Friday, October 28, 2016

Bung Karno dan Habib Ali Kwitang


DUNIA HAWA - Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi atau yang populer dengan panggilan Habib Ali Kwitang (1870–1963) adalah salah seorang ulama kharismatik yang sangat dihormati dan disegani. Beliau juga seorang penulis produktif, penceramah hebat, pendidik handal, tokoh dermawan, dan seorang sayyid atau syarif (keturunan Nabi Muhammad) yang sangat alim dan saleh. Beliau lahir di Jakarta dan wafat pada usia 98. 

Ayahnya, populer dengan panggilan Habib Cikini, juga seorang pendakwah dan sarjana Islam mumpuni. Sementara ibunya adalah putri dari seorang kiai Betawi dari Kampung Melayu, Jakarta Timur. Meskipun Habib Ali beserta keluarga dan keturunanya pada umumnya pengikut mazhab Sunni-Syafii, tetapi salah satu cucunya, Ali Ridha bin Muhammad, konon seorang sarjana Syiah alumnus Qom, Iran.

Habib Ali adalah adalah pendiri Islamic Center Indonesia dan Majelis Taklim Kwitang (pada 1911), sebuah forum untuk diskusi, ngajar dan ceramah mengenai masalah sosial-kemasyarakatan-keagamaan. Habib Ali juga mendirikan al-Rabithah al-Alawiyah pada 1928. Selain membangun masjid, Habib Ali juga mendirikan sebuah madrasah Unwanul Falah. Murid-murid beliau tida hanya dari Indonesia saja tetapi juga dari berbagai negara yang kelak mendirikan madrasah atau majelis taklim di masyarakat atau negara masing-masing. 

Penting juga untuk diketahui disini adalah beliau juga teman dekat Sang Proklamator Bung Karno. Dengan kata lain Bung Karno ini adalah “auliya”-nya Habib Ali. Beberapa hari sebelum proklamasi kemerdekaan tahun 1945, Habib Ali menawarkan kepada Bung Karno untuk tinggal di rumahnya sebelum memproklamirkan kemerdekaan RI. Tujuannya adalah untuk menghindari ancaman Jepang dan juga Belanda. 

Kalau Bung Karno tinggal di kediaman Habib Ali jelas aman karena Habib Ali adalah tokoh Muslim kharismatik yang sangat dihormati oleh lawan maupun kawan, termasuk Belanda. Pemerintah Belanda dulu pernah menganugerahi “Medali Kehormatan” kepada Habib Ali atas jasa-jasanya dalam mendamaikan kemarahan warga Periyangan. Selama tinggal di rumah Habib Ali, Bung Karno menghadiri berbagai aktivitas keagamaan dan keislaman yang diprakarsasi sang habib legendaris ini. 


Habib Ali tidak sendirian. Ada banyak habib dan tokoh Arab dulu seperti Syaikh Salim bin Sumair, Habib Husain Alattas, Abdurrahman Baswedan atau Hamid Al-Gadri yang ikut berjuang bersama tokoh-tokoh Indonesia melawan penjajah (Belanda maupun Jepang), ikut merumusan dasar-dasar dan falsafah kenegaraan, serta ikut mendirikan NKRI. 

Jadi NKRI ini juga hasil kerja keras dari perjuangan para tokoh Arab di Indonesia karena itu tidak heran jika ulama kharismatik Habib Luthfi bin Yahya, misalnya, sangat patriotik dan nasionalis dan sangat mencintai Indonesia. Yang mengherankan justru kalau ada para habib atau tokoh Arab ataupun “Arab KW” kontemporer yang tidak menghormati Bung Karno serta tidak mengindahkan konstitusi dan dasar-dasar negara, anti-Indonesia, dan seterusnya. Apalagi membenci para pejuang bangsa. Kelompok ini sama saja tidak menghargai perjuangan dan jerih-payah kakek-nenek moyang mereka sendiri. 

Jabal Dhahran, Arabia

Prof.Dr.Sumanto al Qurtuby, MSi, MA
Staf Pengajar Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment