Monday, April 25, 2016

Secangkir Kopi untuk Jiwa yang Kering


Dunia Hawa - Yang saya suka dari ulama ulama NU itu seperti Kang Said Agil, Gus Mus dan Cak Nun, mereka tidak segan mentertawakan perilaku labil umat Islam sendiri.

Sindiran sindiran mereka telak. Puisi dan pantun mereka menghentak. Mereka merampas baju baju fanatisme para pemuja golongan dan merobek-merobeknya sampai telanjang. 

Mereka menunjukkan borok borok yang selama ini disembunyikan dengan aksesoris agamis. Mereka kadang guyon, kadang serius, kadang nyela dan kadang cela-celaan diantara mereka juga. 

Betapa santainya, tanpa beban ketakutan bahwa nama Islam rusak. Justru dengan begitu mereka menunjukkan kepada non muslim bahwa Islam itu sejatinya cerdas, bukan seperti "si ntu tuh.. yang selama ini mengklaim kami umat Islam.."

Mereka tidak meributkan keyakinan agama lain, karena buat mereka "untukmu agamamu dan untukku agamaku". Jadi buat apa ribut dengan keyakinan orang lain ? Biar mereka ribut sendiri, wong jakun-nya dah pada jendol jendol kok.

Bahkan Gus Nuril atau KH Nuril Arifin Husein, sering sekali ceramah di gereja gereja, vihara vihara, kelenteng kelenteng.

"Apakah ia ingin mengajak non muslim itu untuk masuk Islam ?". 

Bukan. Sama sekali bukan. Urusan keyakinan orang itu adalah urusan pribadi seseorang dengan Tuhan-nya. Apa yang di lakukan Gus Nuril adalah memperkenalkan Islam dari sudut pandang yang berbeda dari yang selama ini diyakini oleh non muslim terkait ormas ormas radikal. Gus Nuril menjelaskan kepada non muslim bahwa Islam sejatinya agama rahmat, ahlak dan toleran. Hanya saja ada orang orang yanh ingin merusak pandangan itu.

Apa yang dilakukan Gus Nuril ini bukan tanpa cemoohan. Bahkan tentangan datang dari dalam tubuh NU sendiri, terutama mereka yang menamakan dirinya NU garis lurus. Salah satu yang mengkritik keras adalah KH Idrus Ramli.

"Apa alasan dia dakwah di gereja gereja? Sudah berapa orang yang masuk Islam gara gara dakwahnya itu?" Begitu pernyataan keras Idrus Ramli. Lihat, cara pandang statistik, berdasarkan angka yang dituju Idrus Ramli. Beda dengan Gus Nuril yang lebih mementingkan "nilai". Penyembah kuantitas vs pemegang kualitas. 

Ini sekalian menjawab pertanyaan keras dari seorang teman kenapa saya seperti tampak usil membahas-bahas agama, terutama Islam?

Ya saya bicara Islam, karena saya muslim. Kalau saya Kristen, tentu saya bicara tentang fanatisme di umat Kristen. Semua sesuai tempat dan porsinya. 

"Apa tidak lelah dicaci maki oleh mereka yang gagal paham terhadap isi status?"

Haha, dari dulu pertanyaan selalu sama. Betah banget sih saya dicaci maki... Saya jelaskan, pencaci selalu mencaci. Itu sudah karakternya. Mau kita baik pun, jika tidak sesuai dgn alam pikir mereka, ya tetap aja dicaci.

Para pencaci selalu ada, dan mereka sebenarnya hanya "bumbu bumbu" saja supaya masakan makin sedap. Ada pedas-pedasnya. Yang saya tuju bukan mereka, tetapi mereka yang menjadi silent reader, tidak pernah komen - mungkin juga tidak ngelike. Mereka mereka ini yang sedang mencari jati diri bagaimana Islam sebenarnya, karena hati nurani mereka tidak setuju dengan konsep doktrin pembodohan yang selama ini banyak mereka lihat dalam perdebatan perdebatan agama.

Dan percaya atau tidak, jumlah mereka yang pasif itu jauh lebih banyak dari yang aktif. Mereka pencari ilmu, bukan pencari masalah. Saya termasuk bagian dari mereka itu.

Kalau sudah mulai paham alasa kenapa dari dulu saya suka menyentil-nyentil masalah agama, sekarang mari kita minum kopi dulu..

Seruputt...

[denny siregar]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment