Saturday, March 25, 2017

Ini yang Menyebabkan Jokowi Diam Soal Izin Pabrik Semen di Rembang


DUNIA HAWA - Keputusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh para penggugat yang atas tergugat Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan tergugat intervensi PT Semen Gresik.Tbk, atas penerbitan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 tahun 2012 tertanggal 7 Juni 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik.Tbk, di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, adalah bertentangan dengan banyak aturan hukum dan tidak sesuai dengan hukum acara tata usaha negara, dikarenakan:

Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo (sebelum Ganjar Pranowo) telah mengeluarkan izin lingkungan dan telah disosialisasikan sejak 22 Juni 2013. Sementara pihak penguggat baru melayangkan gugatannya ke PTUN Semarang pada 1 September 2014. Padahal gugatan ke PTUN hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu 90 hari sejak keputusan itu diterbitkan oleh Bibit Waluyo.

Sehingga keputusan PTUN Semarang yang menolak gugatan penggugat dan PTUN Surabaya yang memperkuat putusan PTUN Semarang sudah tepat dan benar secara hukum, tetapi yang justru mencurigakan ada apa dengan Mahkamah Agung? Mengapa Mahkamah Agung sampai nekad menabrak hukum acara tata usaha negara, khususnya UU Nomor 5 Tahun 1986: Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Karena sesungguhnya sudah tidak ada alasan hukum apapun ataupun pertimbangan hukum apapun dari Mahkamah Agung untuk menerima gugatan tersebut, dikarenakan gugatan baru diajukan 438 hari (terhitung sejak 22 Juni 2013-1 September 2014).

Bahkan tidak hanya hukum acara tata usaha negara saja yang ditabrak, Mahkamah Agung juga telah mengingkari Putusan MK Nomor 1/PUU-V/2007 terkait permohonan uji materill terhadap tenggang waktu 90 hari tersebut, dalam salah satu pertimbangan MK: ‘’Mahkamah berpendapat setiap undang-undang menyangkut keputusan/penetapan TUN selalu ditentukan tenggang waktunya. Hal tersebut justru untuk memberikan kapastian hukum sampai kapan keputusan tersebut dapat digugat’’.

Jadi bisa dibayangkan Mahkamah Agung saja sampai nekad menabrak putusan MK Nomor:1/PUU-V/2007 dan mengabulkan gugatan para penggugat yang menolak pembangunan pabrik semen , secara terang-terangan telah merusak dan mengacaukan hukum acara tata usaha negara, juga menimbulkan ketidakastian hukum, dikarenakan Mahkamah Agung telah mengabaikan batas tenggang waktu 90 hari untuk menguggat suatu keputusan pejabat administrasi negara. Padahal pembatasan tenggang waktu adalah mutlak di semua tingkatan pengadilan, termasuk tenggang waktu di Pengadilan Negeri. Sehingga ada apa dengan MA?

Selain itu,  Mahkamah Agung juga telah Pasal 93 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengeloaan Lingkungan Hidup. Dalam pasal tersebut secara eksplisit dinyatakan bahwa yang jadi syarat wajib atau mutlak untuk diajukannya gugatan atas keputusan TUN berupa izin lingkungan hanya apabila izin lingkungan dikeluarkan tanpa dilengkap dengan dokumen AMDAL.

Sedangkan fakta hukumnya , Gubernur Jawa Tengah selaku tergugat baru mengeluarkan izin lingkungan setelah adanya dokumen AMDAL. Padahal secara hukum jelas dan terang-benderang bahwa tidak tidak ada alasan ataupun pertimbangan hukum apapun bagi MA untuk mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh para penggugat atas tergugat (Gubernur Jawa Tengah) dan tergugat intervensi (PT. Semen Gresik.Tbk), dikarenakan para penggugat sudah tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menggugat izin lingkungan tersebut, dikarenakan izin lingkungan itu dikeluarkan setelah adanya dokumen AMDAL, bukan sebaliknya.

Bahkan tergugat intervensi (PT. Semen Rembang.Tbk) pun telah melakukan kajian lingkungan hidup yang tercantum dalam dokumen AMDAL beserta Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), atas dasar dokumen AMDAL tersebut, tergugat (Gubernur Jawa Tengah) menerbitkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/10 tahun 2012 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen oleh PT Semen Gresi.Tbk di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tertanggal 30 April 2012, yang untuk selanjutnya disebut  sebagai ‘’Keputusan Gubernur Kelayakan Lingkungan Hidup), yang berati rencana usaha penambangan dan pembangunan pabrik semen sudah layak dari aspek lingkungan hidup.

Tetapi satu hal yang perlu diingat dari putusan PK MA mengenai pembangunan pabrik semen di Kendeng, bahwa sekalipun dalam amar putusan PK ,MA menyatakan bahwa Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor: 660.1/17 tahun 2012 tertanggal 7 Juni 2012 (yang dikeluarkan Bibit Waluyo- Gubernur Jawa Tengah sebelum Ganjar Pranowo) tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik.Tbk, di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, adalah batal dan mewajibkan tergugat (Gubernur Jawa Tengah saat ini, Ganjar Pranowo) mencabut Surat Keputusan Gubernur Nomor: 660.1/17 tahun 2012 tertanggal 7 Juni 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik.Tbk, di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Amar PK MA tersebut bukan berarti MA memerintahkan agar pembangunan pabrik semen dibatalkan, tetapi amar putusan PK MA hanya memerintahkan agar dilengkapi dulu dokumen lingkungan hidupnya termasuk KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis), bukan menghentikan pembangunan pabrik semen, itu yang perlu dipahami dan dicatat dari aspek hukumnya. Dan keputusan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang kembali menerbitkan izin lingkungan lewat Keputusan Gubernur Nomor 660.1/6 Tahun 2017 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen PT Semen Indonesia di Kabupaten Rembang, adalah sudah sesuai dengan hukum, dikarenakan sudah didahului dengan adanya dokumen AMDAL, KLHS hanya sebagai pelengkap AMDAL saja.

Karena salah satu kelemahan penggugat adalah tidak memiliki bukti kalau izin lingkungan dikeluarkan tanpa adanya dokumen AMDAL, itulah kelemahan hukum para penggugat, sehingga sudah benar secara hukum jika izin lingkungan kembali dikeluarkan dan itu tidak melanggar putusan PK Mahkamah Agung, karena justru Mahkamah Agung lah yang melanggar syarat formil gugatan keputusan TUN dan mengacaukan hukum acara tata usaha negara, terutama batas tenggang waktu. Sehingga sangat wajar jika Presiden Jokowi tidak mau ikut campur dalam urusan pembangunan pabrik semen ini, dikarenakan memang tidak ada kesalahan prosedur hukum , semua sudah berjalan sesuai aturan hukum, hanya saja tinggal menunggu pelengkap AMDAL, yakni KLHS. Setelah dokumen AMDAL dilengkapi dengan KLHS, maka pembangunan pabrik semen akan tetap berjalan.

@ricky vinando


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment