Sunday, December 25, 2016

Perbandingan Tak Sehat Hanya Dinikmati Orang Sakit

DUNIA HAWA - Beberapa media sumbu pendek dengan bangganya menyebar opini yang sama sekali tidak berbasis akal sehat. Berita hoax jadi konsumsi harian kaum cuti nalar, tulisan-tulisan propaganda disebar ke segala arah dengan alasan untuk menyampaikan kebenaran.


“Bela Islam”

“Cinta Agama”

“Jihad Cyber”

“Pelindung Kitab Suci”

“Penebar Ajaran Tauhid”

“Pro Khilafah”

“Hajar komunis”

“Basmi Cina”

Itu beberapa tema yang selalu diramaikan oleh mereka. Para pembaca Dunia Hawa yang budiman. Saya dapat pastikan bahwa mereka tidak akan berbicara di luar dari tema-tema itu, karena ulama-ulama mereka tidak punya pengetahuan lain di luar dari tema-tema yang saya sebutkan di atas.

Banyak dari kaum muslimin terjebak pada frasa “Bela Islam”, seakan-akan itu merupakan sebuah konsep praktis yang bisa dilakukan tanpa syarat. Sehingga muncul kelompok manusia yang semula akrab dengan tempat pelacuran, club malam, bar, tempat karoke++, pijit ++, tiba-tiba berubah jadi “Penuntut Kehormatan Islam”.

Saya menilai, ini sebuah reaksi logis. Awalnya. Mungkin karena sudah terlalu jauh dari ritual dan spritual keislaman serta berjarak dengan kajian-kajian ilmu Islam, sehingga mereka merasa bahwa blunder lips Ahok adalah satu-satunya kesempatan untuk mendeklarasikan keIslaman mereka. Awalnya.

Tapi makin kesini, kebodohan demi kebodohan bertebaran, propaganda Bela Islam berubah jadi beraneka macam, dari mulai; Demo, aksi doa, mentuntut Ahok dipenjara, mengancam revolusi, menyebar berita fitnah kepada Jokowi dan terakhir melakukan agresi-agresi verbal kepada ulama-ulama senior NU yang notabene jauh lebih berjasa di Negara ini ketimbang ustad-ustad hypertensi junjungan mereka.

Ada yang aneh. Orang waras tak perlu banyak meneliti untuk membaca gelagat aneh yang sedang menimpa Negeri ini.

Perlu diketahui bahwa “Bela Islam” bukanlah konsep pembangkangan kepada konstitusi. “Bela Islam” juga bukan selogan tanpa rasionalitas. “Bela Islam” adalah puncak kesadaran tertentu untuk menerapkan keIslaman dalam diri kita, serta menjadi cahaya di tengah-tengah kegelapan.

Dengan itu klaim “Bela Islam” tidak akan sempurna tanpa dua hal; Ilmu dan kerendahan hati. Mohon dicatat! Tanpa ilmu dan kerendahan hati, klaim “Bela Islam” hanya akan menjadi ide bengis yang melegalkan praktik ngomong jorok dan aksi jilat ludah sendiri di hadapan publik.

Mungkin beberapa di antara pembaca juga sudah mengetahui aksi-aksi lain jilat ludah sendiri yang mereka lakukan di hadapan publik. Saya tak mungkin paparkan semuanya. Yang terpenting adalah kita memahami bahwa apa yang mereka lakukan tidak berlandaskan ilmu dan kerendahan hati.

Sebelum menutup ulasan ini, sesuai judul dan image artikel. Saya jujur dari hati yang paling dalam, saya mengakui bahwa ada sisi-sisi tententu, sesuai yang saya baca dalam sejarah Nabi, memang ada persamaan antara Aa’ Gym dengan Abu Bakar R.A, Rizieq Sihab dengan Umar Bin Khatab R.A dan Yusuf Mansur dengan Usman Bin Affan R.A. Tentunya bukan sekedar cara berpakaian dan cara bicara. Tapi yang lebih detail dari itu.

Yang saya tidak habis pikir adalah Ali bin Abi Thalib disamakan dengan Bachtiar Nasir, karena yang saya amati, persamaan Bachtiar Nasir dengan Ali Bin Abi Thalib hanya dari gender, lainnya tidak ada.

Saya review sedikit tentang sejarah Ali Bin Abi Thalib, beliau adalah sahabat sekaligus sepupu tercinta Nabi Muhammad yang dinikahkan dengan Anak perempuan kesayangan Nabi. Nabi menyebut Ali adalah pintu ilmunya. Bukan hanya itu, Ali Bin Abi Thalib adalah panglima di 72 ekpedisi peperangan dan menang. Ali Bin Abi Thalib adalah martir suci yang mengambil sisi-sisi sulit untuk perjuangan risalah Agama Islam.

Sedangkan Bachtiar Nasir? Yang katanya sepintar Ali, dengan bangganya memimpin demo dan berkoar-koar tentang pentingnya Negara berasaskan Khilafah di Negeri yang majemuk. Seorang Ustad yang memimpin GNPF-MUI ini tidak punya pemahaman sosial, tidak paham bahwa legitimasi kesucian wahyu harus disesuaikan dengan kontrak sosial yang berlaku. Bila Islam memang seperti apa yang dia sampaikan, tentu tak mungkin bisa bertahan sampai saat ini. Atau kemungkinan terburuknya lagi, Islam memang tidak pernah lahir ke muka bumi.

Tentu tidak seperti itu, Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad bukanlah Islam yang ramai menakutkan di media-media kita. Tenang saja! Islam yang tidak pernah lahir adalah Islam yang dipahami oleh UBN dkk.

Jadi sangat mundur peradaban berpikir umat Islam bila menerima perbandingan kotor yang menyamakan antara Ali Bin Abi Thalib yang begitu mulia dengan UBN yang tidak memahami relasi antara kesucian wahyu dengan kontrak sosial.

Wahai saudara-sadaraku, bukalah hati dan pikiran kalian. Kalian yang tinggal di desa, ketahuilah! bahwa desa adalah tempat bagi lalu-lalang tubuh, sedangkan hati dan pikiran kalian adalah tempat terbentangnya alam semesta.

Untuk saudara-saudaraku yang tinggal di kota, ingatlah! bahwa kota merupakan konstruksi ide yang terwujud dari sehatnya akal pikiran. Bukan sarang kedunguan untuk merawat tumpukan dendam.

Begitulah kura-kura.


@habib acin muhdor


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment