Tuesday, November 8, 2016

Tertutup Gak Percaya, Terbuka Gak Percaya, Kamu Maunya Apa Sih?

DUNIA HAWA - Tidak lama lagi kita akan tahu hasil kesimpulan pemeriksaan kasus penistaan agama. Ahok dilaporkan atas tuduhan penistaan agama terkait pidato Ahok pada 27 September 2016 di Kepulauan Seribu. 

Ada dua kemungkinan hasil kesimpulan pemeriksaan kasus penistaan agama. 

Pertama, penyelidikan atas laporan penistaan agama akan maju ke tahap penyidikan. Penyidik yakin unsur unsur sangkaan pasal 156a KUHP terpenuhi. Itu artinya Ahok akan di tetapkan sebagai tersangka pasal penistaan agama. 

Kedua, penyelidikan tidak memenuhi unsur unsur tindak pidana penistaan agama. Itu artinya penyidik akan menghentikan penyidikan. Penyidik akan mengeluarkan SP3. 


Presiden Jokowi punya bayangan akan ketidakpuasan dari kedua kubu. Polri juga menjadi gamang. Serba salah. Apapun yang dikerjakan, seprofesional apapun penyelidikan yang dilakukan tetap saja akan dilihat gak benar oleh masing masing kubu.

Satu satunya jalan agar rakyat percaya hasil pemeriksaan penyidik adalah dengan mengajak rakyat ikut berpartisipasi menjadi hakim bagi pemeriksaan itu. 

Ini sama seperti saat Ketua MK Mahfud MD memerintahkan rekaman telepon Anggoro dan Anggodo diperdengarkan di ruang sidang. Mahfud tidak ingin ada fitnah. Mahfud tidak ingin asa dusta diantara kita. Ujungnya kita sebagai rakyat tahu betapa bobroknya kasus Anggoro dan Anggodo saat mendengar pembicaraan mereka. Publik jadi tahu terang benderang.

Dalam kasus Ahok ini, banyak pihak tidak percaya, kalo pemeriksaan Ahok dilakukan tertutup. Maklum nuansa politisnya kental sekali. Kalo tertutup banyak pihak akan bilang Jokowi pasti intervensi polisi. 

Nah ini tentu tidak baik. Presiden Jokowi tahu dilema ini. Serba salah. Kikuk. Apa apa salah. Akhirnya Presiden Jokowi meminta agar pemeriksaan Ahok dilakukan secara terbuka, transparan, akuntabel dan profesional. Ini langkah yang paling bijak dan adil. Agar tidak ada fitnah dan dusta saat Polri memutuskan kesimpulan penyelidikan.

Solusi ini akan membuka apa yang tertutup. Menerangi apa yang gelap. Meluruskan apa yang bengkok. Kita bisa tahu apa yang terjadi saat digelar perkara. Masing masing pihak akan berbicara terbuka dan terang benderang. 

Dalam gelar perkara yang terbuka itu akan hadir saksi pelapor, saksi terlapor, saksi ahli agama, saksi ahli bahasa, saksi ahli hukum pidana . Semua pihak punya kapasitas dalam memberikan pendapatnya.

Anehnya cara bijak dan adil ini malah ditolak oleh FPI. Alasannya rada konyol. Berprasangka buruk dan tidak ingin pemeriksaan dilakukan terbuka. 

Ini ibarat orang sakit gigi yang ingin diperiksa giginya tapi tidak mengijinkan dokter menggunakan senter melihat rongga mulutnya. Aneh bukan? 

Bukankah mereka yang ingin agar pemeriksaan Ahok dilaksanakan dengan adil dan profesional tanpa intervensi Presiden Jokowi? Bukankah mereka menuduh Presiden Jokowi melindungi Ahok?

Rasanya kalo sudah gak suka apapun cara yang akan dipakai polisi tetaplah buruk di mata mereka. Bagi mereka Ahok itu harus ditangkap dan dipenjara. Tidak peduli mau pake kacamata kuda apa kacamata kerbau. 

Tidak peduli sidangnya terbuka atau tertutup. Pokoknya Ahok harus dijebloskan ke penjara. Pokoke Ahok itu penista. Pokoknya Ahok itu salah. Titik.

Kalo sudah begini mau ngomong apalagi. Kalo sudah tidak percaya sama aparat dan sidang terbuka ya uwisss...kalian aja ya yang jadi polisi, jaksa, hakim dan panitera. 

Bikin aja polisi tandingan, jaksa tandingan, hakim tandingan dan panitera tandingan kayak Gubernur Tandingan Fahrrurozi Ishaq itu. Biar puasss kalian.

Ahhh suudahlah...pening kali kepalaku kalian buat. Minum jamu dulu ahhh... Nyonya Meneer yang gak pernah duduk karena berdiri sejak 1919 ... biar segerrr... 



[birgaldo sinaga]



Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment