Thursday, December 15, 2016

Eksepsi Ahok Dilaporkan, ACTA Benar-Benar Sudah Tidak Waras

DUNIA HAWA - Dalam perkembangan dunia yang semakin cepat dan tidak terkendali, menjaga kewarasan adalah sebuah keharusan. Tanpa kewarasan kita akan mudah terasuki hal-hal tidak baik dan doktrin busuk yang menjadikan kita membunuh manusia dan kemanusiaan. Bahkan ketiadaan kewarasan menjadikan kita seperti ular yang licik yang hampa ketulusan. Jika sudah begitu, maka diri kita tidak pantas lagi menyandang kemanusiaan.


Ketidakwarasan sungguh-sungguh merasuki para pakar hukum lapor lagi – lapor lagi yang tergabung dalam Advokat Cinta Tanah Air (ACTA). Ahok yang menggunakan haknya melakukan eksepsi atau Nota Keberatan, dilaporkan oleh para pakar hukum lapor lagi – lapor lagi ACTA. Dalam laporannya, mereka mengadukan Ahok kembali mengulangi perbuatannya menistakan agama.

“Ucapan Ahok yang kami persoalakan adalah kalimat-kalimat yang berbunyi ‘ada ayat yang sama yang saya begitu kenal digunakan untuk memecah belah rakyat’, dan kalimat ‘Dari oknum elite yang berlindung dibalik ayat suci agama Islam, mereka menggunakan surat Almaidah 51’,” kata Wakil Ketua ACTA, Dahlan Pido di Bareskrim.

“Kami sangat tersinggung dengan ucapan tersebut karena Alquran adalah kitab suci umat Islam yang hanya bisa digunakan untuk tujuan-tujuan mulia dan tidak bisa digunakan untuk tujuan yang tidak baik,” tegasnya.

Dahlan ini menurut saya punya kewarasan yang sangat tinggi dan tidak bisa saya jangkau. Kewarasannya itu membuat dia bisa memahami bahwa setiap orang yang menggunakan Al Quran pastilah untuk tujuan-tujuan mulia dan tidak bisa digunakan untuk tujuan yang tidak baik. Di tengah kewarasan saya yang normal saya menanggapi bahwa Al Quran dan kitab suci sangat mungkin digunakan untuk tujuan yang tidak baik.

Supaya tidak dikatakan sok tahu dan sok pintar, maka saya akan gunakan ayat kitab suci saya yang juga dikutip Ahok dalam buku karangan Ahok berjudul Berlindung di Balik Ayat Suci. Gal 6:10 menyatakan: “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.” Ayat ini jelas tidak ada hubungan dan kaitannya dengan memilih pemimpin dan Pilkada. Tetapi ada saja memang yang menggunakan ayat ini supaya orang memilihnya, bukan yang muslim.

Kitab suci tidak pernah punya tujuan tidak baik benar, tetapi Kitab Suci tidak pernah bisa digunakan untuk tujuan yang tidak baik, itu salah. Saya tidak perlu jelaskan lebih dalam lagi mengenai ini karena sudah berabad-abad bukti Kitab Susi menjadi pemecah bangsa tersaji dengan sangat terbukanya. Hal inilah yang perlu kita pahami dalam kewarasan normal.

Kembali dengan tuduhan mengulangi perbuatan menista agama, Laporan ACTA ini memang jauh melewati batas-batas kewarasan normal. Eksepsi Ahok dalam kondisi normal harusnya tidak bisa dipidanakan, karena dia sedang menjelaskan duduk persoalan kasus dan melakukan pembelaan. Bagaimana mungkin dalam pembelaannya tersebut Ahok dilaporkan lagi?? Masalah benar atau tidak ayat itu digunakan sebagai pemecah bangsa tinggal dibuktikan saja dalam persidangan.

Lalu mengapa ACTA sangat ngotot terus melaporkan Ahok mengulangi perbuatannya?? Tentu saja karena bukti mengulangi perbuatannya menjadi dasar kuat untuk menahan Ahok. Dari awal, bukankah keinginan kelompok ini Ahok ditahan?? Tuntutan (pesanannya) Ahok untuk ditahan sudah harga mati dan tidak bisa ditawar lagi. Itulah mengapa kelompok ini terus mencatat dan menganalisa pernyataan ahok untuk digunakan sebagai bukti mengulangi perbuatan yang sama, sehingga harus ditahan. Itulah mengapa Ahok juga pernah dilaporkan menuduh pendemo dibayar 500 ribu.

Saya jadi takut, setiap pernyataan Ahok di persidangan akan dilaporkan sebagai tindakan mengulangi kembali perbuatannya. Kalau begitu apa yang harus dikatakan Ahok?? Bukankah dia harus mempertahankan pernyataannya?? Kalau itu dianggap mengulangi perbuatannya, Apa yang harus dilakukan Ahok?? Pakai jubir?? Kan tidak waras persidangan seperti itu.

Saya jadi mempertanyakan keilmuan para pakar hukum lapor lagi – lapor lagi yang bernama ACTA ini. Seharusnya melaporkan eksepsi Ahok ini tidak perlu terjadi. Biarkanlah persidangan berjalan normal seperti biasanya. Tidak perlu memaksakan ilmu hukum di luar kewarasannya yang ACTA miliki. Apalagi sebagai orang hukum, harusnya mengedepankan keadilan dengan memberi hak kepada terdakwa melakukan pembelaannya.

“Seorang terdakwa, bisa memiliki hak ingkar sekalipun dalam pengadilan mengatakan bahwa dia tidak bersalah, boleh saja. Tidak boleh seseorang dikriminalisasi karena keterangannya di pengadilan, itu hak terdakwa,” Kata Sirra Prayuna, Kuasa Hukum Ahok, Rabu (14/12/2016).

“Jadi kalau ada keterangan Pak Basuki yang kemudian dianggap melakukan penistaan, agak aneh kalau menurut saya. Dimana unsur penistaannya lagi,” cetusnya.

Dari sini kita bisa belajar hal pentiing dalam hidup. Menjaga kewarasan tetap dalam titik normal. Supaya keilmuan kita, logika kita, penilaian kita terjaga kewarasannya. Tidak perlu ditinggikan ataupun direndahkan kewarasan tersebut. Karena kewarasan yang benar dalah kewarasan yang normal.

Salam waras

@palti hutabarat


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment