Tuesday, December 20, 2016

Indonesia Belum Merdeka

DUNIA HAWA - Bila tulisan di bawah ini benar adanya....betapa bangsa ini tidak pernah merdeka!!! Oleh karena itu apa saya kurang keras meneriakkan bahwa Indonesia perlu Mandiri !


Berdikari ! Berdiri di Atas Kaki Sendiri


Jangan biarkan pengaruh pengaruh asing mengobok-obok politik Indonesia melalui Agama, Korporasi dan Partai Partai kolaborator Asing!

Itulah China, India, Israel, Persia, Rusia dan beberapa negara negara Afrika Tengah hendak Mandiri. Semestinya dijadikan sebagai kawan seperjuangan negara-negara Non-blok. Lha malah banyak dari masyarakat kita yang terhasut untuk melawan negara-negara yang berjuang untuk merdeka. Ngakunya mahasiswa tapi tidak pernah study secara benar, cuman pengin roti gratisan! Teriak-teriak "anti-kapitalisme" tapi justru membantu pergerakan simulacra si Bandarnya kapitalis! Semata karena mata hatinya sudah buta sebelah.

Renungkan Fakta ini :

- Nilai mata uang dijamin oleh cadangan emas. Bila cadangan emas meningkat maka nilai mata uang meningkat pula. Bila cadangan emas menurun maka nilai mata uang menurun pula.

- Indonesia negara penghasil emas terbesar di dunia (al : Freeport).

- Zaman Majapahit harga emas lebih murah daripada perak. Banyak penduduk berperhiasan emas.

Zaman sekarang banyak penduduk Indonesia punya perhiasan perak, minimal 1 buah cincin perak. Tapi kenapa tidak punya emas?

- Nilai mata uang rupiah terus merosot, padahal harusnya punya cadangan emas yang makin tahun makin banyak. Logikanya, harusnya mata uang rupiah tiap tahun makin kuat. Bukan makin melemah. Di banding zaman Proklamasi 1945, kita telah mengalami pemiskinan 2500%. Kalau gaji anda Rp.5.000.000/bulan , berarti pada zaman 1945 anda bagai orang yg terima upah Rp.20/bulan. Tambah kaya atau tambah miskin?
Jangan heran bila gaji bertambah tapi hidup semakin miskin!

- Kemanakah emas Nusantara?

- Siapakah yang mengatur semua ini?

Bank Indonedia Bukan Milik Indonesia


Saat ini, hampir semua warga negara Republik Indonesia (RI) mengenal Rupiah (Rp). Rupiah adalah nama mata uang RI yang pembuatannya didasarkan atas nilai ekstrinsik (nominal yang tertera pada uang tersebut), yang mayoritasnya dalam bentuk uang kertas (fiat) dan juga koin. 
Rupiah telah memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di RI. 

Hampir setiap hari, bahkan hampir setiap jam selalu ada kegiatan yang menggunakan Rupiah. 

Kekaguman saya akan Rupiah membuat saya penasaran dengan Rupiah. Namun rasa penasaran saya ini esensinya bukan asal-usul tentang kenapa mata uang kita disebut Rupiah, tapi lebih kepada badan yang mempunyai kewenangan dan kebijakan (otoritas) moneter, yaitu Bank. 

Beberapa hari lalu saya browsing mengenai Bank yang ada di Indonesia, dan hasilnya cukup membuat saya terkejut. 

Bank-bank yang ada di Indonesia, khususnya yang menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ada empat, yaitu 

• Bank Negara Indonesia (BNI), 
• Bank Rakyat Indonesia (BRI), 
• Bank Tabungan Negara (BTN) 
• an Bank Mandiri. 

Tidak ada Bank Indonesia (BI), Bank yang menjadi Bank Sentral (Bank yang memiliki hak untuk mencetak dan mengedarkan Rupiah ke masyarakat melalui Bank-bank BUMN dan Bank-bank swasta). Lantas dimana posisi BI? BI milik siapa? Mari sejenak kita flashback. 

Saat Indonesia merdeka, founding fathers kita, Bung Karno dan Bung Hatta (Presiden dan Wakil Presiden RI pertama) memutuskan untuk mendirikan Bank Sentral, yaitu BNI 1946 (didirikan pada tahun 1946) dengan menerbitkan Oeang Repoeblik Indonesia (ORI). 

ORI terbit dengan satuan 1 sen hingga 100 Rupiah. Setiap 2 Rupiah dijamin dengan 1 gram emas (UU No.19 tahun 1946). 

Belanda dan bankir internasional, menolak RI, BNI 46 dan ORI. Kemerdekaan RI tidak diakui, dengan terjadinya agresi militer dan seterusnya. 

Akhirnya dipaksa melalui perundingan, Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949, RI akan diakui dengan beberapa syarat. Salah satu syaratnya, yaitu hutang pemerintah Hindia Belanda, harus diambil oleh RI muda. Nilainya 4 miliar dolar Amerika Serikat (AS), padahal saat proklamasi RI tidak punya hutang. 

Agar bisa mengambil alih hutang, BNI 46 harus dihentikan sebagai Bank Sentral dan diganti dengan Bank Yahudi, De Javasche Bank, yang berganti nama menjadi Bank Indonesia (BI). ORI pun diganti nama menjadi Uang Bank Indonesia (UBI), sejak tahun 1952. 
Dari tahun ke tahun hutang RI semakin membengkak. Pada tahun 1999, BI dilepas dari Pemerintah RI, langsung di bawah IMF (International Monetary Fund), sebuah lembaga keuangan otonomi internasional yang berasal dari Konferensi Bretton Woods pada tahun 1944. 

Tujuan utamanya adalah untuk mengatur sistem pertukaran moneter internasional. Secara khusus, salah satu tugas utama IMF adalah untuk mengendalikan fluktuasi nilai tukar mata uang dunia. 

Gubernur BI tidak lagi bagian dari Kabinet RI, tidak akuntable (bertanggungjawab) kepada Pemerintah RI, apalagi kepada rakyat RI, dan bukan dibiayai dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). BI, sebagai Bank Sentral “disembunyikan” statusnya di balik Undang-undang sebagai “bagian dari negara”, tapi independen 100 %. 

Jadi, BI milik siapa? Ini menjadi misteri. Jika milik negara, seharusnya berupa BUMN, masuk APBN dan akuntable terhadap Pemerintah RI dan rakyat. Meski tidak mengeluarkan saham, BI mengeluarkan “Sertifikat BI”, yang tentu saja dimiliki oleh Bank Komersial. Sekitar 50 % sekarang Sertifikat BI milik asing. 

Sementara itu, tugas utama BI, untuk menjaga nilai Rupiah tidak pernah bisa dilakukan. Rupiah sudah hancur lebur, hilang 99 % nilainya. Mana janji bahwa nilai 2 Rupiah sama dengan 1 gram emas? Hari ini (terhitung tanggal 22 April 2013), 1 gram emas sama dengan 501.000 Rupiah. 

Rakyat RI mengalami 250.000 kali pemiskinan. Untuk menutupi kegagalan itu, BI, seperti bankir dimanapun, akan melakukan redenominasi. 

Tahun 2013 ini sudah mulai sosialisasi dan tahun 2014 ditargetkan sudah beredar uang baru. Dengan sedikit pemaparan dari alinea sebelumnya, maka pertanyaan pada alinea 3 sudah terjawab. Posisi BI sebagai Bank Sentral di RI adalah di bawah IMF dan BI adalah milik swasta, milik asing, bukan milik RI. Oleh karena itu, pemerintah RI sulit untuk menolak kebijakan asing, seperti kebijakan ekonomi (ekspor - impor), kebijakan politik dan tentu saja kebijakan beragama (beribadah dan lain sebagainya), karena Rupiah kita dicetak dan dikendalikan oleh asing, yang dengan sistem kapitalismenya telah berhasil merusak “harga diri” bangsa dan negara Republik Indonesia ini. Inilah Rahasia Kelam Bank Indonesia yang mesti kita ketahui wahai saudaraku sebangsa dan setanah air Indonesia !

Foto : Bendera terbalik di UIN

@danz suchamda


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment