Sunday, March 26, 2017

Pagi dan Secangkir Kopi


DUNIA HAWA - Melihat apa yang dilakukan FPI dengan melempari polisi yang terdesak dengan batu dan kayu, saya jadi teringat sesuatu. 

Saya ingat video yang sama yang saya tonton di Afghanistan waktu sekelompok besar orang berbaju putih dan hitam melempari seorang wanita yang dituduh berzina oleh suaminya. 

Wanitanya jelas mahluk yang lemah dan tak berdaya secara fisik. Tapi ia diserbu oleh puluhan lelaki "gagah perkasa" yang menjambak, memukul dan terakhir menghujani dan menimbuni dia dengan batu besar, sampai jerit tangisnya hilang. 
Dan disana kudengar nama Tuhan diteriakkan..

Saya juga jadi ingat video di Mesir. Tidak lama sesudah Morsy berkuasa sehabis menjatuhkan Hosni Mubarak, segerombolan lelaki yang berbaju putih dan sebagian hitam panjang, masuk rumah dan menyeret keluar seorang yang mereka stempel syiah. 

Puluhan dari mereka memukulnya dan terakhirnya menghantamnya dengan batu sampai mati. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya di posisi lelaki itu, ketika ia harus melawan segerombolan massa yang tidak bisa diajaka dialog dengan akal dan cenderung mengedepankan nafsu binatangnya. 

Dan diantara para binatang itu, saya mendengar nama Tuhan kembali diteriakkan dengan bangga. 

Entah berapa puluh video yang kutonton dengan model yang sama tapi dengan lokasi yang berbeda di Suriah, di Irak, di Somalia dan juga Nigeria. Aku jadi begitu hapal perilaku mereka.

Dan sekarang mereka ada disini berbaju FPI dan ormas lain dengan nama berbeda tapi hakikatnya sama. Merasa berkuasa ketika berada dalam kelompok massa. Seperti hyena yang berkelompok mencari bangkai sama-sama. 

Sudah waktunya para koordinator yang menunggangi aksi2 seperti itu ditangkap, dan bertanggung jawab terhadap kerusakan yang mereka lakukan. Kekerasan itu seperti virus yang menular dengan cepat, ketika tidak dicegah ia akan meranbat merasuki otak-otak kecil dengan saluran darah terhambat. 

Apalagi sekarang ada media sosial dengan kecepatan menyebarkan secepat cahaya..

Tapi tunggu, jangan-jangan kita juga bagian dari perilaku seperti itu?

Tanpa gamis, tanpa batu, kita duduk menonton dan memberi semangat para pengecor kaki yang tanpa mereka sadari bahwa mereka menyiksa diri sendiri, tapi kita menjulukinya pahlawan tanpa pernah mengingatkan bahwa banyak hal yang bisa dilakukan dengan lebih elegan? 

Ah, ternyata kita sama-sama binatang dengan bentuk dan cara yang berbeda. Kita sama seperti mereka yang mendorong segala bentuk kekerasan. 

Mungkin ketika ada yang membakar diri sebagai tanda protes nanti, kita kembali akan menjulukinya kembali sebagai pahlawan di hati tanpa pernah berusaha memberi penyadaran bahwa tidak ada tempat di mata Tuhan bagi mereka yang membunuh dirinya sendiri. 

Tanpa secangkir kopi, memang pagi jadi kurang berarti. Dan akhirnya kusadari, berusaha waras di tengah semua kegilaan ini adalah kegilaan tersendiri. Seruput.

@denny siregar


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment