Thursday, April 7, 2016

Menguak Masa Depan Islam


Dunia Hawa - Kondisi umat Islam di dunia ini bagaikan makanan yang diperebutkan orang-orang lapar. Arus pengungsi muslim terus mengalir ke negara-negara Barat dari negara-negara Muslim yang dilanda konflik dan kemiskinan. Fenomena ini sebenarnya amat memaklukan. Umat Islam nyaris tak bisa berbuat apa-apa. Fenomena terorisme menjadi momok bagi masyarakat Barat bahkan terhadap umat Islam sendiri. Apa yang salah dengan umat ini? Mengapa Islam tidak mampu menjadi “rahmatan lil ‘alamin” di era kini? Bahkan ada seorang penulis Barat yang menulis buku “The World without Islam” yang mengatakan dunia akan lebih baik tanpa Islam.

Pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab. Islam telah kehilangan vitalitas atau spirit keberagamaaannya yang dinamis, luas dan lapang. Bukan Islam sebagai doktrin yang salah, melainkan bagaimana kaum Muslim menafsirkan doktrin itu yang menjadi permasalahan. Kurangnya pemahaman terhadap al-Qur’an dan hadis menyebabkan fanatisme buta. Mereka yang cenderung keras beragama biasanya pemahamnnya masih dangkal atau hanya pada kulit saja. Mereka belum menyentuh hakikat Islam yang sebenarnya. Beragamnya tafsir Islam menyebabkan kebingungan di kalangan masyarakat awam. Saat ini umat Islam belum mampu menjadi “khairu ummah” atau umat terbaik yang pernah dikeluarkan kepada manusia seperti di masa lampau. Umat Islam saat ini belum mampu menjadi saksi atas sekalian manusia.

Kalau kita kembali ke masa lalu di mana Islam pernah mencapai kejayaannya, umat Islam mampu menjadi teladan bagi umat manusia. Umat Islam di masa lampau telah membuktikan bahwa mereka adalah umat terbaik di dunia. Umat manusia pada waktu itu sangat menghormati umat Islam sebagai salah-satu peradaban yang paling tinggi dan paling maju. Al-Qur’an dan al-Hadis mendorong umat Islam untuk menjadi masyarakat yang beradab (civillized), terbuka, dan dinamis. Al-Qur’an dan al-Hadis mendorong umat Islam untk menuntut ilmu kepada siapa saja. Peradaban Muslim pernah jaya hampir 800 tahun lamanya. Saat itu mereka memimpin dunia. Umat Islam telah mejadi pusat peradaban yang terbuka untuk siapa saja yang ingin mereguk ilmu pengetahuan. Teknologi dan teologi kaum Muslimin amat canggih sehingga mengundang banyak sarjana dari dunia non-Muslim untuk belajar kepada umat Islam.

Kondisi saat ini jauh berbeda dengan masa lalu. Walaupun diprediksikan bahwa jumlah penganut Islam akan semakin meningkat, namun hal itu tidak berhubungan dengan kualitas umat Islam. Berdasarkan pengamatan sekilas, umat Islam di beberapa negara bahkan tidak pernah mengenyam pendidikan yang berkualitas. Sistem pendidikan di negara-negara Muslim sangat tidak mengikuti zaman. Sistem pendidikan di masa lampau masih terus digunakan walaupun dunia telah berubah. Ini artinya adalah ada sebagian pemahaman dan pengetahuan umat Islam yang tertinggal di abad pertengahan. Umat Islam dilanda kejumudan dan kebodohan.

Kondisi ini menyebabkan rasa frustrasi di kalangan umat Islam sendiri. Mereka tidak mampu menghadapi modernitas. Mereka tidak punya kekuatan untuk menghadapi perubahan zaman. Sebagian dari mereka memilih jalur ekstrim dengan mengisolasikan diri. Sebagian dengan gegap gempita berusaha menyambut modernitas. Umat Islam kini berada di antara dua ekstremitas antara yang pro-modernitas maupun yang anti-modernitas.

Banyak di antara umat Islam sendiri yang menyangka bahwa untuk menghadapi Barat mereka harus kembali kepada Islam seperti pada masa Rasululullah. Mereka merasa hal ini berarti kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Mereka menolak kemajuan. Orang-orang seperti ini dicirikan dengan janggut panjang, jubah, dan sorban. Mereka menganggap hal itu sunnah. Padahal sunnah Nabi harus diambil substansinya, bukan formalitasnya.

Mengikuti Rasulullah bukan berarti hanya berhenti pada pakaian dan jenggotnya, lebih daripada itu. Mengikuti Rasulullah harus dilakukan dengan ilmu. Rasulullah adalah kota ilmu. Banyak hal yang bisa diambil dari Rasulullah, dari cara berpikir dan bersikapnya, akhlaknya, ketegasannya, moralnya, dan bagaimana beliau sangat peduli terhadap nasib kaum miskin. Saat ini lebih banyak orang yang lebih peduli pada bagaimana beliau berpakaian daripada bagaimana beliau berakhlak. Padahal pakaian yang beliau pakai adalah pakaian orang Arab kebanyakan bahkan lebih sederhana daripada itu. Rasulullah bersikap lembut bahkan kepada musuh-musuhnya. Tujuan beliau datang ke muka bumi ini adalah untuk memudahkan, bukan menyulitkan. Beliau sangat peduli dengan pendidikan anak-anak kaum muslimin sehingga beliau menyuruh tawanan Quraisy untuk mengajar anak-anak kaum muslimin untuk membaca sebagai syarat pembebasan mereka.

Sungguh, Islam tidak datang untuk menyulitkan manusia. Islam datang untuk membebaskan umat manusia dari kegelapan menuju cahaya. Namun berapa banyak kaum muslim yang menyadari hal demikian. Semakin hari, kita semakin jauh dari ajaran Islam karena kita tidak memahami substansi ajaran Islam itu sendiri. Islam hanya simbol dan identitas. Identitas kultural dan politik. Rasulullah pernah bersabda bahwa suatu saat nanti Islam hanya sekedar identitasnya saja. Al-Qur’an suatu saat nanti tinggal bacaannya saja. Artinya ajaran Islam dan al-Qur’an tidak dihayati dengan baik. Kita bangga dengan perlombaan membaca Al-Qur’an, tetapi tidak pernah mengetahui bagaimana al-Qur’an diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kita takut menafsirkan al-Qur’an sehingga tidak membaca Al-Qur’an.

Perintah pertama al-Qur’an sungguh luar biasa. Perintah untuk “membaca”, bukan untuk sholat, bukan untuk puasa dan zakat atau haji, apalagi berperang. Kita tidak akan mungkin memahami ajaran Islam kalau tidak membaca buku-buku mengenai ajaran Islam. Kita tidak akan bisa shalat tanpa “membaca” makna shalat. Para ulama di masa lampau telah mewariskan banyak buku untuk kita baca, padahal budaya membaca kaum muslimin di abad ini sangat lemah. Kita kehilangan kontak dengan cahaya-cahaya di masa lalu. Buku-buku para ulama dan cendekiawan muslim merupakan “cahaya-cahaya” dari masa lalu. Berapa banyak kaum muslim yang peduli dengan agamanya? Mereka lebih suka menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah sekuler daripada ketimbang sekolah agama. Madrasah dan pesantren ditinggalkan karena dianggap tidak up-to-date. Pengembangan pendidikan Islam kurang berjalan dengann baik karena minimnya dukungan dari umat Islam sendiri.

Perintah “membaca” telah merevolusi bangsa Arab yang tadinya masyarakat terbelakang di gurun menjadi bangsa yang dikagumi dunia. Mereka menjadi bangsa yang maju sehingga hampir mengalahkan bangsa-bangsa lain di dunia. Baghdad, Damaskus, Kairo, Kordoba, dan Sevilla menjadi pusat-pusat peradaban dunia. Apakah negara-negara Muslim ada yang ingin melakukan hal-hal seperti di masa lalu itu? Membangun peradaban atau menguasai ilmu pengetahuan. Kebanyakan negara Muslim hanya membangun ekonomi semata, tetapi tidak dalam pengembangan intelektual. Pendidikan di negara-negara Arab Muslim yang kaya minyak tidak lebih baik dari sistem pendidikan di Israel. Bangsa-bangsa Muslim kini tidak melahirkan ilmuwan-ilmuwan handal, kecuali mereka yang mendapat pendidikan di negara-negara Barat.

Umat Islam tertinggal dalam segala hal dari Barat, kecuali iman dan takwa. Namun umat Islam juga diperintahkan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Umat Islam tidak boleh menjadi bangsa tertinggal di muka bumi. Umat Islam diwajibkan menuntut ilmu dari buaian sampai liang lahat. Hanya Islam, satu-satunya agama yang memerintahkan penganutnya untuk mencari ilmu sepanjang hidup.

Islam adalah agama misi dalam artian Islam membawa misi khusus untuk dunia ini, yakni menyeru manusia dari kegelapan menuju Tauhid. Islam memerintahkan umatnya untuk berdakwah kepada seluruh manusia agar beriman dan bertakwa. Dalam berdakwah dibutuhkam ilmu pengetahuan bukan hanya mengedepankan emosi. Islam juga menyeru kepada manusia untuk berbuat baik sebagai bekal menuju Tuhan. Islam adalah agama kedamaian. Kalau kita mau melihat lebih jauh dan lebih mendalam, Islam adalah agama kasih sayang.

Dakwah dalam Islam tidak boleh memaksa orang lain untuk meninggalkan agamanya. Lebih dari itu, dakwah haruslah dilakukan dengan cara dialog atau diskusi dengan baik. Islam menegaskan setiap manusia bebas mengikuti petunjuk atau menjadi kafir. Sungguh dalam bahasa Al-Qur’an, antara petunjuk dan kesesatan telah jelas.

Saat ini belum mampu untuk kembali untuk mengulangi masa lalu yang penuh kejayaan. Yang diperlukan saat ini adalah membangun kembali persaudaraan Islam. Kalau persatuan antar umat susah dicapai, maka selayaknya kita membangun kembali persaudaraan. Al-Qur’an tidak secara tegas menyebutkan mengenai persatuan. Tapi dalam beberapa ayat Al-Qur’an menyebutkan mengenai persaudaraan Islam (ukhuwwah Islamiyyah).

Sudah saatnya umat Islam merebut ilmu pengetahuan dan teknologi dari bangsa-bangsa Barat dan hal ini sudah kelihatan. Banyak ilmuwan Islam yang pulang dari Barat. Mereka kemudian mengembangkan ilmunya di negara-negara Muslim. Ilmu adalah cahaya, kata Syaik Waqi’i guru Imam Syafi’i. Membangun Islam di masa depan tidak dapat dilepaskan dari ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang disertai dengan iman dan taqwa (imtaq).

Umat Islam dituntut untuk memurnikan kembali agamanya. Dengan menghidupkan iptek di dunia Islam, diharapkan umat Islam kembali dinamis dengan disuntikkannnya pengetahuan dan pemahaman baru mengenai Islam dan dunia. Islam tidak datang untuk memusuhi dunia. Dunia adalah jalan menuju akhirat. Saat ini penerbitan buku-buku sains di dunia Islam amatlah sedikit bila dibandingkan dengan negara-negara Barat. Untuk itu kebebasan berpikir di dunia Islam haruslah dibangkitkan kembali. Penggunaan akal untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an dan alam semesta merupakan perintah yang jelas. Umat Islam seharusnya tidak takut menggunakan akalnya dalam memahami agama.

Umat Islam juga perlu mempelajari demokrasi dan kapitalisme, bukan untuk menerapkannya mentah-mentah tapi mencari mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan kata lain, setiap pemikiran baru yang datang dari luar Islam, entah Barat atau bukan, harus disaring dan dijadikan kajian oleh para ulama dan intelektual Islam.

Umat Islam harus menguasai media agar tidak selalu dijadikan bulan-bulanan oleh orang-orang yang antipati terhadap Islam. Selain itu, pendidikan kaum perempuan juga harus digalakkan. Pendeknya, pemahaman Islam harus kembali disegarkan dengan mengedepan tafsir kontemporer. Umat Islam tidak boleh takut dengan istilah “pembaharuan”. Dalam hadis Nabi disebutkan, Allah akan mengutus seorang pembaharu agama setiap seratus tahun sekali. Wallahu a’lam bisshowab.

[hanvitra/kompasioner]

http://m.kompasiana.com/hanvitra/menguak-masa-depan-islam_570675ae8223bd0114720f4c


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment