Dunia Hawa - Selamat siang bung Ahok... Saya panggil bung saja ya, boleh? Kata2 bung mengingatkan saya terhadap panggilan pada masa pra kemerdekaan, dimana masih banyak orang ber-integritas yang mempunyai tujuan sama, yaitu melawan penjajahan.
Apa yang bung lakukan dengan menetapkan diri berada di jalur independen, patut saya angkatkan secangkir kopi. Tidak mudah berada pada situasi bung, apalagi di masa ketika banyak orang mengemis kepada partai2 untuk dijadikan calon mereka. Dan kita semua tahu, disana ada negosiasi siapa dapat apa dan dimana posisi mereka. Partai adalah mesin politik, mereka butuh uang sebagai pelumasnya.
Tapi bung tidak. Bung menempatkan diri sejajar dengan mereka. Gua butuh elu, lu juga butuh gua. Tapi jangan minta2 apa2, ini amanah, bukan peti harta.
Berapa banyak orang seperti bung di Indonesia ? Hampir tidak ada. Bung memporak-porandakan semua tradisi maling yang selama ini terjaga. Kericuhan yg bung ciptakan adalah bukti bahwa disanalah sarang mereka. Bung dikeroyok, dihantam dan bertarung sendirian. Mereka meraung, bung memaki. Mereka menghujat, bung mendamprat. Serigala lawannya harimau bukan kambing.
Pertanyaannya sekarang, seberapa kuat bung bertahan ?
Ijinkan saya sedikit bercerita tentang sejarah Islam kepada bung. Ada sahabat Nabi Muhammad Saw yang bernama Abu Dzar al Ghiffari. Ia dulu seorang perampok sebelum bertobat. Ia berperang dengan gagah berani, hingga ketika Nabi wafat, ia sangat kehilangan panutan.
Masa sesudah Nabi adalah masa kekacauan. Korupsi, nepotisme menjadi kebiasaan. Abu Dzar muak, tetapi ia teringat nasehat Nabi, “berperanglah dengan lisan, sarungkan pedang..” Dan begitulah yang terjadi. Ia datangi pusat pemerintahan, ia memaki. Ia dibuang ke daerah, disana ia kembali mendatangi pemerintahan dan memaki. Gerah dengan perilaku Abu Dzar, mereka sepakat mengasingkannya. Ia dibuang tanpa makanan. Ia, sahabat Nabi yang selalu berperang di sisinya, meninggal karena kelaparan. Nabi sudah meramalkan, “Abu Dzar berjalan sendirian, meninggal sendirian dan dibangkitkan sendirian..”
Dan dengarlah ucapan Abu Dzar bung, pada akhir nafasnya, “Kebenaran tidak meninggalkan pembela bagiku…”
Begitulah, bung pun berjalan sendirian. Memang itu sudah takdir mereka yang berada di jalan yang benar. Itu sudah suratan. Sudah saatnya kebenaran berada pada posisi berbeda, ia tidak membutuhkan dukungan partai, karena selalu ada yang namanya sahabat, teman dan relawan.
Tidak ada kata kalah dalam perjuangan, bung. Kedudukan hanyalah alat, tidak pantas diperebutkan. Kemenangan ada di proses dan bung sudah menunjukkan dan mengajari kami tentang itu. Bung merobek semua sekat ras, agama dan budaya. Buat bung ini tentang kebenaran dan kesalahan, bukan tentang siapa berkulit apa.
Yakinlah bung, ada ribuan generasi muda yang sedang tumbuh mengamati apa yang bung lakukan. Sama seperti bung yang dulu belajar dari kearifan Gus Dur dan keteguhan Baharudin Lopa. Apakah mereka kalah, bung ? Tidak. Itulah kemenangan yang sebenarnya. Ketika apa yang mereka lakukan menjadi inspirasi, motor penggerak. Kekalahan itu adalah ketika seorang berada pada kekuasaan dan sekejap ia menjadi hewan beringas.
Tidak perlu statistik dalam berjuang. Biarlah mereka meng-kalkulasi kursi, bukan itu tujuannya. Tujuan bung adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Itulah yang dinamakan keadilan. Keadilan bukan semua mendapat porsi yang sama. Berjuanglah bung dan biarkan Tuhan yang mengerjakan sisanya.
Saya di belakang bung… Saya berperang pada sisi yang saya bisa. Saya harus berpihak, karena netral hanyalah bentuk keraguan.
Bung Ahok, anda adalah salah satu guru yang mengajari saya bagaimana menjadi manusia. Semoga ketika semua selesai, ketika bung sudah tua dan lelah, sudilah kiranya duduk dan minum kopi bersama. Terkadang, pahitnya kopi jauh lebih jujur dari seorang manusia.
Sruput kopinya dulu, bung… Salam hormat dari saya dan ribuan warga Jakarta yang berterima-kasih kepada anda dan menitipkan satu pesan saja, “Tolong hajar mereka… “
[denny siregar]
No comments:
Post a Comment