Thursday, January 26, 2017

Annisa Pohan: Permukiman Pinggir Rel Akan diper-INDAH Agus

DUNIA HAWA - Ada sebuah istilah dalam dunia sufi “mengubah yang tidak mungkin menjadi mungkin”. Bagi orang-orang suci, kemustahilan tidak ada dalam kamus mereka. Kedekatan mereka kepada Tuhan, membuat kemustahilan menjadi sesuatu yang mungkin. Ini disebut sebagai karomah. Kalau dalam konteks Nabi itu disebut sebagai mukjizat.


Apakah mengumpulkan 7 juta manusia di Monas merupakan sebuah karomah dari Rizieq Shihab? Baginya dan pendukung yang sedasteran dan secingkrangan dengannya tentu akan menganggap “kibulan” tersebut sebagai karomah. Biarlah yang waras memberikan kesempatan untuk mereka mengenang bahwa ada banyak orang bodoh yang menganggap Monas dapat menampung 7 juta manusia.

Agus Harimurti Yudhoyono pernah ngehits dengan konsep “kota apung” yang ia tawarkan untuk menyelesaikan masalah banjir. Imaginasi yang Agus tawarkan ini ternyata berbuah bully yang masif dan spontan dari para netizen dari Sabang sampai Merauke. Banyak orang mereka-reka teknologi yang bakal dipakai oleh Agus dengan nada satir. Tapi, akhirnya, Agus malah berkelit bahwa itu bukan programnya. Ia hanya menjelaskan bahwa konsep kota apung ada kok di dunia.

Kita tak perlu memperpanjang masalah dengan mempertanyakan di belahan dunia mana ada konsep seperti itu? Nanti bisa dikasih insentif yang membuat aksesibilitas menuju vertical housing menjadi lebih cepat. Bisa kelar nih hidup kita kalau diginiin. Hahaha ...

Ternyata. Agus mewarisi ide-ide yang delusif ini kepada isteri tercintanya, Annisa Pohan. Annisa tak hanya mewarisi sifat yang mudah reaktif dari sang ibu mertua, tapi mewarisi juga ide-ide delusifnya Agus. Beginilah kalau dunia politik ditentukan dari garis keturunan.

Hari ini. Annisa Pohan mengunjungi sebuah lokasi kebakaran di Kedaung, Jakarta Barat. Lokasi permukiman yang terbakar berada di pinggir rel kereta api. Saat bertemu dengan warga, Annisa berkata bahwa suaminya, Agus, punya cara dalam mengelola permukiman warga, termasuk yang di pinggir rel.

Warga yang menyaksikan menanti-nanti dengan harap dan cemas apa yang akan menjadi solusi Agus untuk mereka. Apakah Agus akan menggusur mereka atau memberikan solusi lain tanpa menggusur? Tanda tanya tersebut nampak jelas dari raut wajah mereka yang lusuh dan penuh harap.

Annisa menjelaskan, “Agus akan menata permukiman-permukiman sejenis menjadi lebih indah. Tentu ditata dengan indah. Artinya, kalau memang mereka sudah tinggal disini berpuluh-puluh tahun, apa alasan kita untuk menggusur. Mas Agus dan Mpok Sylvi selalu berprinsip bahwa membangun tanpa menggusur.”

Dalam Debat Cagub pertama, Ahok pernah mengatakan, “Untuk membenarkan dia hanya untuk memenangkan sebuah pilkada. Ini sangat bahaya, sangat bahaya. Makanya saya harap kita harus betul-betul mendidik dalam membantu itulah yang kami akan lakukan.”


Apa yang Annisa sampaikan hari ini, apakah mendidik warga? Atau hanya alat untuk memenangkan sebuah Pilkada. Berdasarkan UU KA Nomor 13 Tahun 1992 dengan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 69, wilayah sekitar 11 meter sisi rel kereta tak diperbolehkan mengadakan kegiatan apapun, selain lalu lintas perjalanan kereta.

Membenarkan perilaku warga yang melanggar hukum dengan alasan apapun sangat tidak mendidik. Apalagi, ini dilakukan dalam masa Pilkada. Tidak ada jaminan janji “pembodohan” seperti itu bakal ditepati nantinya. Wong, itu jelas-jelas melanggar hukum.

Annisa juga sempat mengatakan kepada warga, “Menata kota itu tidak harus menyakiti hati rakyat. Banyak sekali solusi yang bisa dilakukan untuk memperindah kota, memperindah Jakarta dengan cara yang baik.”

Menyakiti hati rakyat? Lebih sakit mana hidup dalam bayang-bayang rasa takut, sewaktu-waktu kereta bisa saja menghantam permukiman mereka? Lalu, bagaimana dengan nasib para penumpang kereta api jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran di sekitar permukiman liar di pinggir rel? Apakah ini juga tidak menyakiti hati warga lainnya?

Aturan itu dibuat agar semua pihak dapat hidup dengan enak. Melanggar aturan, hanya menguntungkan pihak yang satu tapi merugikan pihak yang lain.

Sebenarnya. Kita perlu bertanya kepada Annisa, bagaimana detail solusi yang diberikannya tanpa harus menggusur, sementara sepanjang rel kereta harus ada space 11 meter? Jangan dulu memperindah permukimanannya. Karena memperindah atau melukis, itu jauh lebih mudah ketimbang menggeser. Apakah akan ada rumah apung untuk menghindari jalur bebas aktivitas di pinggir rel? Atau, perlu dibuat permukiman bawah tanah? Atau, Agus punya sebuah karomah untuk mengubah yang tidak mungkin menjadi mungkin? Atau, apalah itu. Hanya Annisa, Agus, dan Tuhan yang tahu.

Annisa tahu, tidak akan ada warga yang akan mempertanyakan sampai sejauh itu. Dengan hanya menjanjikan tidak ada penggusuran, warga pasti sudah senang. Dan, mungkin saja akan memilih Agus nanti. Kalau itu terjadi, kita baru saja menyaksikan bagaimana seorang calon pemimpin memulai karirnya dengan sebuah upaya pembodohan.

Semoga kabar ini tidak sampai di telinga Najwa Shihab. Supaya, pada acara Mata Najwa nanti, yang menghadirkan Agus-Sylvi, Najwa tidak menguliti pernyataan Annisa Pohan ini. Kalau ini terjadi, bisa panas dingin Agus diberondong pertanyaan Najwa yang agak-agak gimana gitu. Soalnya, Anies-Sandi sudah merasakannya semalam.

Ra(i)sa-ra(i)sanya begitulah

@muhammad nurdin


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment