Thursday, February 2, 2017

Dalilkan SBY “Disadap”, Wacanakan Hak Angket, Skenario Terbongkar

DUNIA HAWA - SBY sedang panik. Kepanikan SBY bisa dilihat dari wacana mengulirkan hak angket yang telah diwacanakan oleh Demokrat sehari pasca konfrensi pers yang dilakukan SBY. Hak Angket diwacanakan akan digulirkan untuk menyelidiki terkait skandal penyadapan pembicaraan Presiden RI keenam, SBY dengan Ketua Umum MUI, Ma’ruf Amin. Tentu hak angket adalah hak anggota DPR dan itu sudah diatur dalam UU Nomor 10/2016 Tentang MD3, Namun yang jadi persoalannya saat ini, wacana untuk menggulirkan hak angket yang diwacanakan Demokrat adalah penuh dengan unsur politis. Selain penuh unsur politis, wacana hak angket juga membuka rahasia kelam SBY terhadap rakyat miskin Indonesia.


Jika Demokrat berdalih hak angket akan digulirkan bukan karena kepentingan politik, tetapi untuk menyelidiki pelanggaran konstitusi  dan UU Nomor 19/2016 atas Perubahan UU Nomor 11/2008  Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, karena telah berdampak terhadap kepentingan masyarakat. Dan terkait SBY yang merasa telah disadap, SBY sama sekali tidak bisa menujukan bukti bahwa telah disadap, karena SBY baru sebatas merasa disadap. Dan jika baru ‘’merasa’’, itu belum tentu benar, dikarenakan justru itu  sebagai bentuk fitnah seolah-olah diarahkan kepada pemerintah, tanpa bisa sedikitpun membeberkan tbukti penyadapan tersebut.

Justru yang menjadi pertanyaan besarnya saat ini adalah mengapa UU ITE yang harus diangketkan setelah SBY merasa disadap? Jika memang tidak ada kepentingan politik SBY dan Demokrat, mengapa tidak mewacanakan jauh-jauh hari? Jika Demokrat berbicara bahwa mewacanakan hak angket karena SBY ‘’merasa’’ disadap,  justru itu tidak ada dampaknya sama sekali terhadap masyarakat luas.

Apa dampaknya terhadap masyarakat jika itu menimpa SBY terkait kepentingan politiknya di Pilkada DKI? Tidak ada! Dari sinilah terlihat adanya kepentingan politik Demokrat dibalik wacana hak angket atas penyadapan yang dirasakan SBY. Karena jika Demokrat bicara berdampak luas terhadap masyarakat, ada yang lebih luas lagi dampaknya ketimbang UU ITE yang akan diangketkan hanya karena Demokrat yang tidak terima nama Ketua Umum Demokrat terseret dan merasa telah disadap.

Pertanyaan besarnya mengapa Demokrat justru diam saja dan membiarkan adanya dampak besar dan sangat luas yang dirasakan masyarakat terkait UU Nomor 30/2009 Tentang Ketenagalistikan, jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi, dan ingat UU ini yang dikeluarkan di masa pemerintahan SBY pada 2009. Berdampak luas terhadap masyarakat, dikarenakan energi listrik adalah hajat hidup orang banyak, karenanya perhitungan tarif dasar listrik (TDL) harusnya didasarkan pada kebijakan negara bukan justru mengacu pada mekanisme pasar, terlebih lagi dalam UU Ketenagalistrikan memberikan celah bagi swasta untuk terlibat dalam penyediaan listrik dengan mengintervensi PLN, yang bisa berdampak tingginya TDL

Karena dengan mengacu perhitungan TDL berdasarkan mekanisme pasar, justru masyarakat yang akan semakin berat, terlebih lagi banyak keluarga yang tidak mampu yang tidak sanggup membayar TDL yang dirasakan tidak adil bagi mereka. Mengapa Demokrat membiarkan UU Ketenagalistrikan khususnya yang menyangkut cara menghitung TDL,  yang jelas berdampak luas terhadap kehidupan masyarakat dan sangat bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 33???

Mengapa itu dibiarkan jika Demokrat sungguh-sungguh peduli dengan dampak di tengah masyarakat? Tetapi mengapa Demokrat saat itu tidak mewacanakan hak angket  jika dalil dari diwacanakannya hak angket terhadap UU ITE dikarenakan telah berdampak luas terhadap masyarakat? UU Ketenagalistrikan dampaknya lebih luas terhadap masyarakat, tapi Demokrat diam saja!

Mengapa Demokrat hanya mengurusi UU ITE, sehari pasca konfrensi pers SBY dan melupakan masa lalunya, jawabannya sudah pasti adalah karena adanya kepentingan Demokrat dan SBY dalam Pilkada DKI Jakarta. Dan perlu ditegaskan bahwa kuasa hukum Ahok sama sekali tidak pernah menyebut memiliki bukti penyadapan ataupun bukti transkrip penyadapan, tetapi yang anehnya tiba-tiba , SBY ‘’merasa’’ telah disadap? Aneh tapi nyata, karena ini jelas motifnya politik, seolah-olah ada penyadapan sehingga SBY mendapatkan simpati dari masyarakat, demi kepentingannya dalam Pilkada DKI, ini dilakukan untuk kembali menggerek elektabilitas AHY-Sylviana yang turun drastis pasca debat kedua.

Jika SBY merasa disadap, mengapa SBY hanya melakukan konfrensi pers, mengapa SBY tidak melaporkan orang yang menyedapnya tersebut, terlebih lagi SBY ingin mendapatkan keadilan, SBY bisa membuat laporan sebagai saksi korban, nah dalam posisinya sebagai korban penyadapan, tentu harus ada bukti petunjuk bahwa benar telah disadap, tetapi SBY tidak memiliki bukti tersebut, sehingga tidak berani melaporkan tuduhannya tersebut , yang ada SBY hanya ingin menghangat-hangatkan suasana. Dan SBY jelas tidak berani melaporkan dikarenakan memang tidak ada penyadapan.

Dan tujuan dari konfrensi pers itu apa? Jelas terlihat ada upaya SBY memfitnah orang-orang disekeliling Jokowi, yang disebutnya melarang Jokowi bertemu dengannya. Jika memang benar ada orang yang melarang Jokowi bertemu dengannya, mengapa SBY tidak menyebut siapa nama orang yang melarang Jokowi bertemu dengannya, toh bisa tahu ada 2-3 orang, berarti SBY sudah tahu namanya. Tapi, mengapa SBY tidak menyebut nama-nama 2-3 orang tersebut? Karena itu memang tidak ada dan itu adalah fitnah karena SBY sama sekali tidak bisa membuktikan tuduhannya terkait siapa nama 2-3 orang yang dimaksudnya tersebut!

Selain itu SBY juga telah memberi pesan kepada Jokowi ,pesan yang tersirat sangat jelas dalam analogi skandal Watergate di AS pada tahun 1973, yang berujung dengan di-impeach karena terbukti ada penyadapan. Dan kemarin itu yang diarahkan SBY jelas mengarah kepada Jokowi, Dan itu sejalan yang sedang diupayakan Demokrat hari ini yakni menggalang dukungan hak angket dari partai politik lain agar memenuhi syarat pengguliran hak angket, dan berbahayanya jika hak angket berlanjut pada hak menyatakan pendapat. Jadi terlihat jelas konfrensi pers SBY kemarin bemuatan politik dan tujuan politik tertentu.

Tapi SBY hanya bisa melempar hal-hal yang bisa menghangatkan suasana saja tanpa bisa membuktikan ucapannya dan itu adalah fitnah Kemudian, jika SBY merasa disadap, apa bukti penyadapan tersebut, bisakah SBY dan kuasa hukumnya menujukan bahwa ini loh bukti SBY telah disadap, karena jika SBY berbicara ‘’merasa’’ sudah disadap, itu sama saja melakukan fitnah apalagi tanpa bisa membuktikan tuduhannya tersebut.

Dan Jika dalilnya hanya menyelidiki pelaksanaan UU, ada banyak UU yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, termasuk UU Ketenagalistrikan yang diterbitkan pada saat SBY masih menjadi Presiden.

Tapi mengapa hari ini Demokrat  ‘’mendadak’’ dan seolah kebakaran jenggot, mewacanakan hak angket terkait SBY yang merasa telah disadap, tanpa bisa menunjuk siapa orang yang telah menyadapnya? Ada muatan politik didalamnya. Karena dengan bermain diranah hukum tata negara melalui hak angket yang sudah diwacanakan dan sedang diupayakan dukungan dari partai lain, tentu memiliki tujuan politik jahat kepada Jokowi, apabila hak angket berujung pada hak menyatakan pendapat. Dalilnya karena SBY ”merasa” disadap, jadi diwacanakan hak angket, padahal ada tujuan tersembunyi dibalik wacana hak angket tersebut dan itu sejalan dengan makna konferensi pers SBY kemarin.

@ricky vinando


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment