Wednesday, January 25, 2017

Habib Rizieq-ku Sayang, Habib Rizieq-ku Malang

DUNIA HAWA - Untuk memulai tulisan ini, izinkan saya bertanya, siapakah tokoh yang belakangan ini baik di akhir tahun 2016 maupun di awal tahun 2017 yang menjadi topik pembicaraan di berbagai media? Siapa lagi kalau bukan Habib Muhammad Rizieq Shihab. Habib Rizieq selama ini dikenal sebagai pimpinan utama ormas Islam Front Pembela Islam (FPI), ormas yang berkantor pusat di daerah Petamburan Jakarta Pusat dan memiliki cabang di beberapa daerah di Indonesia.


Sekarang ini, publik tahu betul dengan geliat dan sepak terjang FPI yang dikenal anarkis dan radikal karena para pengikutnya kerap merazia kafe dan bar, membubarkan acara dan diskusi yang di dalam tafsir mereka dapat menciptakan keresahan di masyarakat, mengawal dan mensosialisasikan fatwa MUI yang terkadang menggunakan ancaman hingga kekerasan, dan masih banyak lagi. Walaupun demikian, kita juga harus adil dan jujur mengakui bahwa FPI adalah ormas yang banyak bergerak di bidang sosial yang kerap turun langsung membantu korban bencana alam di berbagai daerah. Sayangnya, hal ini jarang diekspos oleh media.

Popularitas FPI sebagai ormas yang berbajukan Islam mencapai puncaknya tatkala pimpinannya, Habib Rizieq, dapat mengumpulkan dan menggerakkan berbagai elemen umat Islam yang datang dari berbagai ormas dan aliran (yang terkadang tidak rukun) untuk mendemo Ahok, sang gubernur petahana DKI Jakarta, yang beragama Kristen karena pidatonya di Pulau Seribu -yang menjadi viral di media sosial- dianggap menistakan Islam.

Habib Rizieq kemudian menjadi di atas angin. Ia mendapatkan panggung untuk unjuk gigi. Ia menjadi tokoh utama dan inisiator demo yang bertajuk Aksi Bela Islam 411 untuk memenjarakan Ahok.

Habib Rizieq tampil dengan percaya diri karena ia mengklaim bahwa aksinya didukung oleh seluruh umat Islam Indonesia (meskipun faktanya tidak) dan dilegitimasi oleh fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengatakan bahwa Ahok telah menistakan Islam. Hal terakhir ini yang kemudian mendorong Habib Rizieq untuk membentuk Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) bersama Bahtiar Nasir, Zaitun Rusmin, dkk.

Presiden Jokowi pun tak luput dari ancaman Habib Rizieq. Ia mengancam akan menjatuhkan Jokowi bila keinginannya diabaikan. Jokowi ditekan dengan isu pelindung Ahok. Ia juga mendesak Kapolri, Jenderal Tito Karnavian agar Ahok segera dijadikan tersangka.

Karena desakan Habib Rizieq dan massanya, Ahok akhirnya berhasil dijadikan tersangka oleh Polri dalam waktu yang relatif singkat. Habib Rizieq berjanji untuk mengawal terus kasus Ahok di pengadilan sampai Ahok benar-benar dipenjara.

Habib Rizieq kemudian menjadi jemawa dan arogan. Ia merasa diri paling hebat. Apapun yang ingin diucapkan, tak lagi dipikir dan disaring.

Habib Rizieq kemudian melakukan lagi aksi damai di bulan Desember yang bertajuk Aksi Damai 212 untuk menuntut agar Ahok segera dipenjarakan dan ia mengklaim berhasil mengumpulkan massa sebesar tujuh juta yang hingga saat ini jumlah tersebut masih diperdebatkan. Sayangnya, di momen tersebut, aksinya tak berjalan begitu sempurna karena panggungnya berhasil dicuri oleh Jokowi, sehingga ia menjadi sedikit kalah pamor.

Jokowi memang merupakan pemimpin yang keliatan lugu dan ndeso, tetapi ia memiliki strategi politik yang cerdik dan sulit terbaca oleh lawan. Ia mewarisi visi kebangsaan Soekarno, kecerdikan strategi soeharto, sisi kemodernan Habibie, dan sisi pluralisme dan kekocakan Gusdur.

Untuk pelan-pelan meredam dan menghantam Habib Rizieq yang dianggap dapat merongrong dan menghancurkan kewibawaan negara, Jokowi dan aparatusnya melakukan operasi senyap untuk menangkap pihak-pihak yang dianggap mendukung aksi Habib Rizieq. Buni Yani sang pengedit video Ahok dijadikan tersangka. Ahmad Dhani, Rahmawati Soekarno Putri, Sri Bintang Pamungkas, dan beberapa aktivis diamankan oleh kepolisian karena dituduh berniat makar. Fahri Hamzah dan Fadli Zon yang dulu tampil sok jagoan dibelakang Habib Rizieq ketika Aksi Bela Islam 411 lebih memilih keluar negeri daripada ikut serta dalam Aksi Damai 212. Para pendukung Habib Rizieq mendapatkan terapi kejut dan mereka pun akhirnya tersungkur satu demi satu.

Habib Rizieq dengan sisa-sisa kekuatannya tetap berusaha tampil mencari panggung. Para pengikutnya menyerukan agar Habib Rizieq didaulat menjadi imam besar umat Islam Indonesia. Akan tetapi, ia ditolak oleh berbagai elemen umat Islam, termasuk GP Ansor di Manado, Banten, Batam dan berbagai elemen umat Islam lainnya.

Habib Rizieq seperti biasa tetap menyibukkan diri bersafari dan berceramah disana-sini untuk menghantam Ahok. Namun, ia tak menyadari bahwa omongannya ternyata jauh lebih ‘pedis’ dibandingkan Ahok. Dia menghina Pancasila, memplesetkan bahasa Sunda sampurasun menjadi campur racun, menuduh adanya logo palu arit PKI di uang rupiah baru, menghina profesi hansip, melakukan penistaan terhadap konsep ketuhanan Kristen. Semua bentuk penghinaan itu terekam dengan baik di berbagai media sosial. Hal ini di kemudian hari dijadikan dasar untuk melaporkan Habib Rizieq ke pihak kepolisian.

Habib Rizieq mungkin menganggap bahwa dirinya kebal terhadap hukum, sehingga ia berani asal bicara alias asbun. Habib Rizieq barangkali lupa bahwa banyak orang termasuk umat Islam sendiri, sejak dulu telah jenuh dan muak dengan ucapan dan perilakunya. Masih teringat beberapa tahun silam, Habib Rizieq pernah menghina fisik Gusdur ‘buta mata buta hati’ di salah satu stasiun tv swasta.

Sifat ringan mulut ini ternyata di kemudian hari menjadi senjata yang memakan dan melemahkan sendiri kekuatan Habib Rizieq. Karena mulutnya, ia dilaporkan ke kepolisian secara serentak oleh berbagai pihak. Pihak kepolisian pun dengan gesit menindaklanjuti laporan-laporan tersebut.

Pihak kepolisian pun tak segan-segan mengancam akan menjemput paksa Habib Rizieq bila ia mangkir dari pemeriksaan. Bisa dibayangkan, betapa malunya Habib Rizieq ketika ia dijemput paksa oleh polisi. Energi Habib Rizieq akhirnya terkuras habis karena ia sibuk menghadiri panggilan pemeriksaan disana-sini.
Sebaliknya, publik menjadi lebih simpati dengan Ahok karena para saksi pelapornya -yang nota bene orangnya Habib Rizieq- ternyata penuh dengan kejanggalan dan inkonsistensi ketika bersaksi di pengadilan. Ternyata, tak ada satupun dari saksi pelapor itu yang menyaksikan langsung pidato Ahok di Pulau Seribu. Habib Rizieq akhirnya keok. Sekarang ia tak lagi menjadi singa yang ganas seperti dulu, karena giginya satu-satu telah dicopot.

Ia terpaksa harus meminta perlindungan di kawan lamanya di DPR, yakni Fahri Hamzah dan Fadli Zon. Tetapi, kedua anggota DPR tersebut juga tidak segarang dulu, karena mereka sekarang memilih main aman karena ekornya telah dipegang dan dikendalikan oleh Jokowi.

Habib Rizieq juga meminta mediasi dari Polri terhadap kasus yang membelitnya agar tak ada lagi aksi saling lapor-melapor karena dianggap dapat menciptakan konflik horizontal. Ia juga meminta hak klarifikasi terhadap video ceramahnya yang dipotong-potong agar tidak menimbulkan salah tafsir.

Di sisi lain, MUI Pusat melalui ketua umumnya, Ma’ruf Amin menegaskan bahwa GNPF-MUI (gerakan yang dibentuk oleh Habib Rizieq) tidak ada kaitannya dengan lembaga MUI baik secara struktur maupun non-struktur. Tentu pernyataan ketua umum MUI pusat ini merupakan pukulan telak bagi Habib Rizieq.

Publik yang belakangan ini berbalik simpati pada Ahok akhirnya menertawai Habib Rizieq, sang singa ompong, karena ia ingin diperlakukan secara adil tetapi ketika taringnya masih tajam, ia tampak begitu ganas dan semena-mena menerkam Ahok. Yang ada di mulutnya waktu itu hanyalah: “tangkap Ahok, penjarakan Ahok, dan bunuh Ahok”. Tak ada keinginan sama sekali darinya untuk bertabayyun (mengklarifikasi/ mencari tahu kebenaran) pada Ahok.

Saya tak menaruh kasihan pada Habib Rizieq karena ia terlalu besar untuk dikasihani oleh orang kecil seperti saya. Saya hanya kasihan dengan orang-orang yang selama ini tertipu dengan simbol dan atribut Islam yang kerap dijual oleh Habib Rizieq.

Mungkin Habib Rizieq perlu membaca ulang lembaran sejarah hidup Rasulullah Muhammad SAW agar ia dapat sadar kembali bahwa kebesaran Rasulullah bukan karena ancaman, umpatan, dan tajamnya pedang, melainkan karena keindahan dan kelembutan akhlakNya.

Kata bang Haji, engkau sungguh terlalu ya bib.

@taufani


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment