat dan merdeka. Beragam suku, bahasa, budaya, agama, merupakan simbol dari persatuan dan kesatuan.

Anies semakin ngawur bicara kebangsaan. Jika yang dimaksud memperjuangkan persatuan adalah persamaan maka lebih “ngawur lagi”. Persatuan itu adalah dalam spirit kebhinekaan. Perbedaan itu sumber kekuatan, nasionalisme, saya yakin Pak Prabowo lebih paham soal spirit nasionalisme.

Jika Anies Rasyid Baswedan ingin memperjuangkan persatuan dalam persamaan sama halnya ia menolak pancasila. Ragam bahasa, budaya, agama, etnis, suku, tidak bisa dipersatukan dalam bentuk persamaan bahasa maupun agama. Dalam kebhinekaan perekat perbedaan itu adalah pancasila dan nasionalisme. Maka Anies memang “ngawur” bicara soal kebangsaan.

Lalu, apa bedanya Anies dengan kelompok intoleran yang memperjuangkan Jakarta bersyariat, NKRI bersyariat. Kami tidak akan pernah lupa, jika Anies Baswedan kini berangkulan dengan FUI, MMI, HTI, FPI, dalam merebut kursi DKI 1. Tapi saya yakin bahwa kebhinekaan tetap akan solid dalam sebuah perjuangan demi keutuhan NKRI.

 Kini, warga Jakarta harus menentukan sikap. Jangan menyerahkan Jakarta kepada “kengawuran” yang kian tidak Jelas. Serahkan Jakarta kepada pemimpin cerdas dan yang serius bekerja.

@abhiyasa


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment