Monday, October 31, 2016

Jokowi Menemui Prabowo, Ada Apa?


DUNIA HAWA - Panasnya situasi politik yang mulai ditengerai adanya upaya upaya pihak pihak tertentu untuk menangguk kekacauan politik ini, dijadikan momentum untuk melakukan tindakan tindakan yang mengarah kepada penggerogotan eksistensi Negara cq Pemerintahan Jokowi.

Diawali dengan issue SARA yang menyangkut Calon Gubernur Petahana DKI Ahok, adanya anggapan adanya penistaan Al Quran yang dilakukan oleh Ahok, sementara apa yang dilakukannya masih perlu pendalaman, apabila di kaitkan dengan penerapan aturan dan hukum yang berlaku.

Selain itu untuk mendinginkan suasana telah di lakukan beberapa langkah antisipasi, salah satunya adalah klarifikasi Ahok serta permohonan maaf yang dilakukannya telah menimbulkan dugaan adanya penistaan Agama, walaupun belum tentu benar adanya. 

Tabayyun Ahok seharusnya bisa di telaah dengan kepala dingin dan sudah cukup untuk mendinginkan suasana, serta memperoleh tempat yang sewajarnya sebagai kekhilafan manusia, dan masalah ditengarainya ada pelanggaran hukum, telah dilakukan langkah langkah Hukum oleh Pemerintah cq Polri, 

Namun herannya semua langkah itu tidak menyurutkan issue, bahkan disebarkan dan ditularkan virus issue itu keseluruh Indonesia, tentu saja kalau sudah mencapai seluruh wilayah Indonesia, bisa disimpulkan sudah keluar konteks Pilkada DKI, artinya ada agenda yang tak terlihat dibalik Penggagalan Ahok ke posisi Gubernur kembali.

Bahkan akhir akhir ini justru ada indikasi yang mengarah kepada pemakzulan Jokowi sebagai Presiden hasil Pemilu 2014, gerakan Ahok dan penistaan Al Quran ternyata hanyalah pintu masuk kepada agenda yang direncanakan oleh pihak pihak tertentu yang ingin menggantikan Pemerintahan Jokowi tanpa melalui Pemilu.

Tentu saja kondisi ini memicu seluruh komponen Bangsa, hingga perlu redaman yang dilakukan NU dan Muhammadiyah sebagai Organisasi keagamaan yang terbesar dan paling besar pengikutnya, namun tetap saja kelompok garis keras yang di komandani oleh FPI dan MUI tetap menjalankan agenda yang tak terlihat itu.

Ancaman dan gangguan keamanan serta ketertiban masih ada diranah Polri, dan TNI hanya akan memberikan support saja, sementara NU dan Muhammadiyah siap menghadang upaya pembubaran NKRI proklamasi 17 Agustus 1945. 

Upaya memaksakan kehendak masuknya syareat Islam kedalam kehidupan bernegara dan berbangsa adalah gincu pemanis yang dibawa dan dijadikan dagangan mereka, namun ternyata tidak laku dan tidak direspon oleh Muhammadiyah dan NU, bahkan NU menyediakan Banser sebagai pasukan garda depan membantu mempertahankan NKRI bersama sama penegakhukum atau Polri dari rong rongan mereka.

Baru setelah pihak intelijen juga menengarai adanya ancaman kepada eksistensi Negara cq Pemerintah, maka diberlakukanlah Standard Operating Prosedur maksimal, dengan memberlakukan siaga satu Polri, otomatis kesiapan Polri menghadapi segala gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat pada kondisi sangat berbahaya. Bukan tanpa sebab, justru TNI dan Polri memiliki data data yang mengarah kepada aksi aksi brutalisme di depan istana dan jalan jalan di jakarta.

Situasi yang mencekam ini harus segera di hentikn dan dipadamkan, segera memberlakukan antisipasi yang perlu untuk segera mengeliminasi terjadinya eskalasi gerakan yang mengarah kepada kerusakan dan kekacauan.

Sokongan Fadli Zon dan Fachri Hamzah dari DPR dan Partai Gerindra terhadap gerakan 4 Nopember yang dilakukan oleh FPI, dan mendukung dan ikut serta bergabung dalam barisan demo itu, tentu saja merupakan indikasi yang sangat kuat, bahwa dibelakang mereka adalah Prabowo sebagai pemimpin KMP yang selama ini menahbiskan diri sebagai Opposisi terhadap Pemerintah.

Satu satunya Opposisi yang menjadi kekuatan yang mampu dan berpotensi memiliki upaya menggantikan Pemerintahan syah hasil Pemilu, Oleh sebab itulah Presiden sebagai Pemerintah yang mewakili Negara, perlu menanyakan akan keterlibatan Prabowo terhadap agenda tersembunyi itu.

Terseretnya Prabowo dalam gerakan 4 Nopember menjadi topik utama keluaran dari gerakan pemakzulan Jokowi sebagai Presiden, sekaligus menggantikan perannya sebagai Presiden, mengingat Prabowo lah yang memiliki kekuatan politik paling pantas menggantikannya pasca Pemilu 2014.

Dan indikasi itu sangat terlihat, ketika issue SARA Ahok digulirkan, selalu diawali dan disponsori oleh Partai Gerindra, walaupun hal itu wajar karena memang Partai Gerindra adalah Partai Opposisi, namun ternyata agenda yang baik itu berpotensi menjadi momen tunggangan bagi pihak pihak yang tak bertanggung jawab, untuk melakukan tindakan dan agenda inkonstitusionalnya.

Itulah mengapa Jokowi perlu bersilaturrahmi kepada Prabowo, Agar terjadi kesamaan pandangan dan kesamaan persepsi terhadap permasalahan yang ada, dan menutup potensi ditunggangi oleh pihak pihak yang tak bertanggung jawab.

Segala persoalan sesulit apapun akan bisa diselesaikan melalui jalur jalur konstitusi yang ada serta melalui perundingan non pertikaian dan kekerasan, komitmen Prabowo jelas akan mendukung upaya Pemerintah menjalankan Kepemerintahannya dengan didasari oleh konstitusi yang ada, sesuai system dan prosedure organisai manajemen pemerintahan yang ada.

Sehingga Jokowi sebagai Presiden akan dengan mudah melaksanakan aturan dan hukum yang berlaku bagi siapa saja yang menggunakan kesempatan menunggangi program program Opposisi, memanfaatkannya sebagai agenda terselubung diluar agenda Opposisi sebenarnya. 

Dari komitmen Prabowo dan kesepakatannya dengan Presiden, melepaskan serta mengeluarkan  para pembonceng dan penunggang dari aksi aksi kegiatan opposisi dalam menjalankan fungsinya sebagai opposisi.  

Tidak ada yang aneh dan tak perlu susah susah menganalisa, hal ini hanyalah salah satu pelaksanaan fungsi pemerintahan yang dijalankan oleh Jokowi, dalam rangka menjaga keutuhan dan ketertiban serta keamanan Negara dari rong rongan baik dari luar maupun dari dalam.

Sehingga para penjaga ketertiban dan keamanan kehidupan bisa melakukan fungsinya sesuai protap yang sudah ditetapkan, perlakuan aparat keamanan dan Polri hanyalah merupakan pelaksanaan tugas kepolisian yang disesuaikan dengan Protapnya.

Kegamangan dan keminggrang minggringan aparat keamanan dan ketertiban tertepis oleh kesepakatan antara Presiden dan Prabowo sebagai pimpinan Opposisi.

Polri akan membantu keamanan bagi pelaku demo, namun akan dengan tegas melakukan tindak an yang perlu dan terukur bagi agenda agenda diluar demo, apalagi mengarahj kepada kekerasan dan brutalisme.

Tentu dengan terpaksa aparat keamanan akan memberlakukan Protap tertinggi, demi mengendalikan situasi dan kondisi keamanan bagi seluruh warga.


Merdeka ! Merdeka ! Merdeka !

 Jakarta, 31 Oktober 2016

Zen Muttaqin

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment