Saturday, January 28, 2017

Bagaimana Jakarta di Tangan Agus, Anies dan Ahok?

DUNIA HAWA


Jakarta di Tangan Agus


Saya kalau denger paparan konsep pembangunan ala mas Agus, suka senyum-senyum sendiri. Konsepnya mas Agus itu model pejabat-pejabat lama. Pejabat yang lebih suka memelihara masalah supaya tetap mendapat suara.

Entah sudah berapa puluh tahun rakyat miskin di Jakarta tetap dibiarkan miskin - dipelihara malahan. Mereka tinggal di pinggir-pinggir kali, berdesak-desakan, tempat yang kotor dan bau, penyakit sudah pasti ada. Belum lagi waktu banjir, mereka harus ngungsi duluan.


Kemiskiinan beranak pinak sehingga tanpa sadar itu mempengaruhi mental mereka. Mengemis sudah menjadi budaya dan selalu bertampang melas minta dikasihani selamanya. Kalau gak melas, ya jualan atau jadi pecandu narkoba. Diatur oleh para mafia yang makan dari uang hasil lendir.

Sudut-sudut kumuh itu menjadi potret yang biasa yang juga dimanfaatkan oleh LSM untuk mendapat CSR atau dana asing atas nama orang miskin. Puluhan tahun seperti itu. Dan Agus ingin memeliharanya lagi. Ia berjanji untuk memberikan bantuan tunai kepada mereka, konsep yang sukses dilakukan sang pepo. Maksudnya, sukses meninggalkan hutang negara.

Pokoknya, solusi dari semua masalah adalah uang. Mungkin karena terbiasa menyelesaikan masalah sejak kecil dengan uang..
Jika ditanya bagaimana caranya membangun didaerah yang sudah ditempati, tanpa menggusur? Jawabannya ngawang. Yang vertikal lah, yang horizontal lah, yang ngapung lah... Sama sekali tidak punya konsep, hanya main kata-kata dari "Gusur" menjadi "Geser", dari "Rusunawa" menjadi "Rusunami". Apa maksudnya coba?

Yang lucunya lagi pernyataan bojone yang ingin memperindah rumah di pinggir rel kereta dengan warna indah. "Indah" menjadi solusi, bukan nyawa manusianya. Nyawa manusia di pinggir rel gak penting, yang penting indah. Wat de pak..

Nafsu berkuasa tanpa memahami akar masalah adalah penyakit banyak pejabat sejak lama. Pokoknya berkuasa dulu, nanti dipikir belakangan. Akhirnya yang terjadi adalah bagi-bagi angpau supaya kondisi tenang.

Jakarta mau gimana ga usah dipikirin, yang miskin tetap miskin, yang rampok tetap rampok, yang narkoba biar urusan polisi aja..

Semoga warga Jakarta sudah pinter-pintrer, tau mana yang baik dan mana yang buruk. Jangan kayak orang susah, dikasi amplop 50 rebu doang, suara digadaikan..

Minum kopi dulu biar pinter.

Kalau orang sabar pantatnya lebar, orang pinter itu hidungnya yang besar.

Jakarta du Tangan Anies Baswedan


Dari semua paslon, saya sebenarnya ingin kang Anies yang menang. Karena kalau doi menang, saya bisa melihat bagaimana ia mengeksekusi semua teori dan konsepnya yang aduhai.

Sebenarnya bener kata Ahok, kang Anies ini lebih bagus jadi dosen. Teori bolehlah, tapi praktek bisa jauh api dari panggang. Seperti saya bilang, seandainya dosen saya kang Anies, saya bisa ngorok di bangku belakang atau lebih baik baca Enny Arrow aja sama teman-teman.

Membangun kota keras seperti Jakarta itu tidak bisa sibuk pada tataran konsep, karena manusianya -terutama di jajaran PNS- sudah rusak semua. Mereka sudah kacau cara berfikirnya, menganggap dirinya raja dan rakyat adalah pelayannya.


Kang Anies bilang harus dirangkul, jangan dipukul. Orang sudah rusak cara berfikirnya untuk dirangkul bukan lagi obat mujarab, karena mereka sudah tidak sadar bahwa perbuatan mereka salah. Karena itu harus diterapkan reward and punishment yang keras.

Motivasi gak ada dalam pikiran mereka, yang ada uang uang dan uang. Lihat saja, berapa yang terpaksa harus dipecat Ahok karena sulit diperbaiki. Sebagian malah sudah masuk penjara karena korupsi.

Mungkin itulah sebabnya kang Anies dipecat Jokowi. Awalnya pakde kagum dengan teorinya, tapi kok prakteknya gak sebagus apa yang dikatakan. Sibuk merangkul eh malah digunakan untuk mencari suara..

Seandainya terpilih, saya pengen tahu bagaimana doi bisa menghentikan proyek reklamasi yang aturannya sudah sejak masa Soeharto berkuasa? Masak duduk bersama terus.. ambeien, pak...

Paling akhirnya nyerah dan berkata, "Kita lanjutkan saja program bagus ini untuk warga Jakarta bla bla.."

Lemahnya kang Anies juga bisa terlihat ketika ia berusaha kompromi dengan banyak pihak. Lihat saja cara ia merapat ke FPI dengan berkata. "Saya bukan Syiah..".

Ini indikasi kuat bahwa ia akan terus bekerjasama dengan ormas garis keras dan sulit melarang mereka melakukan perbuatan radikal. Kebayang nanti puasa, ada penggerebekan warung dan kang Anies hanya muncul di media, "Semua saya rangkul, ya.. saya rangkul.."

Oh, maaf di belakang kang Anies ada PKS-nya, jadi pantaslah...

Kalau soal konsep, tinggal bayar saja ahlinya. Pemimpin itu bukan hanya kuat konsep, tapi ia harus mampu menjadi eksekutor juga. Pemimpin itu bukan hanya mampu memberi nasihat, tapi ia juga mampu meletakkan sesuatu ditempatnya. Salah ya salah, benar ya benar..

Semoga kang Anies yang menang. Bisa bisa di balai kota penuh tulisan motivasi, tapi di belakang meja para tikus terus beraksi. 

Jakarta di Tangan Ahok


Jakarta ditangan Ahok itu rusak serusaknya. Ahok merusak budaya miskin dan kumuh yang selama puluhan tahun dipelihara untuk mendulang suara setiap pilkada. Kebiasaan melas karena mental kalah mereka, rusak karena harus berubah dengan direlokasi ke hunian layak. Masih ditambah dikasi kompor, tempat tidur dan kulkas. Ini bahaya.

Ahok juga merusak mata pencaharian LSM yang terbiasa dengan proposal mengamati warga miskin Jakarta. Berapa miliar mereka dirugikan karenanya ? Sungguh terlalu, kata Rhoma.


Belum lagi ditutupnya diskotek Stadium dan Mille's karena narkoba. Rusak sudah jaringan mafia disana. Perputaran narkoba itu menghidupi perut banyak orang. Daripada dibungkam, kenapa narkobanya ga disyariahkan sekalian? Belum lagi banjir.

Selama ini stasiun tivi menangguk iklan dengan laporan pandangan mata para reporternya yang berenang sepaha dan sedada. "80 persen Jakarta sudah tidak banjir lagi.." Kata plt Sumarsono.

Hitung berapa miliar kerugian jika tidak ada banjir di Jakarta? Mulai dari persewaan perahu karet, fee mendorong mobil yang tenggelam bahkan Basarnas jadi kehilangan pekerjaan. Dana sosial jadinya susah dikeluarkan. Kalau gada anggaran, berarti ga ada penghasilan.. Kimbek lah. Tambah rusak mental para birokrat.

Mereka yang selama ini jadi raja, sekarang harus jadi pelayan. Cam mana?? Sekarang mereka harus kerja, amplop sudah jarang. Kalau terima amplop dipecat. Ini keterlaluan !!

Trus petugas bersih-bersih sekarang gajinya 4 jutaan perbulan. Apa maksudnya? Mereka sudah terbiasa hidup dengan 500 ribuan perbulan! Jangan dirubah budayanya, ntar jadi kebiasaan.

Kalijodo yang dulu remang-remang, sekarang jadi taman publik terang benderang. Ini apa maksudnya? Ahok menghancurkan bisnis lendir yang sudah lengket puluhan tahun lamanya. Kasian, Daeng Azis jadi gak bisa cari makan. Harusnya, komplek pelacuran itu di cat warna warni aja, biar makin indah dan sedap dipandang mata. Biar makin hot goyang dombrettnya.

Apalagi budaya bancakan anggaran anggota DPRD mau dihilangkan. Dulu bisa satu buah USB eh UPS harganya miliaran. Sekarang?? Lihat tubuh haji Lulung sempat kering kerontang.. Ludahnya sudah gak berapi lagi. Kasian. Budaya kompromi dengan ormas radikal juga dirusak. Mereka jadi gak bisa cari uang lagi dari dana bantuan sosial. Jadi jangan salahkan kalau mereka harus demo terus sekedar untuk cari makan.

Karena itu Ahok jangan pernah dipilih lagi. Kalau nanti di TPS, coblos aja matanya dengan geram. Gambar paslon yang lain dielus-elus, sayang kalau rusak wajah ganteng mereka karena tusukan.
Apalagi Ahok gak doyan ngopi!! Masak kopi yang gua bawa dibilang kopi sasetan? Dendam jadinya, kok dia bisa tau yaaaa...

Ga mau seruputtt !

@denny siregar



Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment