Friday, February 3, 2017

Gara-gara Ahok

DUNIA HAWA - Tiba-tiba saja negeri ini seperti dilanda gempa berkekuatan 70 skala Richter. Gejalanya sudah mulai terasa semenjak Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi Wakil Gubernur DKI pada 2012. Ada banyak aksi demo digelar untuk meminta Ahok mengundurkan diri dari kursi Wagub. Alasan pendemo, mayoritas warga DKI beragama Islam. Ahok sendiri menganut agama Kristen. Tidak jelas dalil mana yang digunakan oleh para pendemo. Mereka membawa dalil berdasarkan agama, sementara negara kita bukan negara agama. Negara kita yang berlandaskan UUD 1945 dan Pancasila tidak menjadikan agama sebagai syarat untuk menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah di mana pun.


Gak usah jauh-jauh cari contoh. Buktinya, ya si Ahok sendiri. Meskipun bukti ini sudah agak lama berselang, namun dijamin tidak kadaluarsa atau expired. Ahok, sebelum bikin heboh DKI Jakarta dan sekitarnya, ternyata sudah pernah menjadi Bupati di Belitung Timur, daerah kelahirannya. Bayangkan, daerah tersebut mayoritas beragama Islam (90%), namun Ahok yang beragama Kristen kok  terpilih dalam Pilkada Belitung Timur? Ya jelas tidak masalah. Lha, wong rumusnya tetap sama kok, UUD 45 dan Pancasila. Dan kalau rajin membaca berita atau mengikuti perkembangan zaman di negeri sendiri, ada banyak Kepala Daerah, Gubernur, Bupati, Walikota, yang agama atau keyakinannya berbeda dari mayoritas masyarakat. Dan semuanya baik-baik saja. Aman dan terkendali. Jadi sampai di sini, sebenarnya tidak jelas apa yang diinginkan oleh para pendemo yang mengatasnamakan agama tersebut.

Ahok memang dikenal sebagai sosok pejabat yang lain daripada yang lain. Kalau dalam pelajaran biologi, dia tergolong binatang langka. Ya, manusia semacam Ahok sangat langka di negeri ini. Dia sangat anti-korupsi.

Sebelum dia membubuhkan tanda tangan tanda setuju di atas  draf APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Kalau ada mata anggaran yang aneh dan dirasa tidak perlu, Ahok tidak segan-segan mencoret. Cret! Ahok tidak peduli apakah oknum DPRD yang mengusulkan anggaran siluman itu nanti menceret, rezekinya seret, atau stress. Bagi Ahok, uang rakyat tidak boleh dipermainkan walau hanya satu sen pun. Tentang hal itu, Ahok sudah ngomong dengan tegas: “Selama gua jadi gubernur, tidak akan gua biarkan satu sen pun uang rakyat lu colong!”

Sekali lagi, Ahok tidak sesumbar alias ngemeng doang. Ketika dia melihat ada mata anggaran di RAPBD 2016 yang bunyinya aneh: “Peningkatan Pemahaman SK Gubernur 168 tentang RT dan RW Kecamatan……”. Setiap nilai anggaran ini dipatok Rp 100.000.000 per kecamatan. Dan jika  di DKI ada 44 kecamatan, maka Rp 100.000.000 x 44 = Rp 4,4 miliar. Ahok sendiri  yang tidak ngeh apa juntrungan mata anggaran ini pun geram, dan mencoretnya, dan juga menulis kata-kata: “PEMAHAMAN NENEK LU”. Sudah pasti, anggota-anggota DPRD yang mengusulkan mata anggaran itu marah besar, sebab neneknya dibawa-bawa Ahok. Tapi itulah Ahok. Ngomong ceplas-ceplos, apa adanya.

Hahahahha… Gak ada Ahok gak rame! Begitu kira-kira komentar masyarakat DKI yang sudah sekian lama gerah melihat sepak terjang para wakil parpol yang bersemayam di sebuah gedung di Jalan Kebonsirih sana. Dan kehebohan tidak hanya sampai di “nenek lu”. Ada pula anggaran untuk UPS (Uninterruptible Power Supply) yang besarnya puluhan miliar rupiah. Padahal, menurut orang yang mengerti barang, harga satu unit UPS paling bekisar puluhan juta rupiah. Itu pun sudah the best-lah. Ini kok ada yang miliaran rupiah per unit? Saking besarnya anggaran untuk UPS ini membuat Haji Lulung takjub, terkesima sampai-sampai keseleo lidah menyebutnya USB. Gara-gara lidah yang keseleo ini, jagad media sosial ramai lagi dengan olok-olok, yang konon sempat membuat Pak Haji stress berat. Khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan menimpa Bang Haji, sapaan akrabnya, muncullah  gerakan “Save Haji Lulung” di media sosial. Sebab, bukan apa-apa, kita sangat membutuhkan sosok Haji Lulung yang berani berkata-kata demi membela konstituen. Ceileeeeeeee…

Ya. Gara-gara “ulah” Ahok, ketahuanlah bahwa di RAPBD itu ada anggaran yang jumlahnya mencapai Rp 12 triliun namun tidak jelas peruntukannya. Uang yang belum sempat cair itu ramai disebut dengan “dana siluman”. Wah… andaikata anggaran itu lolos, maka uang sebesar itu masuk kantong pihak-pihak yang tidak berwelas asih pada nasib masyarakat. Dan masih banyak lagi contoh gebrakan Ahok yang menyetop berbagai dana yang tidak jelas juntrungannya. Sudah barang tentu banyak pihak yang kebakaran jenggot dan naik pitam setinggi-tingginya, sebab sumber pemasukan atau rejeki rutin tahunan mereka disumbat oleh Ahok. Maka tak ada cara lain, Ahok harus disingkirkan, apa pun caranya.

Semua orang bernafsu menjadi lawan Ahok. Semua masalah ditimpakan kepada Ahok. Ucapan-ucapan Ahok menjadi masalah. Ahok yang temperamen dan sering berkata apa adanya, digarap oleh mereka. Maka Ahok disebut si mulut jamban. Lucu juga, sebab orang-orang yang menuduh Ahok si mulut jamban, nyata-nyatanya mulut dan perangai mereka jauh lebih norak dan beringas ketimbang Ahok.

Naas bagi Ahok, dia kesandung penistaan agama. Dia dituduh menghina agama sewaktu berpidato dalam kunjungan kerja ke Pulau Seribu. Meski ada sikap pro-kontra seputar kasus Ahok ini, namun pihak-pihak yang sejak dulu membenci Ahok, kini punya senjata baru dan canggih. Ahok menista agama! Maka gegerlah seluruh Indonesia. Apalagi DKI sudah memasuki musim pilkada, Cagub-cagub lain, saingan Ahok, memanfaatkan betul momen ini.

Sadar Ahok adalah lawan tangguh, ada cagub yang membawa-bawa bapaknya, mamanya, bininye, tetangganya (tetangga jauh) yang kebetulan fasih menyitir ayat-ayat suci dan punya banyak simpatisan. Heboh dah… Sekali mereka demo, menuntut si Ahok ditangkap dan dipenjarakan, Jakarta bergetar, seperti digoyang gempa. Bukan hanya warga DKI yang risau, roti-roti pun bisa jadi musuh besar!!!

DKI menjadi hiruk pikuk. Semua orang harus hati-hati berbicara. Sebab salah-salah bisa diadukan telah menista agama. Fizza Hut pun terkena sialnya. Namanya tercemar dan menjadi bahan guyonan. Untunglah pemilik Fitsa Hats, eh… fizza hut, tidak latah dan ikutan geblek dengan menuduh Ahok sebagai akar permasalahan yang menyebabkan makanan lezat khas Itali itu ternista.

Gara-gara Pilkada 2017, DKI menjadi ajang tuduh-menuduh, ajang adu-mengadu. Habib Rizieq dituduh menista dan menghina Pancasila. Yang dituduh tidak kalah garang, dan menuduh orang lain menista agama. Untung kepolisian kita sabar dan profesional. Semua pengaduan masyarakat diproses dengan bijak. Tidak ada yang kebal hukum. Kalau memang bersalah ya harus dihukum. Tidak perduli mau kerahkan pasukan berani mati untuk membela majikan. Toh dari kubu lain sudah siap pula pasukan yang akan membela NKRI dari rongrongan orang asing.

DKI ramai, seluruh pelosok Tanah Air ramai. Semua hanya melihat DKI Jakarta. Kasihan daerah lain, pilkada mereka jadi terlupakan. Semua tentang DKI dan AHOK. Ya… semua karena Ahok. Maka, mari kita sama-sama mengheningkan cipta sejenak dan lalu mengatakan: Ahok, gak ada loe gak rame...

@h. hans p


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment