Thursday, April 13, 2017

Satu Obat untuk Segala Jenis Penyakit: OK-OCE Anies-Sandi


DUNIA HAWA - Debat putaran kedua ini adalah panggung yang benar-benar pas buat pasangan calon (paslon) Basuki-Djarot menunjukkan program-program mereka yang merupakan solusi paling realistik dan faktual untuk membawa Jakarta lebih maju ke depan.

Meskipun paslon Basuki-Djarot seolah bakal terpojok atas pertanyaan utusan komunitas rumah susun (rusun) soal kondisi rusun yang bocor-bocor, ternyata Basuki dapat memberikan impresi (kesan) yang sangat baik kepada pengunjung debat, pemirsa TV, dan pembaca. Dia minta maaf atas kondisi itu dan secara terang-benderang menyatakan bahwa ada ketidakbecusan dalam proses pembangunan akibat tindakan koruptif di masa lalu.

Perasaan sih, pertanyaannya agak bias dan berbau pesanan, tapi tak apa, Basuki-Djarot dapat menjelaskannya dengan baik. Yang terpojok justru Anies ketika Basuki menunjukkan inkonsistensi paslon Anies-Sandi dalam hal reklamasi, di mana Basuki menunjukkannya melalui kliping berita lengkap. Terbukti bahwa paslon nomor 3 memang terus saja plintat-plintut soal reklamasi ini.

Anies ingin menunjukkan diferensiasi mereka dari paslon Basuki-Djarot (yang serba-plus itu), tapi gagal, karena sejatinya mereka tidak menguasai medan dengan baik. Ketika Basuki bertanya kepada Anies apakah rumah yang mereka programkan itu berupa rumah tapak atau rusun? Jawaban Anies, mereka tidak membangun rumah, melainkan mengurusi pembiayaannya. Apakah rumah yang disebutkan itu diperuntukkan bagi penduduk yang berpenghasilan 7 juta rupiah ke atas atau 3 juta rupiah ke bawah? Jawaban Anies muter-muter dan terus saja retorik.

Sebelumnya, mereka mengintrodusir rumah dengan DP (Down Payment) 0 persen. Kemudian diubah lagi menjadi 0 rupiah. Ketika diminta menunjukkan di mana lokasi rumah ber-DP 0 rupiah seharga 350 juta, disebutkan lokasinya rahasia. Ketika dicecar lagi, dinyatakan bahwa mereka mengurusi pembiayaannya saja, bukan pembangunannya. Bahkan balik menantang, “Jadi pemimpin itu harus memberikan solusi…!” Tapi buat apa solusi yang muter-muter dan “kajol” (kagak jolas)?

Ketika Djarot bertanya kepada Sandi soal KUA-PPAS, Sandi malah balik bertanya, “Apa itu KUA-PPAS?” Mungkin dikiranya KUA itu Kantor Urusan Agama. Tampak sekali bahwa Sandi tidak mencari tahu bagaimana sistem penganggaran di lembaga pemerintahan (daerah). Bukankah ketika mereka hendak menyusun visi-misi-program sebagai derivasi RPJP dan RPJMD serta merancang APBD tahunan mereka harus mulai dengan KUA-PPAS (Kebijakan Umum Anggaran – Prioritas Plafon Anggaran Sementara) itu? Semua serba samar.

Apa pun program yang ditanyakan, semuanya balik ke OK-OCE. Ketika ditanya soal penanganan sampah, jawabannya selalu OK-OCE. Ditanya soal penanganan transportasi, jawabnya OK-OTrip. Ditanya soal pencegahan penyakit dan pengobatan, dijawab OK-OCare. Padahal sebelum-sebelumnya, tidak ada dilansir soal OK-OCare ini. Jawaban mereka hanya sekenanya, seolah-olah tidak menginduk pada dokumen visi-misi-program yang mereka usung untuk membangun Jakarta kelak.

Makin ke sini, kepercayaan publik atas program mereka makin merosot. Padahal sebagai pengusaha, Sandi tahu persis bahwa “kepercayaan” menjadi kata kunci dalam berbisnis. Jika kita lihat tabel berikut ini, publik ternyata lebih percaya kepada kepada Ahok (Basuki) dibanding Anies dengan perbandingan 67 : 57 persen. Sebanyak 67 persen responden menganggap Ahok jujur, bisa dipercaya, dan bersih dari korupsi. Hanya 57 persen saja (terpaut 10 persen di bawahnya) yang menganggap Anies seperti itu.

Anies hanya unggul terhadap Ahok sebagai orang yang dianggap ramah/santun (92 : 50 persen) serta enak dipandang dan ganteng (83 : 68 persen). Ahok dan Anies dianggap sama-sama pintar atau berwawasan luas (88 : 88 persen), tapi dalam empat kriteria lainnya (termasuk jujur, bisa dipercaya, dan bersih dari korupsi itu), Ahok mengungguli Anies. Sebenarnya, buat apa sih ganteng-ganteng tapi serigala?

Jika seandainya soal-soal sentimen primordialis (SARA) tidak dibawa-bawa, sebenarnya tidak ada jalannya paslon Anies-Sandi bisa mengalahkan Basuki-Djarot. Maka ketika Aksi Bela Islam yang berjilid-jilid dengan sandi yang mirip-mirip rekapan togel (411, 212, dan 313) sudah bisa diredam pemerintah karena punya daya rusak luarbiasa terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, pasangan Anies-Sandi tak punya harapan lagi. Belum lagi pembacaan tuntutan atas perkara dugaan penistaan agama yang tertunda karena JPU belum selesai mengetik naskah tuntutan, semakin menutup ruang bagi mereka untuk mengobarkan sentimen primordialis tersebut.

Setelah debat putaran kedua yang diselenggarakan oleh KPUD DKI Jakarta dan disiarkan melalui beberapa televisi nasional (bahkan internasional melalui video streaming), Rabu (12/04/17), yang diisi oleh Anies-Sandi dengan yang serba-OK-OCE, sinar kemenangan paslon Basuki-Djarot terbit di ujung lorong panjang yang gelap.

Mana bisa semua penyakit disembuhkan hanya oleh satu-satunya obat: OK-OCE? Kecuali oleh dukunnya si Adam yang sedang mengobati pasen-nya di Garut itu.

Jangan suka kura-kura lupa akan lagu lama…! 


@rikanson jutamardi purba


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment