Thursday, June 30, 2016

Hakim di Riau Minta THR ke Pengusaha


Hakim PN Tembilahan, Riau, ketahuan Minta THR ke pengusaha.

Dunia Hawa — Lagi-lagi dunia peradilan menjadi buah bibir. Setelah ramai-ramai dugaan suap di tubuh peradilan, kali ini beredar surat permintaan THR dengan kop surat Pengadilan Negeri (PN) Tembilahan, Riau. Surat permintaan itu ditandatangani langsung oleh Ketua Pengadilan PN Tembilahan Y Erstanto Windiolelono dan kabarnya dikirimkan kepada sejumlah perusahaan di Riau.


Sebagaimana diketahui, Estanto mengedarkan surat permohonan THR ke pengusaha di Indragiri Hilir, Riau. Berikut isi suratnya:

Bahwa sehubungan dengan dekatnya hari raya Idul Fitri 1437 H tahun 2016, kami selaku pimpinan akan mengadakan pemberian bingkisan dan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada Karyawan/Karyawati Pengadilan Negeri Tembilahan.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, kami mengharapkan bantuan dan partisipasi dari Bapak/Ibu/Saudara Pimpinan Perusahaan demi terlaksananya kegiatan dimaksud, mengingat kegiatan tersebut akan terlaksana dengan baik serta sukses apabila adanya bantuan dan partisipasi dari Bapak/Ibu/Saudara.

Demikian untuk dapat dipertimbangkan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Surat ini diteken dan distempel basah oleh Ketua PN Tembilahan Y Erstanto Windioleleno, SH, MH. Di bawah tanda tangan lengkap dengan nomor induk pegawai (NIP) 19731022 199903 1004. 

Menyusul beredarnya surat itu, Mahkamah Agung (MA) langsung merespons dengan cepat. Erstanto langsung dicopot dan dimutasi menjadi hakim non palu di Pengadilan Tinggi Ambon. Artinya Erstanto tak lagi bisa menyidangkan perkara. Selain dimutasi, Erstanto juga diberikan sanksi tidak menerima tunjangan, sehingga dia hanya menerima gaji sebagai PNS senilai Rp4 juta. Sementara tunjangan senilai Rp17 juta diberhentikan sementara.

Guna mencegah kejadian serupa, MA mengeluarkan surat edaran MA (SEMA) yang memberitahukan larangan menerima parsel dalam bentuk apapun bagi aparat pengadilan. MA akan mengenakan sanksi disiplin bagi pelanggar surat edaran ini, baik pemberi maupun penerima.

SEMA ini bukan surat edaran yang pertama kali melarang pemberian dan penerimaan parsel di lingkungan pengadilan. Sebelumnya, MA pernah mengeluarkan SEMA No 9 Tahun 2010 yang berisi hal yang sama.

Di luar kasus ini, permintaan aparat pengadilan kepada sejumlah pihak tertentu bukan hal yang baru. Menurut Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, Erstanto hanyalah satu orang hakim yang sembrono. “Mungkin biasanya diam-diam tanpa surat. Praktik-pratik seperti itu ada, sudah rahasia umum. Ini baru saja ketahuan pakai surat resmi,” katanya.

Permintaan THR kepada sejumlah perusahaan menurutnya adalah praktik yang lebih kejam dari korupsi. Apalagi permintaan sudah menggunakan surat edaran resmi yang ditandatangani kepala pengadilan. “Ini pemerasan sudah keterlaluan, dosa paling besar penegak hukum.”

Oleh karena itu dia menyesali putusan MA yang hanya memutasi pejabat terkait. Seharusnya aparat pengadilan yang meminta sesuatu kepada pihak tertentu langsung diberhentikan secara tidak hormat. Apalagi dalam kasus ini sudah jelas ada surat yang disertai dengan tanda tangan. MA tak perlu lagi membuat penyelidikan internal untuk memverifikasi kebenarannya

[muhammad khadafi/ solopos]
[andi syaputra/ detiknews]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment