Tuesday, April 4, 2017

Ngerinya Jika Anis Sandi Menang


DUNIA HAWA - Tulisan ini saya buat bukan untuk menjatuhkan, tetapi sekedar mengingatkan. Saya pernah menulis tentang Indonesia menuju Suriah, dimana negara kita tanda-tandanya sedang menuju ke arah sana. Seperti Suriah, Indonesia seperti bara dalam sekam ketika memelihara banyak kelompok ekstrim berbaju Islam di dalam negara.
Kelompok-kelompok ini mendapatkan banyak keuntungan. Atas nama agama, mereka berkembang karena kebutuhan politik dan politisi yang memanfaatkan mereka. Miliaran rupiah dana masuk ke kantong ormas agama melalui masjid-masjid, majlis taklim, pengajian sampai ke acara pengumpulan massa seperti dzikir bersama.

Dengan mengalirnya dana ke kantong ormas agama, para pemain politik dan politikus memastikan bahwa mereka didukung oleh "umat Islam" yang menjadi kekuatan terbesar di negara ini.

Situasi ini sudah berlangsung puluhan tahun lamanya dan mereka -para ormas agama- itu berkembang biak dengan menjual ayat sesuai kepentingan pembelinya. Mereka juga meraih banyak pengikut dan simpatisan yang sedang mencari "petunjuk" dengan menggelar pengajian dan mimbar-mimbar Jum’at di masjid mereka.

Ketika dunia global berubah sesuai gerakan arab spring di timur tengah, Indonesia pun tidak luput dari api panasnya.

Ormas-ormas agama yang sudah lama terbentuk itu, dicekoki dengan paham "pendirian negara Islam". Mereka kemudian bereaksi untuk bergerak bersama kelompok ekstrim dari timur tengah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam, dengan mengangkat kembali isu Negara Islam Indonesia atau NII.

Situasi itu menciptakan simbiosis mutualisma baru antara mereka dan politikus yang mempunyai kepentingan berkuasa. Sulit memastikan siapa yang menunggangi dan siapa yang ditunggangi. Ada agenda besar yang diciptakan setahap demi setahap menuju kesana.

Pilgub DKI 2017 ini seperti kotak pandora, membuka baju siapa mereka sebenarnya..

Model intimidasi melalui mimbar Jum’at, gerakan aksi massa besar mengatas-namakan pembelaan agama, shalat subuh politik berjamaah sampai tidak menshalatkan jenazah dan penggunaan ayat dalam bungkus roti, kotak sabun dan tamasya politik, adalah gerakan-gerakan yang diciptakan menunjukkan kebangkitan mereka.

Kelompok pecinta khilafah ini sebenarnya tidak perduli siapa pemimpin daerah yang mereka usung nanti. Buat mereka, siapapun yang mau ditunggangi itulah yang akan mereka pilih. Dengan memanfaatkan dukungan massa, mereka akan menyetir kebijakan-kebijakan pemimpin daerah yang mereka usung nanti.

Contoh terbaik yang bisa kita lihat adalah Bogor.

Saat pembubaran peringatan Asyura oleh kelompok bermazhab Syiah, kita melihat bahwa dibelakang Walikota Bogor itu ada kelompok garis keras seperti HTI. Bima Arya seperti tidak berdaya untuk menekan mereka karena ia membutuhkan suara mereka. Maka ia harus mengikuti apapun kepentingan ormas agama asal ia tetap bisa berkuasa.
Dan ini banyak terjadi di wilayah Jabar yang dibangun dengan konsep agamis. Wajarlah jika survey Wahid Institute menobatkan Jawa Barat sebagai provinsi paling intoleran se-Indonesia.

Penguasaan terhadap Jabar tentu tidak lengkap jika tidak menguasai Jakarta. Karena itu para ormas khilafah ini mencari pemimpin yang lemah, yang berorientasi pada kekuasaan untuk mereka dukung dan mereka tunggangi. Pilihan mereka jatuh pada Anies Sandi yang sedang berambisi dengan berbagai cara untuk menjadi orang nonor satu di Jakarta.

Jadi kita bisa bayangkan apa yang akan terjadi jika Anies-Sandi menang nanti..

Dana-dana pembangunan akan mengalir ke ormas-ormas agama. Peraturan daerah akan berpihak kepada mereka. Terancamnya kebhinekaan karena pelarangan beribadah. Razia-razia atas nama syariah akan kembali marak di Jakarta.

Dan itu baru pintu gerbang saja, karena serangan sesungguhnya akan diarahkan ke pusat pemerintahan. Ibarat menguasai Jakarta sama dengan menduduki areal sekitar istana. Mereka akan mengumpulkan kekuatan logistik disana untuk agenda sesungguhnya..

Melihat Pilgub Jakarta memang harus bisa membaca gambar besarnya. Karena disanalah kita bisa melihat pola-pola yang sama yang diterapkan di negara-negara rawan konflik di timur tengah.

Karena itu, jadikan Pilgub Jakarta ini sebagai medan perang. Karena hasilnya nanti akan sangat berpengaruh dengan apa yang terjadi ke depannya nanti. Saya akan terus kawal sambil seruput secangkir kopi.

@denny siregar


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment