Sunday, December 18, 2016

Feminisme dan Cabe-Cabean Syariah dalam Islam

Kebodohan memang sering tanpa batas. Yang satu bilang,"Hanya khilafah yang akan menghentikan kebiadaban di Suriah." Yang satunya minta Presiden Jokowi kirim tentara. Kalau percaya hanya khilafah yang bisa, ngapain minta Jokowi kirim tentara?



DUNIA HAWA - Beberapa hari lalu ramai diberitakan seorang mantan pelacur yang tiba-tiba beralih profesi jadi jihadis. Bagi yang mengikuti konflik timur-tengah sejak awal pasti sudah tak heran dengan hal semacam ini.

Cara membaca peta konflik Suriah bisa dimulai dari mengintili trajektori politik di beberapa negara arab sepertI Iraq, Mesir dan Turki. Berkat mereka, permainan politik adiluhung menjadi berita harian masyarakat dunia.

Dalam politik, agama tidak lagi sakral sebagai metode memahami kesucian wahyu. Kesakralannya terletak pada kontribusinya mendukung para aneksator international. Yang mulai dulu kubu kontra aufklarung berada di tangan Amerika dan sekutunya.

Hegemoni barat menyuplai berbagai strategi dan akomodasi serta seluruh kebutuhan politik untuk siapapun yang dinilai mampu menjadi pion perjuangan mereka.

 Dari sini, kita juga dapat melihat peran konsep feminisme barat dalam politik kekuasaan. Di mana energi itu berhasil disuntikkan dalam tubuh Islam radikal.

Feminisme yang semula sebagai gerakan keadilan, dianggap musuh bersama kalangan patriarki


Dunia pemikiran barat dan beberapa negara dunia pernah dikejutkan dengan isu feminisme. Feminisme dipahami dalam sekup “global thinking” yang dapat menggeser peran patriarki.

Bila mengacu pada konsep feminisme ala Bell Hoks, seorang aktifis Amerika Serikat yang aktif menyuarakan gagasan-gagasan feminisme. Menurutnya, feminisme adalah metode untuk mengisi “etic of care” dalam peradaban.

Bukan semata-mata pembelaan terhadap gerakan feminisme. Tapi sejatinya, kita butuh itu. Harus ada gerakan kepedulian yang tidak dibatasi oleh pragmatisme dan utilitarianisme.

Konsep feminisme yang tertolak justru dilekatkan dalam tubuh Islam


Lagi-lagi Islam dijadikan tong sampah ideologi (baca: feminisme), yang semula gagal menginspirasi masyarakat dunia. Feminisme disematkan dalam tubuh Islam.

Emansipasi wanita menjadi seruan utama yang sukses membungkus kambing hitam politik berbendera “La Ilaha Illallah”.

Inilah yang menjadikan mata dunia semakin sinis terhadap Islam karena dianggap tidak memiliki konsep tentang keluhuran seorang wanita.

Perempuan, dalam Islam sangat dimuliakan. Perempuan tidak diidentikan dengan konsep jihad fisik seperti perang dan bunuh diri dengan bom.

Islam tidak mengkerdilkan konsep “jihad” sehingga tindak-tanduk


Nabi sulit dicari kelemahannya.
Bahkan dalam sebuah riwayat diceritakan, setelah Allah memperlihatkan keutamaan perempuan yang begitu paripurna. Allah memberitahukan, kekurangan perempuan hanya satu, yaitu; mereka seringkali lupa bahwa dirinya mulia.

Nabi melarang membunuh perempuan dan anak kecil dalam sebuah perperangan. Lalu bagaimana mungkin, Nabi menganjurkan perempuan berperang atau menjadi buzzer jihad?

Masa depan cabe-cabean syariah


Nah, di Indonesia lucu. Perempuan muda yang tidak memahami konsep jihad, bahkan sepertinya baru selesai mempelajari tutorial berhijab, diperbudak untuk menjadi buzzer jihad.

Umurnya yang muda, seharusnya digunakan untuk mempelajari banyak hal yang lebih bermanfaat. Tapi kaum radikal ini punya cara berpikir lain, mereka melihat para pemudi-pemudi ini berpotensi besar menjadi cabe-cabean konvensional.

Dengan itu mereka berinisiatif mentransformasi potensi tersebut dan diarahkan pada konsep cabe-cabean yang lebih Islami. Bisa dibilang, emansipasi wanita dimanfaatkan sebagai metode mencetak cabe-cabean syariah.

Mereka tak memahami bahwa konflik Suriah merupakan representasi kehancuran sebuah teritori karena desakan hegemoni zionis untuk menguasai timur-tengah dan berujung pada pupusnya kemanusiaan secara universal.

Mereka lugu, mereka harusnya selfie dengan bibir manyun atau setidaknya aktif mengkoleksi foto-foto artis korea. Mereka tidak memahami bahwa Jihad bukan urusan mereka, mereka juga tak mengerti bahwa mendesak pemerintah untuk turut meramaikan konflik timur tengah adalah aktifitas politik paling berbahaya saat ini.

Mereka korban


Cabe-cabean syariah juga bisa dibilang calon nasabah setia bank syariah. Bila stempel “halal” diberlakukan dengan jalur konveksi lalu memiliki display berbahan wall, tentu mereka pula yang akan menyulamnya.

Antisipasi dini


Sebagai seorang anak yang mudah-mudahan pada suatu hari akan punya anak. Insya Allah. Saya sulit menyimpulkan apa yang harus kita lakukan untuk meresistensi seluruh gerakan radikalisme yang notabene adalah robot-robotan US.

Setidaknya, dengan pemahaman ini kita jadi lebih waspada terhadap masa depan generasi. Lebih serius menjaga anak-anak perempuan kita, menjaga istri kita, mengingatkan orang-orang di sekitar kita akan bahayanya gerakan radikalisme atas nama Islam.

Sejak dini kita mulai memperbaiki pola komunikasi dalam rumah tangga. Agar nilai-nilai kebaikan yang menjadi khas Islamnya Muhammad dapat kita tanamkan dalam diri orang-orang yang kita cintai.

Walau tanpa berharap surga dan tanpa berimajinasi dirangkul 72 cabe-cabean syariah. Maksud saya bidadari.

Begitulah kura-kura.

@habib acin muhdor


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment