Friday, March 24, 2017

Sinetron Pabrik Semen Rembang


DUNIA HAWA - Saya tidak banyak berkomentar masalah pabrik semen Rembang, karena memang tidak mengetahui akar masalahnya.

Yang saya lihat selama ini adalah aksi menyemen kaki para ibu-ibu. Saya jelas tidak setuju karena aksi itu merusak diri sendiri.

Tapi saya tahu, ketidak setujuan saya pasti akan dituding tidak pro rakyat kecil atau pembela fanatik Jokowi. Jadi lebih baik diam..

Nah, sekarang kita coba lihat tulisan tentang semen Rembang dari sisi yang berbeda, bukan dari mereka yang menolak keberadaan pabrik semen itu.

Tulisan Anggoro Harry Sulistyawan


Isu pabrik semen di Rembang belakangan ini semakin santer diberitakan.

Sebagai salah seorang yang ada di sekitar lingkungan pabrik semen Rembang ini, sedikit banyak saya melihat langsung apa yang terjadi sesungguhnya di lapangan.

Sharing sedikit ini semoga membantu sebagian kawan agar dapat melihat situasi dari sudut pandang yang lain, yang tidak didapatkan dari media apalagi buzzer pihak tolak semen.

Motor penggerak aksi kontra di lapangan yang tampak mata adalah LSM JM** yang berbasis di Kabupaten Pati. Mereka mulai bergerilya di desa sekitar Pabrik Rembang barangkali sejak sebelum tahun 2014.

Sebagian masyarakat sekitar kemudian terperangkap isu bahwa adanya pabrik semen, dalam hal ini adalah penambangan batu kapurnya dapat merusak lingkungan. Mulailah berkembang ketakutan sumber air akan surut, pertanian akan mati, dlsb. Sehingga aksi tolak semen sejak saat itu mulai bermunculan.

Padahal faktanya, sebagai perusahaan terbuka yang memperoleh penghargaan lingkungan proper emas, yang notabene hanya diperoleh sekitar belasan perusahaan di Indonesia, pengelolaan dampak lingkungan di Semen Indonesia sangat diperhatikan betul.

Dengan sifat tanah liat yang mampu menahan air diatasnya, bekas penambangan tanah liat dikonversi menjadi embung-embung tadah hujan berukuran besar. Air hujan yang tertampung di embung justru dapat dimanfaatkan warga untuk pengairan sawah.

Di pabrik Semen Indonesia di Tuban, sawah disekitar embung kini mendapat pengairan yang melimpah di sepanjang tahun, tidak seperti dahulu yg mengering di musim kemarau. Pengakuan petani setempat, panen bisa 3x dalam setahun, dari yg sebelumnya hanya 2x dalam setahun. Embung ini sekaligus berfungsi sebagai penangkal banjir di saat musim penghujan tiba.

Sedangkan sifat batu kapur mampu meresapkan air masuk ke dalam lapisannya. Dengan pola penambangan yang tepat, yang memperhatikan hydrologi setempat, justru akan mampu meningkatkan debit air bawah tanah. Ibaratnya, air hujan akan lebih banyak dan lebih cepat meresap di lapisan batu kapur setebal 1 meter daripada lapisan setebal 2 meter.

Oleh karena itu, bekas tambang tanah liat akan dibuat embung, dan bekas tambang batu kapur akan direvegetasi. Pola penambangan dan pengelolaan lingkungan dirancang secara detail oleh para ahli dengan bantuan konsultan dari ITB dan UGM.

Dengan fakta ini, sosialisasi telah dilakukan berulang kali ke warga sekitar, bahkan mereka diajak melihat langsung pengelolaan tambang di pabrik Tuban. Alhamdulillah mayoritas warga kini mendukung adanya pabrik semen.

Multiplier effect juga mulai terasa bagi lingkungan sekitar. Pada masa proyek pembangunan saja, sudah ribuan tenaga kerja terserap. Gerbong ekonomi kerakyatan pun ikut terseret, bertambah banyaknya pekerja membuat usaha kecil warung makanan, laundry, kos, cuci motor, toko kelontong, pulsa, dlsb ikut tumbuh.

Belum lagi dukungan kucuran modal usaha, pelatihan keterampilan kerja, bantuan pendidikan kejar paket, pembangunan sarana olahraga dan masyarakat bagi warga sekitar yang bersumber dari dana CSR perseroan. Dan juga sumbangsih bagi PAD Kabupaten Rembang. Semakin menambah deretan dampak positif yang diberikan oleh pabrik Semen Indonesia di Rembang.

Hal ini justru kontra produktif dengan apa yang selalu menjadi propaganda pihak tolak semen. Nyatanya secara lingkungan maupun sosial ekonomi, pabrik semen Rembang malah berdampak sangat positif.

Fakta lain, penambangan batu kapur di Rembang ternyata sudah dimulai sejak tahun 1998 sampai sekarang oleh belasan perusahaan swasta. Dari kurun waktu tersebut, tidak pernah terdengar adanya penolakan. Tapi begitu Semen Indonesia bersiap masuk tahun 2014, barulah LSM-LSM ini ribut. Sampai hari ini pun masih terjadi penambangan oleh belasan perusahaan swasta, dan tidak jelas pula pola penambangannya seperti apa, namun LSM-LSM ini seperti cuek saja. Jadi motivasi sesungguhnya LSM-LSM ini apa ya?

Titik terang mulai terlihat saat dedengkot LSM JM** tertangkap kamera sedang berkomunikasi akrab dengan pimpinan semen kompetitor yang notabene milik asing. Semakin terang benderang kemudian ketika si kompetitor ini malah seolah diberi karpet merah untuk mendirikan pabrik semen di Kabupaten Pati. Padahal basis LSM JM** ini juga berada di Pati, tapi justru lebih sibuk mengusik perusahaan milik negara di Kabupaten tetangga daripada pabrik semen milik asing di rumahnya sendiri.

Pertanyaannya kenapa LSM JM** sangat galak ke perusahaan pelat merah, tapi mesra dengan perusahaan asing?

Tidak pernah kan terdengar ada aksi cor kaki untuk pabrik semen ***cement? Atau aksi membuat tenda perjuangan? Atau cuitan cuitan dari buzzer tolak semen? Aman sentosa sekali....

Seandainya pabrik Rembang berhasil digagalkan karena alasan yang irasonal, modal 5 triliun rupiah akan menguap begitu saja. Siapa yang bersorak? Kompetitor semen asing. Dan sebagian orang pengkhianat negara yang cukup kenyang dengan komisi misi jahatnya. Siapa yang rugi? Negara, bumn dan rakyat.

Jahatnya kubu tolak semen tampak ketika dibuka ruang diskusi terbuka mengenai amdal pabrik Rembang pada Februari lalu. Pada forum yang dibuka luas untuk semua kalangan, bukannya menyampaikan pendapat secara ilmiah, malah walk out. Lalu memilih berkoar di jalanan dan media sosial.

Cerita menarik terjadi saat aliansi BEM Universitas di Semarang datang melakukan kroscek ke Rembang. Mereka datang dengan semangat dan pemahaman tolak semen. Namun setelah berdiskusi dan meninjau lapangan dan desa sekitar, mereka pulang dengan pendapat yang berbeda 180 derajat. Kini justru menjadi aktivis pro semen. Masyarakat yang digambarkan media mayoritas menolak, ternyata mayoritas malah mendukung, itu ditemukan para mahasiswa sendiri setelah melakukan kunjungan langsung ke masyarakat.

Pilihannya sekarang adalah ikut termakan drama untuk mencari simpati, atau tetap berpihak membela aset negara.

@denny siregar


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment