Thursday, June 9, 2016

Delusi Islam Ajaran yang Lengkap


Dunia Hawa - Banyak orang berkata, "Islam itu bukan sekedar agama. Ia adalah ajaran yang lengkap, meliputi politik, ekonomi, kebudayaan, dan seterusnya dan seterusnya." Benarkah?

Maaf, untuk politik saya tidak percaya bahwa Islam itu punya sistem. Ada ajaran moral yang bisa dipakai sebagai penuntun ketika orang berpolitik, tapi itu bukan sistem. Yang dipraktekkan orang-orang pasca wafatnya nabi itu bukanlah sistem yang diajarkan Islam. Itu hanya gerakan politik orang-orang Arab untuk merebut dan mengelola kekuasaan.

Begitu nabi wafat, orang-orang Anshar langsung berunding untuk mencari pemimpin dari kalangan mereka. Ini didengar oleh Umar dan Abu Bakar. Mereka berdua kemudian mendatangi pertemuan itu, kemudian berhasil meyakinkan hadirin bahwa Abu Bakar lebih pantas memimpin. Sementara itu Ali yang masih sibuk mengurus jenazah sahabat, mertua, sekaligus sepupunya, tidak ikut dalam pertemuan itu. Ketika tahu soal itu Ali marah. Ia sendiri merasa paling berhak menggantikan posisi nabi sebagai pemimpin. Karena itu pada mulanya ia enggan berbaiat. Menurut catatan sejarah Ali baru berbaiat setelah Fatimah wafat, 6 bulan kemudian.

Coba kita kaji kembali situasinya. Di mana sistemnya? Kalau ada sistem tentu tak seperti itu bentuknya. Ali dilibatkan, sehingga ia tak perlu marah. Akibatnya tak akan ada perpecahan Sunni-Syiah yang abadi hingga kini. Tidak ada panduan tentang siapa atau bagaimana kriteria orang yang akan jadi pemimpin, bagaimana proses pemilihan. Yang terjadi adalah balapan politik. Untungnya Ali kemudian berlapang dada menerima, kemudian berbaiat kepada Abu Bakar.

Setelah itu proses peralihan kepemimpinan beragam caranya, tergantung siapa yang sedang berkuasa. Abu Bakar menunjuk Umar, Umar membentuk panitia. Ali diangkat dalam keadaan genting oleh penduduk Madinah. Satu hal yang dilakukan Ali dalam pemerintahannya adalah mengganti orang-orang yang diangkat oleh Usman. Pada akhirnya Ali kemudian harus berhadapan dengan Muawiyah, orang dekat Usman. Tak tanggung-tanggung, mereka bertempud di medan perang. Umat yang katanya bersaudara itu kini saling bunuh.

Sekali lagi, di mana sistemnya? Cerita itu adalah cerita politik biasa, yang terjadi dalam sejarah bangsa atau peradaban manapun. Bedanya, dalam hal ini masing-masing pihak yang berpolitik sama-sama mengaku sedang meneruskan atau mempraktekkan ajaran nabi. Mereka bahkan mengklaim sebagai pihak yang paling benar.

Sejarah pada masa berikutnya lebih kelam lagi. Muawiyah berkuasa. ia membangun kerajaan, membeli kesetiaan rakyatnya dengan uang dan tangan besi. Ia mengangkat anaknya yang pemabuk sebagai khalifah.

Bagi saya, maaf saja, tidak ada sistem dalam cerita itu. Yang ada hanyalah orang-orang yang bertindak berdasarkan situasi yang mereka hadapi, dan tidak jarang pula berbasis pada kepentingan mereka.

Bagaimana dengan sistem ekonomi? Yang saya pahami sama saja. Ada beberapa tuntunan seperti jangan melakukan riba, jangan ambil hak orang, dan tata krama jual beli. Aturan-aturannya masih sangat sedehana, hanya mencakup kegiatan ekonomi sederhana yang dilakukan manusia abad ke 7. Kalaupun itu mau disebut sistem, ya sebuah sistem yang sangat sederhana. Mata uangnya masih berbasis pada sistem nilai intrinsik, emas dan perak. Perdagangan masih banyak dilakukan dengan sistem barter. 

Jadi, mana sistemnya?

Sistem adalah sesuatu yang dinamis sifatnya. Tidak mungkin ada sistem yang dibangun di abad ke 7 yang masih bisa dipertahankan secara utuh. Yang mungkin ada adalah nilai dasar yang diperkenalkan pada saat itu dan masih (ingin) dipakai sampai sekarang. Sistemnya sendiri terus berubah dan akan terus berubah. 

Jadi kalau ada sebuah sistem yang sekarang berjalan, dan itu diklaim sebagai sistem Islam, yakinlah bahwa itu klaim kosong. Itu hanya sistem produk manusia masa kini, yang diklaim sebagai sesuatu yang berasal dari abad ke 7, bahkan dari Tuhan. Persis sama dengan klaim-klaim yang dilakukan oleh orang-orang pada abad ke 7 itu, ketika mereka punya kepentingan. 

Klaim-klaim itu lahir dari kepentingan sekelompok orang, lalu diamini oleh orang-orang yang tidak paham, kemudian dilafalkan berulang-ulang laksana mantera.

[abdurakhman.com]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment