Thursday, May 11, 2017

Terbukti: Ahok di Penjara, Tidak Tamat, Ia Semakin Bercahaya


DUNIA HAWA - Ahok sudah tamat. Begitulah pernyataan para lawan Ahok. Prabowo Soenirman, anggota DPRD DKI Jakarta dari Gerinda syukuran. “Selamat Ahok di penjara”, begitu bunyi tulisan yang ditaruh di atas nasi tumpeng. Kesimpulan bahwa ketika Ahok dipenjara, ia tamat, sepintas lalu ada benarnya. Terlalu banyak fakta yang mendukung kesimpulan itu.

Ahok tamat ketika ia kalah di Pilkada DKI oleh Anies Baswedan. Ahok tamat ketika ia divonis dua tahun penjara. Namanya sudah masuk ke dalam jurang. Ia disebut sebagai terpidana dan penista agama. Ahok tamat karena ia berasal dari double minoritas, Kristen dan Tionghoa dan tidak mungkin bertarung di negeri yang mayoritas Muslim. Ahok tamat karena ia sudah tidak dibela Jokowi yang lemah dan tunduk pada tekanan demo.

Ketika Ahok dipandang sudah tamat dan bahkan sudah mati, Amin Rais bersorak, AA Gym bersujud syukur, Lius Sungkharisma telanjang, Rizieq Umroh alias kabur, Prabowo  mimpi kursi RI-1, Fadli Zon menari, Fahri Hamzah ketuk-ketuk palu, Ahmad Dhani bernyanyi, Lulung bersiul-siul di Tanah Abang dan Muhammad Taufik sibuk mencium aroma sedap APBD DKI. Apakah benar Ahok telah tamat?

Selang dua hari setelah Ahok divonis dua tahun oleh kelima hakim, di antaranya ditenggarai ada fans HTI, Ahok ternyata tidak tamat. Di penjara Cipinang, nama Ahok terus berkibar. Di Makob Brimob, nama Ahok berkumandang. Cahaya lilin Ahok di Tugu Proklamasi kemarin malam (10/5/2017) menyinari pekatnya malam. Nama Ahok berkumandang di seantero negeri mulai dari Batam, Nias, Yogyakarta, Menado, Semarang, NTT, entah dimana lagi.

Di luar negeri seperti di Singapura, Malaysia, Australia, Inggris hingga di PBB nama Ahok semakin berkibar. Tak kurang parlemen Belanda meminta Menteri Luar negeri mereka untuk membawa kasus Ahok di badan PBB dan Uni Eropa. Apa yang terjadi ke depan? Kita tidak bisa memprediksi.

Fakta pada acara perayaan lilin di Tugu Proklamasi kemarin, ada doa-doa yang dilantunkan oleh beberapa pemuka agama berbeda. Dari Islam ada Gus Nuril, seorang pendekar sekaligus ulama. Ada banyak tokoh lintas agama yang siap menjamin Ahok di penjara. Islam, Kristen, Budha, Hindu bahkan agama kepercayaan pun datang, berbaur menjadi satu dalam kata cinta akan kebenaran.

Siapa yang menggerakkan mereka semua? Jelas ada tangan Tuhan yang menyatukan mereka. Saya merinding melihat nyala lilin yang membentuk lautan cahaya kedamaian di Tugu Proklamasi itu. Mereka yang datang dari jauh  tidak dibayar. Mereka berkumpul di titik yang sama, berjuang melawan pemerkosaan ketidakadilan putusan hakim. Nama Ahok pun terus bergemuruh.

Ketika Ahok di penjara, ternyata Ahok tidak tamat.  Berbeda dengan para terpidana lainnya, Ahok di penjara justru semakin berkibar. Sejak ia kalah Pilkada, nama Ahok beriak mewangi di antara bunga-bunga dahsyat di balai kota. Namanya terukir indah ketika ia bersama Djarot berhasil menyabet rekor MURI sebagai peraih parade bunga terpanjang di Indonesia.

Jika melihat jejak Ahok dalam karis politiknya maka salah besar jika Ahok dikatakan sudah tamat atau mati. Ketika Ahok kalah di Pilgub Bangka Belitung, karir politik Ahok bersinar di DPR Senayan. Ketika ia menjadi cagub Jokowi, namanya terus berkumandang. Saat dia menjadi gubernur DKI Jakarta menggantikan Jokowi, nama Ahok merasuk pelosok Jakarta.

Ketika Ahok kalah di Pilkada DKI oleh dentuman SARA, lalu divonis penjara dua tahun, pelosok Indonesia bangkit meneriakkan namanya. Para pendukung Ahok mulai bermunculan. Nama Ahok yang dikira sudah tamat, malah justru semakin meroket tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri.

Sekarang Ahok mulai menjelma sebagai simbol penegakkan NKRI, simbol kebhinnekaan, simbol perlawanan. Ahok berubah menjadi simbol perlawanan intoleransi, simbol gerakan keadilan, simbol sosok yang dizalimi oleh gerakan radikalisme berbaju agama. Ahok kini dengan cepat mengubah dirinya dari terpidana menjadi simbol perjuangan cita-cita proklamasi, calon pemimpin 250 juta rakyat Indonesia yang beragam suku, bahasa dan agama di masa depan.

Jelas Ahok di penjara bukanlah akhir dari karir Ahok. Dua tahun di penjara dipotong remisi dan hanya wajib menjalani hukuman 2/3, maka Ahok akan dengan cepat bebas. Itupun kalau bandingnya ditolak. Kalau ia dihukum lebih ringan lagi oleh pengadilan yang lebih tinggi, maka Ahok lebih cepat keluar penjara. Ketika Ahok keluar penjara, Ahok akan menjadi simbol utama sebuah gerakan politik yaitu Kemanusiaan, Persamaan Hak dan Keadilan. Sebuah simbol pergerakan politik yang tertinggi.

Ada potensi Ahok berubah dari zero to hero. Simbol-simbol perlawanan Ahok lewat pendukung fanatiknya terbukti tidak berhenti pada vonis 9 Mei 2017 lalu. Saya yakin ke depan, nama Ahok akan terus menjadi bingkai perlawanan kepada kaum intoleransi, kaum radikalis. Ahok akan menjadi sosok pejuang pencari kebenaran. Ahok yang terbukti dizalimi, menjadi tumbal politik kotor,  akan menjadi bibit di berbagai penjuru di Indonesia yang menginginkan Ahok sebagai pemimpin baru ke depan.

Vonis 2 tahun kepada Ahok terlihat  menjadi momentum titik balik perlawanan Ahok. Vonis dua tahun itu justru menempatkan Ahok memiliki momentum untuk menyamakan dirinya dengan Nelson Mandela, pejuang yang mencari kebenaran dan keadilan di tanah kelahirannya yang diskriminatif. Dan itulah yang mulai terlihat sejak 9 Mei lalu. Nama Ahok terus bergemuruh. Ia tidak tamat, ia tidak mati. Idenya membangun negeri ini terus tumbuh di benak banyak orang.

@asaaro lahagu


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment