Tuesday, January 24, 2017

‘Blunderisasi’ Pasangan Calon Nomor 1

DUNIA HAWA - Pilkada DKI Jakarta kali ini menunjukkan persaingan yang luar biasa. Semakin mendekati waktu pencoblosan semakin menumpuk pula janji-janji yang dikeluarkan masing-masing pasangan calon. Sangat menarik bagi para penggemar acara politik untuk mendalami apa saja yang telah dijanjikan dan seberapa besar kemungkinan janji tersebut dapat dilaksanakan pada saat kemenangan tiba.


Kita lihat yuk janji-janji apa saja yang tertangkap media yang diberikan oleh pasangan calon nomor 1 kepada para penggemarnya.

1. Bantuan Langsung Tunai


Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk keluarga kurang mampu sebesar 5 juta Rupiah per tahun per keluarga. Ada yang mendukung dan ada juga yang menolak program BLT. Bagi yang mendukung, mereka menganggap bahwa BLT dapat membantu mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial di Jakarta. Sedangkan yang menolak, mereka menganggap kebalikannya, dan menganggap sebagai pembodohan masyarakat.

BLT pernah dipakai oleh SBY pada tahun 2005. Bisa dilihat dari tabel di atas “Jumlah Penduduk Miskin Dan Tingkat Kemiskinan per Kota / Desa 2004-2012”. Tabel diambil dari Bappenas dalam laporan yang berjudul “Kinerja Pembangunan 2004-2012”. Dalam tabel terlihat jumlah penduduk miskin kota tahun 2004 tercatat 11,4 dimana pada saat itu BLT belum dijalankan. Tahun 2005 meningkat 12,4, 2006 meningkat menjadi 14,49, baru turun tahun 2007 menjadi 13,56.

Padahal Agus-Sylvi menargetkan turunnya angka kemiskinan dari 3,75% menjadi 2,75% dengan dikeluarkannya BLT. Sedangkan hasil dari BLT versi SBY membuktikan BLT tidak berdampak siknifikan terhadap angka kemiskinan.

Apakah AHY-Sylvi akan tetap menjalankan BLT?

Jawabannya adalah ya. BLT adalah daya tarik bagi pemilih pasangan nomor 1, walaupun telah dijelaskan oleh AHY pada saat debat Cagub dan di beberapa media, BLT hanya bersifat sementara. Bisa dikeluarkan selama 1 tahun, 2 tahun, terserah kepada AHY kapan mulai dan kapan berhenti. Sama seperti era SBY, mulai tahun 2005 – 2007 dan kemudian dilanjutkan kembali tahun 2008.

Kekurangan dari BLT adalah lemahnya monitoring atas dana yang dikeluarkan. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa dana akan sampai 100% ke masyarakat yang membutuhkan dan kemungkinan pembagian BLT yang tidak merata sehingga banyak warga tidak mampu yang tidak menerima BLT.

Bila kita bandingkan dengan petahana atau program Pemprov saat ini, bantuan tidak diberikan dalam bentuk tunai tetapi melalui kartu yang dapat dimonitor kegunaannya dan telah ditentukan fungsi dana tersebut. KJP untuk pendidikan, KJS untuk kesehatan dan KIP (program bantuan pendidikan pemerintah pusat) untuk warga Indonesia tidak mampu selain penerima KJP.

Apakah Jakarta masih memerlukan Bantuan Langsung Tunai untuk masyarakat tidak mampu bila sudah KJP, KJS, KIP dan BPJS?

2. Bantuan Tunai 1 Miliar per RW


Program yang satu ini menjadi perdebatan di dunia dan akhirat. Semudah itukah seorang Gubernur membagikan uang APBD sebesar 1 miliar untuk setiap RW di Jakarta. Kasihan sekali RW-RW yang ada di luar Jakarta. Mereka akan protes ke Gubernurnya masing-masing dan bertanya kapan kami mendapat bantuan 1 miliar seperti Jakarta? Apa salah kami sehingga diperlakukan tidak adil?

Bila program ini berhasil dilaksanakan, pintu bagi Gubernur lain untuk berbagi ‘ember’ akan terbuka lebar. Berapa triliun yang akan dibagikan oleh para Gubernur?

Kita ambil saja data dari kompas tahun 2014 yang mengatakan ada 2.709 dan kita asumsikan saja tidak ada tambahan di tahun 2016. Sehingga total dana yang dibutuhkan adalah sebesar Rp. 2.709.000.000.000 atau 2,7 triliun per tahun. Total lima tahun masa kepemimpinan Gubernur menjadi Rp. 13.545.000.000.000 atau 13,5 triliun.

Djarot sebagai wakil Gubernur saat ini mengatakan “Lupakan program-program yang angin surga seperti itu. Gimana nanti mempertanggungjawabkannya”. (Horas Sumut News)

“Saya gerilya ke seluruh Jakarta, banyak yang bilang, akhir-akhir ini RT/RW tidak diberdayakan, betul? Saya justru ingin berdayakan RT/RW, karena banyak gagasan baik dari sana dan RT/RW yang paling tahu kondisi lingkungan tempat tinggalnya,” kata Agus.  (metro online)

Memberdayakan RT / RW sudah dilakukan dengan adanya Qlue dan bisa juga penyampaian langsung program kerakyatan kepada Gubernur. Tidak harus memberi 1 miliar kepada setiap RW dan mempersilahkan RW merencanakan dan menjalankan sendiri program anda, saya sebagai Gubernur tidak ikut campur.

Apakah program ini bisa dilakukan? Bisa saja. Tergantung dari wakil rakyat yang duduk di DPRD. Apakah mereka akan kritis dan mempertanyakan cara monitoring agar uang 1 miliar tidak disalahgunakan. Siapa yang akan menjadi auditor dari semua aktifitas pengeluaran dana semua RW di Jakarta? Dan siapa yang akan menjadi akunting yang mengumpulkan bukti pembayaran dan pengecekkan kebenaran dari data yang diberikan? Siapkah ketua RW mempertanggungjawabkan dana hibah tersebut dan siap untuk menjadi tersangka bila ada kesalahan. Bola panas bukan orang yang memberikan hibah, tetapi bola panas ada pada si penerima hibah.

Dan satu hal yang harus diingat, itu adalah uang Negara. Saat ini, pemerintahan Jokowi berusaha untuk meningkatkan pendapatan Negara dengan melakukan Tax Amnesty dan mengejar target penghasilan dari pajak. Bila uang 13,5 triliun tersebut disalahgunakan, maka yang harus menanggung akibatnya adalah rakyat juga. Pemerintah akhirnya akan lebih meningkatkan target pajak untuk menutupi kekurangan dana APBN.

3. Penanggulangan Banjir


Sesuai dengan artikel “Jakarta Memilih: Cagub Dengan Program Bebas Banjir”, posisi AHY-Sylvi adalah yang terendah dalam hal penanggulangan banjir di Jakarta. Pada saat ditanya dibeberapa kesempatan, AHY selalu memberikan jawaban yang berbelok-belok dan tidak memberikan jawaban langsung tentang programnya. Setelah beberapa hari dan setelah banyaknya artikel yang mempertanyakan program banjir sang AHY, baru keluar pernyataan dari AHY mengenai penanggulangan banjir yang dipasang di situs resmi Demokrat yang juga merupakan artikel dari detik. Berikut kata-kata AHY:

AHY mengaku sudah memetakan sejumlah daerah rawan banjir di Jakarta. Dia mengaku punya jurus jitu yang akan digunakan jika terpilih menjadi Gubernur DKI. Wow.. jurus jitunya disimpan dulu dan akan digunakan bila terpilih menjadi Gubernur. Pasangan lain berlomba untuk membuat program yang bagus dan disampaikan kepada warga. Kalaupun tidak terpilih, konsep banjir dapat dipakai oleh calon Gubernur lain. Bukankah itu sama dengan membantu rakyat? Jadi bila anda ingin tahu program penanggulangan banjir versi AHY, silahkan coblos dulu paslon nomor 1 di Pilkada nanti.

“Begini kita tahu, kita sudah hitung juga dan tentunya akan dimutakhirkan lagi melalui tidak hanya diskusi. Insya Allah saya terpilih jadi gubernur, saya akan duduk bersama dengan banyak sekali pakar dan juga para praktisi yang selama ini telah menangani perkotaan,” kata AHY di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Minggu (22/1/2017). Loh kok jadi begini? Bukannya tadi bilang sudah ada jurus jitu? Sekarang masih harus duduk dengan para pakar dan juga para praktisi. Kenapa posisi Gubernur tidak diserahkan kepada praktisi yang sudah bertahun-tahun menata kota Jakarta? Kanapa warga Jakarta perlu memilih anda di Pilkada yang akan datang? Saya kira wajar bagi orang waras untuk bertanya seperti itu.

Dari pembicaraan di atas, bisa disimpulkan, banjir akan tetap ada selama 5 tahun ke depan. Pilihannya hanya bertambah banjir atau berkurang banjirnya. Menurut anda para pembaca yang budiman?

4. IT sebagai solusi permasalahan Ibukota


“IT merupakan fundamental utama dalam mencari solusi di Jakarta. Sebagai ibu kota negara, tentunya harus juga semakin berbasis pada IT,” ujar AHY usai menghadiri seminar leadership di Balai Rakyat Plumpang, Jakarta Utara, Minggu (22/1/2017). Sejumlah permasalahan yang dapat diatasi melalui pemanfaatan IT di antaranya banjir, kondisi lingkungan, polusi, dan aksi kriminalitas yang terjadi di Jakarta. 

Ini adalah janji terbaru dari AHY untuk menggunakan IT sebagai solusi problema Jakarta. Sebenarnya saya ingin sekali mengetahui secara jelas bagaimana IT bisa memberikan solusi. Tapi sayangnya, para peserta seminar tidak ada yang bertanya secara jelas hubungan antara IT dan masalah Ibukota. Kemana saja para peserta seminar itu? Coba anda membayangkan sendiri-sendiri pertanyaan di bawah ini dan sampaikan saran anda untuk membantu pendukung AHY:

Bagaimana IT bisa menanggulangi banjir? Tolong jelaskan caranya

Bagaimana IT bisa menanggulangi polusi? Tolong jelaskan caranya

Bagaimana IT bisa menanggulangi aksi kriminalitas? Tolong jelaskan caranya

Sudahlah. Kita akhiri saja dan kita lanjutkan di lain waktu (bila ada waktu).

Salam-salaman yuk..

“Apalah arti rupa jika di dalamnya tak ada makna, hanya bagai ruang hampa, tiada sinar dan udara.

@arif


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment