Wednesday, February 15, 2017

Suara Ahok-Djarot Menang di Markas FPI

DUNIA HAWA - TPS 17, lokasi dekat Petamburan, di mana markas besar FPI berada, tepatnya di Gang Paski, Jalan Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Di sanalah terjadi anomali yang luar biasa aneh. Ketika FPI selalu identik dengan anti-Ahok, ternyata lingkungan markas besarnya pro-Ahok. Sekarang semakin kentara sebenarnya, siapa yang selama ini delusional? Semakin jelas pula kenapa demonstrasi harus keluar biaya besar mendatangkan secingkrangannya dari luar kota.


Hasil akhir pemungutan suara di sana, sebagai berikut: Ahok-Djarot unggul dengan 278 suara, Anies-Sandi sekitar 212 suara dan terakhir Agus-Sylvi dengan 38 suara. Walaupun tidak terpaut banyak, Ahok-Djarot unggul, di markas FPI.

Ada celotehan-celotehan provokatif setiap kali “Nomor 2” disebut dalam penghitungan suara. “Belum sun**t tuh nomor dua,” teriak salah satu warga yang disambut tawa oleh warga yang lain. Apa maksudnya “sun**t”? Mungkin maksudnya “non-Islam” dan “tidak sunat”? Tidak heran teriakan itu, hampir pasti para penunggu (atau pengawal?) TPS adalah simpatisan, lha wong markas besar.

AHOK-DJAROT PUNYA BANYAK SILENT VOTER DI MARKAS FPI


Kenyataan pertama yang terbaca, Ahok-Djarot punya banyak silent voter di markas FPI. Selama ini kita hanya disuguhkan berita-berita dari kelompok yang mengaku mayoritas dan mewakili mayoritas, yang ternyata faktanya, mereka minoritas. Suara mereka terdengar keras, tapi hanya karena bantuan toa dan publikasi media, yang bersuara sebenarnya itu-itu saja.

Dengan kemenangan Ahok di TPS 17 ini menandakan bahwa usaha dan jerih payah FPI meyakinkan “satu Indonesia” (padahal cuma untuk urusan DKI Jakarta) telah gagal di kandangnya sendiri. Terlalu ambisius rupanya selama ini. Mengapa tidak mencoba meningkatkan pengaruh dan kharisma dulu secara lokal sebelum masuk tingkat nasional? SUMBER JawaPos

Mungkin mereka sudah mencoba, tapi manusia berevolusi cara berpikirnya. Dalam perjalanan, mereka yang sungguh belajar dan ingin waras, akhirnya memahami bahwa FPI hanya kendaraan politis yang sedang menaruh di titik terendah agama mayoritas di Indonesia.

Silent voter mungkin diam, tapi mereka berpikir. Ini berbeda dengan yang selama ini berbicara keras, biasanya kurang memakai daya pikir. Rakyat Jakarta tidak sebodoh yang mereka kira. Diam itu emas, beri suara ketika diperlukan, itulah silent voter.

SPEKULASI POLITIK TINGKAT TINGGI


Jangan takabur. Kemenangan Ahok-Djarot di kandang FPI selain menunjukkan silent voter rasional, juga sedang membuka pertanyaan baru, “Benarkah terjadi pemindahan suara dari Agus ke Anies?”

Di TPS mana pun suara Agus-Sylvi jatuh, tapi kali ini, bahkan di kandang Front Pembela Islam!

Kalah tipis, wajar, tapi kali ini suara Agus-Sylvi berbeda jauh dengan Anies-Sandi? Ini yang perlu ditelaah lebih lanjut. Dana kampanye sekian miliar tidak mungkin menghasilkan suara sebegitu sedikit. Terlalu tidak masuk akal.

Jangan-jangan memang benar bahwa ada kesepakatan pemindahan suara FPI ke Anies-Sandi karena celoteh Antasari kemarin tidak bisa menyelamatkan citra lagi?

Jangan-jangan ada negosiasi tingkat tinggi di mana yang penting menyingkirkan Ahok dulu, toh siapapun yang jadi Gubernur selain Ahok, bisa atur-atur jatah nantinya secara politis, benarkah?

Ini sangat menjadi tanda tanya karena saat ini kita sedang berbicara tentang wilayah TPS yang berada “markas besar FPI”, yang kemarin demonstrasi ditemani semangat dari ketua Demokrat (filosofi Lebaran Kuda), yang sekarang tidak menyisakan sama sekali suara untuk Agus, Putra Demokrat.

Mungkin saja benar Antasari mengubah alur politik Pilkada, sengaja atau tidak sengaja, tapi bagaimana mungkin kaum yang biasa cinta buta, kali ini punya inisiatif-melek untuk memilih yang lain tanpa komando dari balik layar? Mari kita terus mencermati dengan hati dan pikiran terbuka.

@alderre


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment