Friday, December 2, 2016

Situs Habib Rizieq Diblokir, FPI-pun Mengecam

DUNIA HAWA - Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) telah memblokir situs resmi Habib Rizieq, habibrizieq.com dan sebagai akibatnya FPI berang dan mengecam keras. Kecaman keras tersebut, menurut Sekjen FPI Novel Bamukmin, karena website tersebut adalah media yang digunakan untuk berdakwah, untuk melayani umat. Kenapa harus diblokir? Ini dibalas oleh Kominfo yang menyatakan bahwa website tersebut diblokir karena dianggap membuat konten yang meresahkan. Pemblokiran tersebut dilakukan sejak 26 November lalu. Pemblokiran dari Kominfo dilakukan dengan meminta semua penyelenggara jasa internet, meski semua penyelenggara jasa diminta memblokir, tapi ada yang sudah melaksanakannya, ada juga yang belum. (Mungkin saja ini yang menyebabkan saya masih bisa mengakses websitenya. Apakah pembaca Seword juga sama seperti saya?)


Nah, mereka kembali membuat alasan yang sebenarnya bahkan orang awam pun sulit mencerna. Kalau untuk alasan dakwah, it’s ok. Itu tujuan mulia, berdampak pada banyak orang. Tapi yang tidak habis dipikir adalah isinya yang cenderung meresahkan masyarakat. Bukankah agama itu seharusnya menyejukkan masyarakat? Bukankah agama itu seharusnya mampu menjaga kerukunan antar masyarakat? Tapi kenapa isinya (memang tidak semua) ada yang cenderung provokatif dan seolah menebar kebencian? Tentunya logika ini terbalik dengan tujuan utama dakwah.

Mereka beranggapan website tersebut sudah ada dari dulu, dan mempertanyakan mengapa ketika ada kasus penistaan agama baru diambil tindakan. Dan satu lagi yang lucu, menurut mereka hanya pihak-pihak tertentu saja yang keberatan dengan keberadaan website tersebut. Pihak-pihak tertentu yang dimaksud adalah pendukung Ahok. Lagi-lagi Ahok yang diungkit.

Menurut analisis saya, sebelum Ahok terlibat kasus penistaan agama pun sebenarnya sudah seperti ini. Hanya saja situasi saat itu masih kondusif dan tidak meresahkan, tidak segila sekarang. Lihat saja sekarang keserahan makin menjadi-jadi dan jika tidak diambil tindakan maka dikhawatirkan provokasi tersebut makin meluas. Lagi pula Kominfo sudah memiliki pegangan berupa Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mulai berlaku Senin lalu sehingga berhak memblokir situs dan konten negatif. Tidak masalah jika ingin menyampaikan pendapat, karena setiap warga negara memiliki hak untuk itu. Kalau pernah belajar PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) tentu akan tahu bahwa salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) adalah kebebasan menyatakan pendapat. Tapi setahu saya tidak pernah ada yang namanya kebebasan menyebarkan kebencian apalagi provokasi. Saya sangat yakin dan bertaruh untuk itu.

Mari kita buat simulasi. Andaikan Anda berbicara di hadapan sekitar seribu orang, apakah semua orang tersebut akan setuju dengan Anda? Jawabannya adalah tidak. Sebaik apa pun Anda berbicara, tetap ada sebagian yang tidak setuju bahkan tidak suka. Begitu pula, seburuk, sekasar atau seprovokatif apa pun pernyataan Anda, tetap ada sebagian yang percaya dan setuju. Sebagian orang tersebut jumlahnya bisa dihitung pakai jari, sedikit atau bahkan banyak. Analogi lainnya, lihat saja teroris. Apakah tindakan mereka menurut Anda benar atau salah. Saya yakin sebagian besar akan menjawab salah, tapi saya berani bertaruh tetap ada sebagian yang mendukung. Kalau semua orang menentang maka tidak ada lagi teroris di dunia ini. Intinya tetap ada yang mendukung dan sebagian akan menentang, itu sudah hukum alam.

Nah, sekarang bagaimana dengan provokasi. Sedikit banyak pasti ada yang mendukung. Yang mendukung ikut memprovokasi ke yang lain, pastinya ada sebagian juga yang mendukung. Ini seperti rantai yang saling menyambung yang jika tidak segera dihentikan maka akan semakin panjang. Ini sudah seperti bisnis MLM, ada yang ikut, ada yang menolak. Yang ikut akan mengajak rekan dan orang lain untuk masuk MLM. Begitu seterusnya.

Tapi sepertinya pemblokiran website kurang begitu efektif, karena saya lihat sendiri sebuah website yang sudah diblokir malah berganti nama baru. Diblokir lagi, ganti domain lagi. Kejar-kejaran seperti Tom & Jerry. Begitu seterusnya kayak sinetron Indonesia yang panjang tak tampak ujungnya.

@shardy


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment