Wednesday, June 8, 2016

Bersedekah


Dunia Hawa - Dalam perjalanan hidup saya, ada banyak orang yang menyedekahi saya. Itu dulu, ketika saya masih sekolah. Yang pertama dan terutama bersedekah pada saya adalah De, abang saya. Dia sejak bujangan sudah menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membiayai sekolah, lalu kuliah saya, melengkapi uang yang bisa disediakan oleh Ayah dan Emak. 

Ada Ibu Rukaiyah, wali kelas saya, yang membiayai kursus bahasa Inggris saya. Ilmu yang saya dapat dari kursus itu bermanfaat hingga sekarang. Beliau juga membantu memberi tambahan uang saku, sampai saya selesai kuliah.

Sesekali kalau hendak kembali ke Yogya usai liburan, abang saya menyodorkan amplop berisi uang. "Ini sedekah dari ibu mertua saya," katanya. Isi amplop itu cukup untuk membiayai hidup saya selama sebulan. 

Ada beberapa orang lagi yang memberi saya sedekah secara insidental, dan semuanya terasa benar manfaatnya.

Kini setelah saya berkecukupan, giliran saya bersedekah. Fokus saya adalah pendidikan. Saya membantu keponakan yang kuliah, juga menyalurkan sedekah saya ke lembaga pemberi beasiswa. Saya berharap dengan sedekah kecil saya, ada orang-orang yang berubah nasibnya menjadi lebih baik.

Sedekah sebaiknya "menyembuhkan". Artinya memberi manfaat jangka panjang. Itu bisa dilakukan dengan memberi sedekah pada orang-orang yang sedang berjuang memperbaiki nasib, seperti memulai bisnis, atau sedang sekolah. Itulah sebabnya saya jarang mau sedekah untuk pembangunan mesjid, yang menurut saya kita sudah punya banyak.

Jadi sedekah itu bukan soal sentimentil, karena sedih melihat orang kumuh di pinggir jalan, atau anak kecil yang menadahkan tangan. Sedekah itu adalah soal rasional, membantu orang lain mengubah hidupnya.

Bagaimana membalas budi orang yang sedekah pada kita? Pertama, tunjukkan bahwa sedekahnya bermanfaat, dengan kita menjadi orang yang lebih baik, khususnya secara ekonomi. Kedua, jangan lupa pada orang lain yang membutuhkan ketika kita sudah bisa membantu.

Emak dulu menasihati saya. "Jangan berpikir sedekah itu harus berbalas-balas. De kau bersedekah dengan kau. Itu artinya dia tak memerlukan sedekah dari kau kelak. Insya Allah, anak-anak dia bisa sekolah dengan berkecukupan. Tapi keponakan kau yang lain memerlukan bantuan. Jangan lupa itu," kata Emak.

Orang bersedekah ikhlas sejatinya tidak berharap balasan. Ia tidak berharap balasan dari yang menerima. Juga tak berharap ada balasan lain dalam bentuk materi dunia. Orang-orang yang pernah bersedekah kepada saya sampai saat ini hidupnya biasa saja. Tidak mereka menjadi kaya berlipat-lipat. Tapi tidak pula mereka jatuh miskin.

Saya bukan ahli agama. Kalau kita mau cari, mungkin kita bisa temukan dalil-dalil janji Allah yang akan memberi balasan di dunia berupa harta yang berlipat-lipat kepada mereka yang mau sedekah. Tapi ingat, janji Allah itupun adalah sebuah ujian. Allah sendiri mengatakan bahwa kehidupan dunia ini hanyalah permainan belaka. Dunia ini pun hanyalah tempat singgah sementara, untuk bersenda gurau saja. Apakah setelah diberi peringatan seperti itu kita masih juga berbondong-bondong mengharap balasan materi dari Allah atas amal-amal kita? Jadi, sebenarnya kita ini hamba siapa? Hamba Allah atau hamba harta?

Saya lebih suka menjadikan sedekah sebagai alat untuk semakin memanusiakan diri saya. Manusia yang tidak bisa diam bila masih ada orang lain susah.

[hasanudin abdurakhman]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment