Thursday, February 2, 2017

SBY Tertekan, Jokowi Tertawa, Ahok Terpingpong

DUNIA HAWA - Konferensi pers yang dilakukan Pak Mantan Susilo Bambang Yudhoyono menuai banyak respon dari pihak-pihak tertentu. Ia merasa dizalimi karena adanya dugaan kasus penyadapan pohon karet yang ada di depan rumahnya. Oops. Maksud saya dugaan kasus penyadapan yang dilakukan terhadap dirinya. Ia mengatakan bahwa ada indikasi ke arah sana. Pak Mantan juga mengatakan (atau lebih tepatnya: berhalusinasi) bahwa ada tiga orang abdi dalem istana yang melarangnya untuk bertemu dengan Pak Dhe.


“Ada tiga sumber yang memberi tahu saya, bahwa beliau (Jokowi) juga ingin bertemu saya tapi dilarang dua-tiga orang di sekeliling beliau. Dalam hati saya hebat juga bisa melarang Presiden bertemu sahabatnya yang juga mantan presiden,” – Mantan Kekasih Jiwa

Padahal setelah media massa cetak maupun online mengecek kebenaran tersebut kepada istana, istana tidak membenarkan hal tersebut. Apa yang Pak Mantan katakan di dalam kasus ini, sungguh merupakan hal yang janggal.

“Sama sekali enggak ada pelarangan” – Pramono Anung (Sekretaris Kabinet)

Satu tangkisan telak disampaikan langsung oleh Sekretaris Kabinet Presiden. Penangkisan pertama mungkin tidak membuat orang dan pendukung Pak Mantan puas dan mungkin ini hanyalah suatu hal yang bersifat formal. Namun respon istana tidak berhenti sampai penyataan bahwa tidak ada yang melakukan pelarangan. Istana menantang kembali Pak Mantan yang sedang kesusahan dan kekeringan cinta itu dengan pernyataan yang bertanya kembali.

“Tanyakan saja ke Pak SBY (siapa yang melarang Presiden Jokowi bertemu SBY)” – Pratikno (Mensegneg)

Ini baru sanggahan kedua. Di dalam dunia tinju, dua kali serangan itu belum membuat tumbang seorang lawan. Setelah jab oleh Pak Pramono, cross oleh Pak Pratikno, maka untuk ketiga kalinya uppercut dilangsungkan oleh Pak Johan Budi yang memiliki kapasitas sebagai staff khusus komunikasi.

“Sekarang kan era terbuka, saya sarankan sama Pak SBY disebut saja siapa yang menghalangi,” – Johan Budi (Staf Khusus Komunikasi).

Hmm.. Sudah kuduga…Apa yang kuduga? Tentu saya menduga bahwa ia mungkin memiliki teman halusinasi, atau yang sering diistilahkan dengan imaginary friend di dalam dunia psikologis.

Menurut Abang Wikipedia, saudara dari Om Gugel, teman imajinasi adalah fenomena psikologis dan sosial ketika pertemanan atau hubungan interpersonal lainnya berlangsung dalam ranah imajinasi dan tidak nyata. Teman imajinasi seolah-olah sangat nyata, namun anak-anak biasanya tahu bahwa teman imajinasi mereka tidak benar-benar ada.

Seluruh yang dikatakan Pak Mantan itu benar menurutnya. Mungkin teman itu sangat nyata di hidupnya. Satu hal yang paling menakutkan adalah ketika apa yang ktia angan-angankan, apa yang kita impikan, apa yang menjadi obsesi kita, begitu nyata di dalam hidup kita, namun sebetulnya tidak ada. Inilah yang sangat mungkin diidap oleh orang ini.

Pak Mantan bukan hanya tidak memiliki sahabat halusinasi, namun ia sangat mungkin memiliki dua pribadi yang begitu berbeda satu sama lain. Kepribadian ganda dikenal dengan sebutan Gangguan Identitas Disosiatif (Dissociative Identity Disorder). Sebenarnya, sebagian orang pernah mengalami disosiatif ringan, misalnya melamun atau hilang arah ketika sedang mengerjakan sesuatu. Namun, kepribadian ganda adalah bentuk dari disosiatif yang sudah berat, seberat harga diri anda, Pak Mantan.

2 November dan 1 Februari merupakan dua tanggal yang dapat mengindikasikan bahwa Pak Mantan mengidap gangguan ini.

Pada tanggal 2 November, Pak Mantan yang baru diputusin mungkin masih terbawa emosi dan masih dirundung kisah sedih di hari Minggu yang tidak menyenangkan.

“Jangan sampai beliau dianggap kebal hukum. Ingat equality before the law, itu adalah bagian dari nilai-nilai demokrasi. Negara kita negara hukum.” – Susilo Bambang Yudhoyono, 2 November 2016

Namun kemarin (1 Februari di Wisma Proklamasi, SBY bicara dengan lembut dan sorot mata yang lebih teduh, seolah-olah sudah berhasil move on, namun sepertinya ia hanya semakin pintar untuk menutupi kebohongan yang ada. Tangan kanannya terus memegang mikrofon seperti memegang sesuatu yang keras dengan tegang (hush jangan mikir HR dan FH), tidak menunjuk-nunjuk seperti ketika jumpa pers di Cikeas.

“Saya juga dituduh mendanai dan bahkan menunggangi aksi damai itu, bahkan belakangan katanya menyuruh membom Istana Merdeka, di mana 10 tahun saya tinggal di sana dulu. Katanya juga SBY dalang dari rencana makar yang kemarin akan dilaksanakan.” – Susilo Bambang Yudhoyono, 1 Februari 2017

Waduh.. Bapak Mantan ini kemungkinan besar memiliki raisa sayang yang tidak pernah diungkapkan, dan sekarang untuk menyesal-pun mungkin ia tidak bisa. Seluruh budaya Cikeasnya yang awalnya ingin di asimilasikan dalam pemerintahan saat ini sepertinya masuk ke tahapan gatot alias gagal total.

Ia mengatakan dengan sangat yakin bahwa Pak Ahok memiliki transkrip pembicaraan Pak Mantan dengan Ketua MUI. Dugaan yang diduga Pak Mantan disampaikan dan dimanifestasikan di dalam kalimat-kalimat yang sangat tidak terduga, alias sangat meyakinkan. Padahal tentunya di dalam konfirmasi yang diberikan oleh pihak Pak Ahok dan Tim Pengacaranya, jelas itu bukan penyadapan. Pak Ahok mengklaim ia memiliki bukti. Mengapa sampai disimpulkan oleh Pak Mantan sebagai dugaan penyadapan? Sekali lagi, ini hanya merupakan “halusinasi” yang mengindikasikan adanya “kekhawatiran” yang berlebih dan dimanifestasikan di dalam kepribadian dan gangguan yang mungkin diidap oleh Pak Mantan. Dusta apa lagi yang akan kau perbuat, Pak Mantan? Hasutan macam apa lagi yang akan kau lakukan, Pak Mantan? Kejadian apa lagi yang akan kau dustakan, Pak Mantan? Sudahi saja seluruh permainan romansa cinta berbau mayat ini, Pak Mantan. Jangan sampai Tuhan bosan dengan Anda, Pak Mantan.

Hal yang paling menyejukkan dunia perpolitikan saat ini, menurut saya adalah respon dari Pak Dhe Jokowi. Respon Pak Dhe di dalam menanggapi apa yang Pak Mantan katakan ini menurut saya sudah tepat. Ia tidak akan terpancing dengan hasutan Sang Mantan yang begitu memiliki rasa terpendam yang sudah basi dan mulai dipenuhi oleh ulat-ulat yang menggerogoti kebusukan itu. Pak Dhe tidak merespon karena ia tau bahwa ketika Pak Mantan berkata, Pak Mantan memiliki motivasi. Ketika Pak Mantan memiliki motivasi, Pak Mantan bergerak, atau menggerakkan orang-orangnya. Setelah seluruh pergerakan itu terjadi, Pak Mantan lepas tangan. Pak Dhe seolah-olah dapat membaca Raisa yang dimainkan oleh Pak Mantan. Kudos!

Pak Jokowi tidak ingin meresponi ini, mungkin juga karena Pak Jokowi sedang menunggu bagaimana klimaks dari apa yang akan dikerjakan oleh Pak Mantan, khususnya di dalam mencampuri urusan hukum yang ada. Pak Mantan lupa bahwa pada dasarnya ia bukan lagi orang yang berpengaruh di dalam pemerintahan. Memang, kenangan itu masih ada, namun kenangan yang ada akan perlahan-lahan sirna dan tidak ada jejak lagi. Sepuluh tahun dilewati dengan sia-sia. Ia sempat menaruh tentakel yang bernama Patrialis Akbar di Mahkamah Konstitusi. Sudahlah Pak Mantan, urungkan saja niatmu untuk memasang tentakel di dalam DKI Jakarta dengan keberadaan anak sulungmu dan Si Empok yang “katanya berpengalaman selama 30 tahun” itu. Tuhan tidak buta, Tuhan tidak tuli, dan Tuhan tidak mungkin membiarkan kezaliman terjadi di negara Indonesia tercinta ini.

Kita lihat saja pergerakan seperti apa, goyangan macam apa, dan senggolan yang seapik apa yang akan dilakukan oleh Pak Dhe.

Betul kan yang saya katakan?

@hans sebastian


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment