Thursday, March 23, 2017

Jadi Pilih Mana, Ridwan Kamil atau Dedi Mulyadi?


DUNIA HAWA - Cukup sudah hingar bingar Pilkada ibu kota. Selain sudah mulai bosan, Pilkada di sunda kelapa itu sungguh tidak sehat! Mungkin, jika Machiavelli diberikan kesempatan untuk reinkarnasi pun rasanya malas jika diberikan tugas menjadi juru bicara pak basuki atau pak anies yang tiap saat diserang di Twitter. Netizen jahat!

Tapi memang begitulah cara mendapatkan kekuasaan saat ini, saling serang sudah biasa di dalam politik itu! Bahkan banyak tuh yang menganggap saling adu argumen bahkan saling aksi unfriend di media sosial itu adalah seni berpolitik. Dan itu candu loh, lihat saja hingar bingar kerasnya pilpres 2014 dimedia sosial, malah berlanjut hingga pilkada jakarta. Tidak ada kapoknya memang.

Jika kelak pilkada Jakarta berakhir, yakinlah mereka tidak akan berhenti melanjutkan candu adu argumen politik mereka yang tak berujung itu. Terdekat, pilkada serentak 2018 menjadi sexy untuk mereka yang candu politik. Menurut KPU Ada 171 daerah yang melaksanakan pilkada serentak tahun 2018, lebih besar dari tahun 2017 yang hanya 101 daerah. Kelak menjadi ladang besar bagi para konsultan, buzzer media sosial hingga ormas yang haus panggung politik.

Namun yang terlihat lebih seksi tentu pilkada serentak didaerah terdekat dengan pusat pemberitaan ibu kota, Jawa Batat! Dengan problema nya sendiri, Jawa Barat paling mungkin mempunyai porsi lebih besar pemberitaannya jika dibandingkan daerah lain. Lihat saja, hiruk pikuk pilkada DKI Jakarta saja belum usai sudah mulai muncul dua nama Ridwan Kamil dan Dedi Mulyadi yang diprediksi bersaing ketat di pilkada Jabar 2018.

Ridwan Kamil mungkin satu satunya bakal calon Gubernur Jawa barat yang terang terangan menunjukan niatnya maju dan sudah dideklarasikan diusung partai Nasdem dan kemungkinan besar akan didukung penguasa DPRD Jawa barat saat ini, PDI Perjuangan.

Kang Emil dengan keberhasilannya di Kota Bandung mungkin satu dari segelintir kepala daerah yang diidolakan anak muda dan masyarakat Bandung secara khususnya. Bahkan riwayat beliau masuk dalam deretan nama yang tercantum dalam 10 Tokoh Transformatif indonesia sejajar dengan Mentri ESDM Ignasius Jonan hingga dua orang yang masih bersaing di putaran kedua Pilkada Jakarta saat ini.

Secara kepemimpinana mungkin Ridwan kamil masih disebut pendatang baru dalam dunia politik, toh dia dipilih sebagi pejabat publik dari kalangan profesional diusung dua partai partai Gerinda dan PKS pada pilkada Kota bandung terakhir. Riwayat politiknya memang tidak seberapa, namun rekam jejak keberhasilan saat menangani Kota Bandung dengan pembanguan fisik yang indah di foto, hingga pembangunan manusia dilihat dari livable city kota Bandung terbaik Indonesia bisa menjadi nilai jual keberhasilan yang dapat diperlihatkan kepada publik Jawa barat jika sudah menjadi Cagub resmi nanti. Dengan ide berkaloborasi yang kang Emil banyak ceritakan mungkin akan menjadi jawaban permasalahan di Jawa Barat nantinya.

Pemasaran Politik Ridwan Kamil


Dalam pemenangan politik, ada lima tahapan yang harus dilalui oleh calon. Pasangan bakal calon harus melalui tahap diketahui, dikenal, disukai, didukung dan selanjutnya dipilih.

Maka dari itu, sudah tepat jika Ridwan kamil mendeklarasikan diri lebih dahulu dibanding calon lain yang masih “malu malu” mengungkapkan niatnya untuk maju dalam kontekstasi pilkada Jabar. Masih sangat awal memang, namun jika dilihat mendeklarasikan diri lebih awal itu niatnya sederhana yaitu ingin lebih diketahui! Karna dalam segi popularitas dan elektabilitas, kang Emil masih “kalah” dengan petahana Deddy Mizwar yang mungkin juga maju kembali sebagai petahana dalam Pilkada Jabar kali ini.

Namun, dalam segi pemasaran politik sendiri kang Emil mempunyai modal lebih baik dalam segi branding dimedia sosial, jauh lebih baik jika dibandingkan calon manapun yang muncul dalam bursa calon gubernur Jabar dimedia masaa saat ini. 

Branding kang Emil dengan memamerkan keberhasilannya dimedia sosial mungkin menjadi fenomena baru dalam kepemimpinan daerah yang ada, ini pula yang bisa menggaet pemilih pemula (kaum milenial) serta kalangan menengah keatas pengguna sosial media. Sayangnya, jika dilihat dari data yang dikeluarkan Disdukcapil Prov.Jabar hanya ada 61 ribu pemilih pemula yang mungkin basis dari pemilihan Ridwan kamil kali ini, tidak seberapa dari DPT di Jawa barat pada pilpres lalu yaitu 33 juta pemilih. 

Jadi, Butuh kerja keras partai pengusung kang Emil untuk merangkul lebih banyak kalangan menengah kebawah hingga akar rumput yang menjadi potensi pemilih. Maka, kang Emil butuh lebih banyak jumlah pemilih dari sekedar following di Instagramnya.

Layaknya CEO perusahaan kang emil baru satu priode memimpin para politisi di Kota bandung. Jika menilai hasil kinerja Ridwan kamil dalam keberhasil menyelesaikan masalah di Kota Bandung, dengan permasalahan yang jauh lebih kompleks sangat dini jika kang Emil dinilai pantas atau tidak untuk memimpin Jawa barat kedepan.

Ridwan kamil tak sepenuhnya berhasil mengadirkan perubahan di Kota Bandung, bahkan masalah utama dikota Bandung sendri belum terselesaikan sepenuhnya. Menurut suvei Elsid (Lingkaran Studi Informasi dan Demokrasi) menilai masyarakat Kota Bandung sendri tidak terlalu membutuhkan taman yang selama ini dipamerkan Ridwan kamil disosial media, masih ada masalah kemacetan yang harusnya menjadi proritas, perbaikan mekanisme pengurusan dokumen kependudukan hingga kebersihan. 

Masih banyak program serta janji janji politik Ridwan Kamil seperti LRT, cable car, tekopolis, pengentasan banjir, dan macet perlu segera diselesaian. Namun, pencalonan Ridwan kamil pada Pilgub Jabar akan memecah waktu beliau dalam bekerja dan agenda politiknya.

Intoleransi juga menjadi momok memalukan pemerintaha yang dipimpin oleh Ridwan Kamil, itu tercermin dengan masih adanya tindakan intoleransi yang terjadi di Kota Bandung pada akhir tahun lalu, kasus intoleransi terjadi yang dilakukan oknum anggota ormas keagamaan dengan menghentikan peserta yang tengah berdoa bersama.[2] Tentu, bagi banyak orang tindakan tersebut sangat tidak terpuji, terlebih tindakan Intoleransi tersebut sudah melanggar hukum dimana Negara harusnya menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agama serta untuk beribadah. 

Dedi Mulyadi


Kepemimpinan mungkin menjadi daya jual utama untuk Dedi Mulyadi jika benar benar ingin maju sebagai bakal calon gubernur Jawa barat 2018. Banyak masyarakat Purwakarta bahkan tokoh tokoh politik yang menilai kepemimpinan kang Dedi sebagai sosok yang berbeda hingga berani kontroversi. Kang Dedi dalam kepemimpinan membangun Purwakarta sejak menjadi wakil Bupati tahun 2003 hingga menjadi Bupati dinilai konsisten membangun Purwakarta dengan nilai nilai leluhur sunda.

Bentuk nyata dari kepemimpinan beliau bisa dilihat dari penghargaan yang diterima beliau sebagai pemimpin teladan demokratis diterimanya dari Soekarno Center pada tahun 2016. Penghargaan tersebut diberikan sebagai apresiasi kepemimpinan Dedi Mulyadi dalam bidang budaya, perlindungan hak minoritas, masyarakat adat, masyarakat agama lokal serta ke Bhinekaan.

Status beliau sebagai ketua DPD Parta Golkar Jawa barat yang memiliki 17 kursi di DPRD prov. Jabar, serta pengalaman dalam berpolitik sejak menjabat sebagai Wakil bupati hingga Bupati Kab. Purwakarta membuat kang Dedi mempunyai modal politik besar untuk maju pada pilkada Jabar 2018. 

Framing media media selama ini juga memperlihatkan keunggulan kang Dedi sebagai pemimpin daerah mempunyai tempat tersendiri secara tidak langsung menjadi tempat membangun citra terbaik kang Dedi dimedia massa. 

Dengan memimpin wilayah level kabupaten, kang Dedi mulyadi dengan cerdink selalu mendapatkan sorotan media yang langsung mendapatkan perhatian masyarakat Jabar yang haus informasi. Entahlah, sudah dipersiapkan untuk pilgub Jabar sejak jauh hari atau tidak, framing media yang mensoroti keberhasilan dedi mulyadi memimpin kab. Purwakarta selama ini hingga kepemimpinannya yang unik selalu menarik diberitakan.

Kekuatan kepemimpinan yang menonjol pada sosok kang Dedi itu pula mendapatkan konsikuensi dari beberapa ormas keagaman, contoh saja Front Pembela Islam (FPI) yang nampaknya memasukan nama Dedi Mulyadi sebagai nama kepala daerah yang paling dimusuhi selain Gubernur non aktif DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama. Ormas FPI beralasan bahwa kepemimpinan kang Dedi Mulyadi dinilai sering menampilakan ikon ikon kebudayaan non islam di Purwakarta yang mayoritas muslim, Disetiap daerah yang dikunjungi kang Dedi bahkan selalu mendapatkan penolakan oleh ormas tersebut.

 Patut diingat bahwa, pilkada acap kali tidak hanya menjadi panggung politik para pemimpin didaerah, dibalik itu Pilkada juga menjadi panggung politik bagi ormas lihat saja Pilkada yang terjadi di Jakarta tak hanya diwarnai saling serang Visi misi calon, namun juga ajang memperlihatkan pengaruh dan tokoh ormas diwilayah itu.   

Pilgub jabar mungkin bisa saja panas layaknya Jakarta jika Dedi Mulyadi yang sudah lama dibenci ormas seperti FPI benar benar maju dalam Pilgub Jabar 2018. 

Namun menjadi perhatian juga arah dukungan FPI yang juga hadir di Jawa Barat, antara mendukung Ridwan kamil yang kemungkinan besar juga didukung oleh PDI-P  atau Dedi Mulyadi yang sudah dicap negativ oleh mereka sejak lama.  Hmmmm.

Melihat peluang mereka berdua


Dengan menggandeng sosok artis dalam pilgub jabar kali ini mungkin menjadi salah satu langkah politik paling mungkin dilakukan oleh kang emil dan kang dedi jika ingin benar benar memenangkan kontekstasi Pilgub Jabar kali ini. Pilgub Jawa barat kali ini kemungkinan tidak jauh berbeda dengan Pilgub Jabar 2013 dimana salah satu faktor ketokohan atau keartisan menjadi kunci kemenangan. 

Lihat saja, beberapa survei yang dilakukan saat pilgub Jabar terakhir menyebutkan, kepopuleran artis sangat menentukan pemilih tradisional yang kemungkinan besar tidak akan jauh berbeda pada Pilgub kali ini. Karna pemilih tradisional adalah pemilih irrasional yang mementingkan figur, akan banyak masyarakat Jabar yang mayoritas sebagai pemilih tradisional ini secara tidak langsung membuka peluang hadirnya artis untuk meramaikan pesta demokrasi kali ini. 

Masyarakat jabar  yang mayoritas tradisional tersebut banyak melihat figur ketokohan (artis) yang tentu saja menjadi kunci kemenangan pasangan calon  karna tingkat kepopulerannya di tengah masyarakat Jabar.

Namun, Siapapun yang akan maju dalam pilgub Jabar 2018 layaknya tak meniru yang terjadi di DKI Jakarta. Sudah Cukup JAKARTA! Pilgub Jabar 2018 harusnya mempertontonkan visi mereka kedepan apalagi jika memang kang Emil ataupun kang Dedi benar benar maju dalam Pilgub kali ini, rekam jejak mereka sangat dinanti dalam menyelesaikan segala persoalan di Jawa barat contohnya Intoleransi yang marak, sangat kontradiktif dengan kultur dan budaya masyarakat sunda yang toleran.

Sekarang, apakah Ridwan kamil atau Dedi Mulyadi mampu menyelesaikan segala masalah yang terjadi di level Provinsi sekelas Jawa barat yang tentu saja lebih besar permasalahannya ketimbang apa yang terjadi dilevel kota mereka terdahulu.  

Tentu terlalu berlebihan untuk berharap mereka berdua sebagai jawaban dari segala permasalahan layaknya satria piningit. Namun dengan rekam jejak yang ada dikedua bakal calon ini layaknya masyarakat Jawa barat mampu memilah pemimpin terbaik dari yang terbaik antara keduanya.

Berbanggalah untuk masyarakat Jawa barat yang jika tidak ada alang melintang, akan disuguhkan dua calon pemimpin yang mempunyai rekam jejak terbaik di Jawa barat ini. Mereka berdua adalah pemimpin yang mempunyai modal rekam jejak didaerahnya masing masing. Mereka berdua adalah pemimpin terbaik didaerah mereka yang dapat dinilai layaknya novel kepemimpinan, tidak seperti bakal calon lain contoh saja istri petahana yang belum mempunyai rekam jejak layaknya buku tulis yang belum terisi halaman demi halaman kepemimpinannya.

Selain itu mereka juga mempunyai modal yang tidak bisa dibeli oleh politisi yaitu dicintai rakyat didaerah mereka. Meminjam pemikiran Machiavelli Modal dicintai rakyatnya itu layaknya benteng yang paling baik yang pasti menjadi motor penggerak pemenangan Pilgub kali ini. Kang Emil maupun kang Dedi mempunyai modal di cintai didaerah mereka memimpin, modal yang tak ternilai dan tidak dimiliki calon yang tak mempunyai rekam jejak. 

Namun yang terpenting, Selain melihat bagaimana kedepan kontekstasi politik Pilgub Jawa barat menarik juga untuk menanti arah dukungan FPI. Dengan jumlah anggota tidak sedikit di Jawa barat. Kemana arah dukungan mereka?

Untuk Ridwan Kamil yan kemungkinan didukung oleh partai PDIP atau kah untuk Dedi Mulyadi sang "Tahanan kota" mereka.. Menarik!

@rizky fariza alfian

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment