Wednesday, October 5, 2016

Jaksa Ajukan Tuntutan 20 Tahun Penjara untuk Jessica


DUNIA HAWA - Tim jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan tuntutan ke majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) agar menghukum Jessica Kumala wongso dengan penjara 20 tahun. JPU dari Kejaksaan Negeri Jakpus meyakini Jessica telah bertindak sadis dengan membunuh Wayan Mirna Salihin menggunakan sianida.

Pada persidangan di PN Jakpus, Rabu (5/10) malam, anggota tim JPU, Melani menyatakan, Jessica menaburkan lima gram sianida ke dalam es kopi Vietnam yang diminum Mirna di Cafe Olivier, Grand Indonesia Shopping Mall, Jakarta Pusat pada 6 Januari 2016. Jaksa menyatakan Jessica telah merencanakan tindakannya sehingga  melanggar pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.

“Agar majelis hakim yang mengadili perkara ini menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Jessica Kumala Wongso selama 20 tahun," ujar Melani saat membacakan tuntutan.
Sebelum menyampaikan petitum tuntutan, JPU menguraikan perbuatan Jessica terlebih dahulu. JPU menyebut Jessica menghabisi Mirna karena sakit hati.

Menurut JPU, rasa sakit hati Jessica karena pacarnya, Patrcik pernah disebut Mirna sebagai pengguna narkoba. Mirna pun meminta Jessica menjauhi Patrcik.
Karena sakit hati, Jessica terdorong menghabisi Mirna. Ia lantas mengajak Mirna bertemu di Cafe Olivier, Grand Indonesia Shopping Mall pada 6 Januari 2016. Ajakan itu melalui komunikasi di WhatsApp Group.

Jessica berjanji akan mentraktir Mirna. Saat itu Jessica juga memperlihatkan daftar minuman yang dijual Cafe Olivier melalui WhatsApp.

Ternyata Mirna menyatakan suka es kopi Vietnam di grup. Lalu, Jessica berinisiatif memesankan es kopi Vietnam.

Saat itu Jessica datang terlebih dahulu ke Cafe Olivier. Ia masuk dan mengamati suasana kafe.
Tak lama kemudian, Jessica meninggalkan kafe itu untuk menuju sebuah toko dan membeli sabun.

Jessica lantas meminta sabun yang ia beli dimasukkan ke dalam tiga paper bag. Setelah itu, Jessica kembali ke Cafe Olivier dengan  membawa tiga paper bag. Dia kemudian memesan meja nomor 54.

JPU menyebut Jessica mengatur satu per satu paper bag di atas meja 54. Jaksa menguraikan, ketika pelayan kafe, Agus Triono mengantarkan es kopi Vietnam ke meja 54, sedotan masih berada di atas tisu di samping gelas dengan ujung terbungkus.

Lalu, saksi Agus meninggalkan meja dengan posisi kopi belum teraduk dan sedotan tidak di dalam gelas.  Tak lama kemudian ada Marwan, pelayan lainnya yang mengantarkan dua koktail. Saat mengantarkan koktail, Marwan melihat sedotan belum masuk ke dalam gelas.

Saat Marwan meninggalkan meja, Jessica berpindah duduk ke tengah sofa dan tidak terpantau CCTV. Dia kemudian menyusun tiga paper bag untuk menutupi aktivitasnya dari pengunjung.

Namun, kata jaksa, dari tayangan CCTV terlihat gerakan tangan Jessica mengambil lima gram sianida dari dalam tas warna cokelat di sebelah kirinya. Jessica lantas memasukkan sianida ke dalam gelas kopi yang disajikan untuk Mirna.

Setelah itu, Jessica memindahkan gelas kopi ke tengah meja. Jessica lantas memindah paper bag ke belakang sofa. Dia duduk ke posisi semula, yakni di ujung sofa yang bersebelahan dengan meja 53.

Saat Mirna datang dan langsung duduk tepat di depan es kopi. Mirna bertanya pemilik minuman yang ada di atas meja.

Jessica menjawab minuman itu untuk Mirna. Padahal, sebenarnya Mirna keberatan dipesankan duluan.

Mirna ingin memesannya ketika ia sudah tiba di kafe. Karena sudah dipesankan, Mirna kemudian meminum es kopi Vietnam pesanan Jessica.

Tak berselang lama, Mirna menyatakan kopi tidak enak dan mengerikan. Mirna juga menyodorkan kopi ke Jessica untuk mencicipinya. Namun, Jessica menolaknya.

Saat itu ada saksi bernama Hani Juwita yang berinisiatif mencicipi. Hani merasakan pahit dan sedikit panas di lidah. Lalu kopi diletakkan Hani kembali ke meja. Tak lama, Agus Triono lewat di meja 54 dan melihat warna es kopi seperti warna air kunyit.

Sekitar dua menit kemudian, Mirna pingsan di tempat duduknya. Kepalanya bersandar di sofa dan mulutnya mengeluarkan buih.
Pandangan mata Mirna dan tubuhnya kejang-kejang. Hani berusaha membangunkannya.
Hani juga menelepon Arief Soemarko, suami Mirna. Sedangkan Jessica hanya diam saja.

Mirna sempat dibawa ke Klinik Damayanti, lantai 1, Mall GI sebelum dilarikan ke Rumah Sakit Abdi Waluyo, Menteng, Jakarta Pusat. Mirna dinyatakan meninggal dunia oleh dokter jaga RS Abdi Waluyo.

Jessica dan tim penasihat hukum menyatakan tidak terima atas tuntutan hukuman mati yang disampaikan JPU. Karenanya Jessica maupun penasihat hukum yang dipimpin Otto Hasibuan akan menyampaikan nota pembelaan.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan pada persidangan Rabu 15 Juni 2016,  jaksa menyebut Jessica  dengan sengaja dan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain. Jessica menabur racun natrium sianida (NaCN) ke gelas berisi es kopi Vietnam yang disajikan untuk Mirna. 

Inilah Daftar 10 Kebohongan Jessica versi Jaksa


Jaksa penuntut umum (JPU) membeber sederet kebohongan Jessica Kumala Wongso yang menjadi terdakwa pembunuhan atas Wayan Mirna Salihin.

Daftar kebohonan Jessica itu dipaparkan pada persidangan dengan agenda pembacaan surat putusan.

Pertama, Jessica pernah mengikuti pelatihan pertolongan pertama kepada korban saat bekerja di New South Wales Ambulance, Australia. Tapi Jessica justru tak menolong Mirna saat mengalami kejang-kejang usai meminum es kopi Vietnam di Cafe Olivier Grand Indonesia Shopping Mall, Jakarta Pusat, 6 Januari 2016.

Padahal JPU meyakini Jessica punya pengetahuan tentang cara memberi pertolongan pertama. "Namun tidak digunakan saat menolong Mirna," kata anggota tim JPU, Melani.

Kedua, Jessica tidak mengakui bahwa ia pernah menceritakan ihwal pacarnya, Patrick kepada Mirna. Padahal, lanjut jaksa, berdasarkan keterangan suami Mirna, Arief Sumarko, istrinya tahu soal Patrick.

Mirna tahu nama Patrick juga dari Jessica. "Arief mengaku tahu nama Patrick," katanya.

Ketiga, Jessica tidak mengakui keterangan tertulis mantan bosnya di NSW Ambulance, Kristie Louise Carter yang juga pernah bersaksi. Menurut JPU, Kristie menyatakan bahwa Jessica memiliki kepribadian berbeda.

Jessica bisa bersikap baik. Namun, tiba-tiba berubah marah jika kemauannya tidak dituruti.

Keempat,  Jessica juga tidak mengaku pernah menceritakan ada kawan perempuannya yang akan menikah di Indonesia dengan mantan kekasihnya. Namun, Jessica tidak pernah menyebut nama mantan pacarnya  itu.

Kelima, Jessica pada 2014 terobsesi dengan Patrick. Namun, pada 2015 hubungannya dengan Patrick retak.  Lalu 28 Oktober 2015, Jessica pernah dirawat di rumah sakit karena ingin bunuh diri.
Hanya saja Jessica juga tidak mengakuinya. Ia malah menyodorkan dalih dengan mengatakan; "Seandainya saya ingin membunuh orang saya pasti tahu caranya, saya bisa mendapatkan pistol dan dapatkan dosis yang tepat."

Keenam, Jessica juga tidak mengakui bahwa ia pernah dinasihati Mirna lantaran berpacaran dengan pemakai narkoba. Padahal Jessica malah karena nasihat dari Mirna hingga memutuskan untuk tidak berkomunikasi lagi.

Ketujuh, Jessica tidak mengakui sempat mengelilingi meja nomor 54 di Cafe Olivier. Jessica juga tidak mengakui berjalan sambil menengok ke dalam Cafe Olivier.  
"Tidak mengakui menyentuh atau memindahkan sedotan dari samping ke dalam gelas setelah kopi disajikan," kata Melani.
Padahal, lanjut jaksa, Marwan, pelayan kafe yang mengantarkan koktail pesanan Jessica mengaku melihat sedotan sudah berada di dalam gelas. "Padahal tidak ada orang lain selain terdakwa (Jessica, red),” paparnya.

Kedelapan,  Jessica tidak mengakui menyusun paper bag di meja. Jessica juga tidak mengakui memasukkan racun sianida ataupun memindahkan  gelas ke tengah meja 54. "Padahal gerakan terpantau CCTV," katanya.

Kesembilan, Jessica mengaku membantu Mirna, bahkan menggoyangkan tangan korban saat kejang-kejang. Padahal, ujar jaksa, menurut kesaksian Hani Juwita yang juga ikut dalam pertemuan di Cafe Olivier menyebut Jessica tidak melakukan itu.  "Terdakwa diam saja dan tidak membantu Mirna," katanya.

Terakhir, Jessica menolak hasil BAP rekonstruksi. Padahal, kata jaksa, rekonstruksi itu dilakukan dalam keadaan sadar.

Ini Hal yang Memberatkan Jessica


Jessica Kumala Wongso dituntut 20 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat karena melakukan pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin.

Jessica dinilai terbukti meracuni Mirna dengan menabur racun sianida ke dalam es kopi Vietnam di Cafe Olivier, Rabu 6 Januari 2016.
Jessica melanggar pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.

 "Menuntut majelis hakim menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana," kata Jaksa Melani membacakan tuntutan.

Sebelum membacakan tuntutan, jaksa menyampaikan pertimbangan meringankan dan memberatkan Jessica. Namun, jaksa tidak menemukan hal yang bisa meringankan perbuatan Jessica.

 "Hal yang meringankan tidak ada," tegas Melani.

Adapun hal yang memberatkan Jessica, kata jaksa, meninggalnya Wayan Mirna telah membuat kepedihan mendalam terhadap keluarga yang ditinggalkan. 
Jaksa menyatakan, perencanaan membunuh Mirna dipersiapkan Jessica secara matang. "Ada keteguhan niat dari terdakwa.

Perbuatan terdakwa keji karena dilakukan terhadap sahabat sendiri," katanya. 

Perbuatan terdakwa dengan menggunakan racun sianida tidak langsung membunuh Mirna. "Tapi, menyiksanya sampai akhirnya meninggal dunia," tegas Melani. 

Jessica selama persidangan memberikan keterangan berbelit-belit, tidak mengakui dan tak menyesali perbuatannya. Jessica, ujar Melani, membangun alibi dengan menyebarkan informasi menyesatkan. 

"Tujuannya menghambat proses penegakan hukum," katanya.

Penasehat Hukum Otto Kaget JPU Berani Mengatakan Itu


Otto Hasibuan mengaku kaget mendengar tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya Jessica Kumala Wongso. 
Pasalnya, dalam tuntutan yang dibacakan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (5/10), Jessica dinyatakan telah memasukkan racun sianida sebanyak lima gram ke dalam es kopi Vietnam yang diminum Wayan Mirna Salihin, sehingga mengakibatkan kematian.  
"Saya juga kaget. Bayangkan, persidangan ditonton jutaan masyarakat. Dan selama ini setahu saya, tidak ada saksi di pengadilan yang mengaku melihat Jessica memasukkan sesuatu," ujar Otto di luar sidang, Rabu petang. 

Selain tidak ada saksi yang melihat, saksi ahli yang menganalisa rekaman CCTV dari Kafe Olivier, M Nuh kata Otto, juga tidak pernah mengatakan kalimat tersebut. 

"M Nuh hanya mengatakan seakan-akan, ada gerakan (tangan Jessica). Jadi entah dari mana jaksa mengatakan lima gram. Kalau segitu dia (Jaksa,red) menimbang berarti. Sekarang di mana barang itu? Makanya kami prihatin, kok bisa-bisanya jaksa berani mengatakan itu," ujar Otto.

Menurut Otto, dari sebagian tuntutan yang telah dibacakan, dirinya merasa jaksa hanya bermain kata-kata dan mencoba merangkai persesuaian-persesuaian. Sementara terkait pembuktian, belum juga muncul. 

"Kasus ini sebenarnya sangat simple, bahwa intinya tidak ada bukti Jessica memasukkan sesuatu, tak ada yang melihat. Jadi yang utama, kalau ada yang diminum (racun sianida,red) tentu ada sianida dalam tubuh. Nah sekarang laboratorium forensik Polri mengatakan negatif. Ini (barang bukti hasil pemeriksaan labfor Polri,red) Jaksa lho yang mengajukan. Jadi kenapa sekarang dikatakan seakan-akan ada sianida," ujar Otto. 

JPU Minta Hakim Abaikan Saksi Ahli Jessica


Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat meminta hakim menolak keterangan ahli patologi dari Australia Profesor Beng Beng Ong, yang dihadirkan kubu Jessica Kumala Wongso. 

Selain Beng Ong, jaksa juga meminta hakim mengabaikan ahli toksikologi forensik Djaja Surya Atmadja, ahli toksikolog forensik Australia, Michael Robertson dan ahli Budiyawan.

Ketua Tim JPU Ardito menyatakan, sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana hakim harus memerhatikan cara hidup, kesusilaan, serta hal yang bisa memengaruhi tingkat kepercayaan terhadap keterangan seorang saksi atau ahli. 

Ardito menyatakan, keterangan ahli Beng Ong tidak layak dipertimbangkan. Sebab, Beng Ong bermasalah. Beng Ong datang ke Indonesia secara ilegal. Sebab, ia datang menggunakan visa kunjungan. Harusnya, Beng Ong membawa visa izin tinggal terbatas. "Ahli patologi forensik Prof Beng Beng Ong datang secara illegal," kata Ardito di sidang tuntutan Jessica di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (5/10). 
Akibatnya, Beng Ong dicekal selama enam bulan. Ahli ini juga dideportasi ke Australia oleh Imigrasi Klas I Jakpus. 

Menurut Ardito, dengan dicekal dan dideportasinya Beng Ong, maka kredibilitasnya cacat secara hukum. "Sehingga keterangannya tidak dapat dinilai dan harus dikesampingkan oleh hakim," katanya. 

Selain Beng Ong, Ardito menyatakan ahli Michael Robertson juga sebagai orang yang tengah bermasalah secara hukum. Menurut dia, surat perintah penangkapan terhadap Robertson dari Amerika Serikat masih berlaku.

"Maka kredibilitas dan integritas Michael Robertson cacat secara hukum. Selayaknya majelis hakim mengesampingkan keterangannya," ujar dia. 

Kemudian, ahli Djaja Surya Atmadja dianggap tidak punya kemampuan bidang kimia. "Dia bukan saksi ahli toksikologi forensik sehingga keterangannya harus dikesampingkan majelis hakim," katanya.

Sedangkan ahli toksikologi Budiawan dianggap jaksa mencoba mengaburkan fakta dengan menyamarkan pengetahuannya.
Jaksa juga menyatakan, ahli Rismon juga harus dikesampingkan karena barang bukti yang dianalisis tidak didapatkan secara resmi.

 JPU Sebut Motif Jessica Bunuh Mirna Tak Perlu Dibuktikan


Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus kematian Wayan Mirna Salihin menyebut motif hanya merupakan bonus, sehingga tidak harus dibuktikan dalam kasus pembunuhan berencana. 

Pandangan terangkum dalam tuntutan JPU terhadap terdakwa Jessica Kumala Wongso, yang dibacakan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (5/10). 
Menurut Jaksa Maylany Wuwung, jawaban dikemukakan menanggapi pernyataan saksi ahli Pakar Hukum Pidana Muzakkir beberapa waktu lalu. Bahwa motif sangat diperlukan dalam pengungkapan kasus pembunuhan berencana. 

"Tanggapan kami, unsur delik dalam Pasal 340 KUHAP yaitu unsur barang siapa, sengaja, rencana dan unsur merampas nyawa orang lain. Keempat unsur tersebut bersifat kumulatif dan harus dibuktikan jaksa di persidangan. Pertanyaan lebih lanjut, apakah motif harus dibuktikan? Ada enam hal yang ingin dijelaskan," ujar Maylany membacakan tuntutan.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata Maylany, motif diartikan dorongan atau latar belakang seseorang melakukan sesuatu. Karena itu motif harus dibedakan dengan kesengajaan. 

"Dalam hukum pidana, kesengajaan adalah bentuk kesalahan. Yakni hubungan atas sikap batin pelaku dalam perbuatan yang dilakukan. Syarat kesengajaan yaitu mengetahui dan menghendaki," ujarnya. 

Menjawab pernyataan Muzakkir, JPU dalam tuntutannya kata Maylany, juga menyebut, ajaran kesalahan yang dianut hukum pidana di Indonesia adalah teori kesalahan deskriptis normatif. Artinya, jika perbuatan pelaku sudah memenuhi unsur delik dan diskirispi perbuatan sebagaimana dimaksud pembentuk undang-undang, serta pelaku dapat dipertanggungjawabkan, maka hakim dapat menjatuhkan pidana.
"Jadi berdasarkan teori ini, motif adalah sesuatu yang letaknya di luar unsur delik. Konsekuensi lebih lanjut, motif tidak perlu dibuktikan. Motif dalam hukum pidana adalah hal yang memberatkan pelaku ketika hakim akan menjatuhkan putusan," ujarnya.

Selain itu, motif menurut JPU juga merupakan penjelasan terjadinya suatu tindak pidana yang merupakan kajian kriminologi. Sedangkan hukum pidana hanya membatasi tindak pidana sebagai gejala kintomatik dan bukan menyelesaikan kejahatan sebagai gejala kausatik. 

"Nah dalam konteks pasal 340 KUHAP, pembentuk undang-undang sama sekali tak memasukkan motif dalam pasal tersebut," ujar Maylany.

Pengacara Jessica: Ini Bukti Jaksa Ragu dan Tak Yakin dengan Dakwaan


Kubu Jessica Kumala Wongso menanggapi dingin tuntutan 20 tahun penjara yang disampaikan jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. 

Jaksa dianggap ragu-ragu atas dakwaan yang mereka tuduhkan kepada Jessica yakni melanggar pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. 

Salah satu pengacara Jessica, Yudi Wibowo Sukinto mengatakan, tuntutan 20 tahun itu menandakan jaksa ragu dan tak mampu membuktikan dakwaannya. 

"Itu membuktikan dia (jaksa) ragu-ragu, tidak yakin dengan yang didakwakan. Tidak mampu membuktikan," kata Yudi usai sidang.

Dia mengatakan, jaksa tidak dapat membuktikan tuduhan sendiri yang menuding Jessica menaburkan lima gram racun sianida ke dalam es kopi Vietnam yang diminum Wayan Miran Salihin di Cafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu 6 Januari 2016. "Itu 25 gram dari mana? Ragu-ragu dia," kata Yudi. 

Menurut Yudi, selain ragu menuntut maksimal, jaksa juga malu untuk membeaskan Jessica dari segala tuntutan. "Kalau menuntut bebas, malu dia," sindir Yudi.

Dia mengatakan, nanti tim penasihat humum akan menyampaikan nota pembelaan. Jessica di persidangan juga menyatakan akan menyampaikan nota pembelaan pribadi pada hari Rabu depan (12/10/2016).

[jpnn]


Artikel Terkait

1 comment:

  1. netizen bilang jaksa ganteng & cerdas?? weleh2...klo orang yg pernah sekolah pasti setuju, bahwa jaksa2 ini bloon!

    ReplyDelete