Wednesday, April 6, 2016

Memfitnah Ahok


Dunia Hawa - Ahok? yaa siapa yang tak kenal Ahok? Calon Gubernur DKI yang juga petahana ini begitu fenomenal dan menjadi media darling. Hampir setiap detik, namanya muncul di jagat media. Saking terkenalnya Ahok, ada cerita lucu yang pernah dituturkan Cak Imin dalam sebuah pertemuan silaturahim Ajengan Se Jawa Barat beberapa waktu lalu.

Ceritanya terjadi ketika masa kampanye Pileg 2014 lalu, ada seorang Caleg DPR RI tengah berkampanye di wilayah Pantura Indramayu dengan membagi-bagikan bantuan berupa perahu kepada nelayan setempat. Ketika berorasi, sang Caleg yang juga keturunan Etnis Tionghoa bertanya kepada para nelayan yang hadir.

“Bapak Ibu sudah kenal saya? tanyanya bersemangat.

“Kenaaaaalll”, terdengar jawaban kompak dari para nelayan.

“Oke kalau begitu, sekarang saya tanya kepada bapak ibu yang hadir di sini. Ada yang tahu siapa nama saya?”, Ujar sang Caleg meneruskan.

“Aaahoooookk...Aaaahooookkk”, teriak para nelayan.

Begitulah nama dan wajah Ahok dikenal oleh para nelayan Indramayu yang saat itu hadir. Dan harus diakui, Ahok memang fenomenal. Gayanya yang ceplas-ceplos, nada bicaranya yang tinggi sehingga dikesankan hobinya marah-marah, tidak menyurutkan nilai jual bagi media yang memuat berita terkait dirinya. Salah satu kehebatan Ahok adalah karena dirinya punya ajian yang bisa menyedot kekuatan lawan dengan cepat.

Kalau diibaratkan, Ahok itu seperti tokoh Prabu Arimba dalam cerita pewayangan yang memiliki kesaktian (sebagaimana diakui Yusril Ihza Mahendra yang mengatakan bahwa Ahok itu sakti) menyedot tenaga lawan dengan cepat. Siapapun lawan yang langsung menyentuh Ahok dipastikan tenaganya akan susut. Semakin sering bersentuhan secara langsung, semakin cepat tenaga lawan tersedot. Dan realita di lapangan menunjukkan hal itu, lawan-lawan ahok yang menohok Ahok secara langsung, baik dengan cara sentimen keagamaan ataupun yang lainnya, lambat laun mulai meredup. Alih-alih menjatuhkan, yang ada ketenaran Ahok tambah terkerek naik.

Sebenarnya Ahok sendiri sudah membuka celah bagaimana dirinya bisa ditandingi (baca: dikalahkan), dalam salah satu pernyataannya yang dikutip sejumlah media, Ahok secara lugas bilang, “Pilkada ini kadang-kadang saya kasihan. Tahu enggak? Orang mau jadi gubernur, mau nantang saya, harusnya pikirin program. Jangan tiap hari cuma mikir gimana ngalahin Ahok, pakai fitnah-fitnah segala".

Saya mengamini apa yang dikatakan Ahok, terutama terkait dengan menyebar fitnah untuk menjatuhkan lawan. Karena sebagaimana ajaran yang saya yakini bahwa fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Terkait fitnah ini saya juga punya cerita tersendiri. Begini ceritanya, di sebuah Hotel Prodeo ada seseorang yang sangat ditakuti oleh semua penghuninya karena dia dikenal sebagai si Jagal paling bengis, alias tukang bunuh orang. Nah, suatu ketika, datang tahanan yang baru.

Sudah jadi adat kebiasaaan, setiap ada tahanan baru harus terlebih dahulu menghadap si Jagal tadi. Ketika menghadap sembari disaksikan oleh para tahanan lainnya, terjadilah dialog seperti ini:

“Siapa nama kamu..?”, tanya Sang Jagal sambil membentak.

“Fitrus, Boss”, jawabnya.

“Apa yang telah kamu lakukan sehingga dijebloskan ke penjara ini ?”, tanya Sang Jagal masih dengan nada tinggi.

Sambil mendekat, si Fitrus berbisik di telinga Sang Jagal. Mendengar bisikan si Fitrus, Sang Jagal langsung membungkukkan badannya yang tinggi besar lalu mencium tangan si Fitrus. Sontak saja kejadian ini membuat para tahanan yang lain heran bukan kepalang. Setelah bubar, seseorang mendekatinya dan bertanya ke si Fitrus.

“Fitrus, apa yang tadi kamu bilang ke si Boss?”

Dengan kalem si Fitrus menjawab:

“Saya hanya bilang, bahwa saya ini Tukang Fitnah”

Cerita humor tersebut semakin menandaskan bahwa si Fitrus (Fitnah Terus) itu lebih ditakuti ketimbang yang suka membunuh orang dan tidak bermaksud bahwa yang suka memfitnah itu akan berakhir di penjara. Nah, kembali lagi soal Ahok, saya hanya ingin menegaskan bahwa cara untuk menandingi Ahok itu akan lebih efektif dengan menawarkan program-program yang lebih oke ketimbang yang selama ini tengah dijalankan Ahok dalam mengatasi berbagai problem DKI.

Sentimen (ke)agama(an)

Hampir dalam setiap kontestasi politik elektoral di tanah air tercinta ini, sentimen keagamaan selalu menjadi amunisi masing-masing pihak dalam menjatuhkan lawan atau memenangkan persaingan politik. Sehatkah? Tentu saja tidak. Karena walau bagaimana pun, bukan kah menjadi tragis adanya, bila agama sekadar dijadikan pembenaran sikap-sikap politis dan berujung pada hilangnya moralitas yang terkandung di dalam agama itu sendiri. Tapi mengharapkan agar masing-masing pihak tidak menggunakan isu agama sebagai tameng atau alat untuk menjatuhkan lawan dalam setiap momentum politik elektoral bagai pungguk merindukan bulan.

Hanya saja dalam konteks kekinian, saya lebih tertarik membicarakan bagaimana masyarakat Indonesia menyikapinya dari waktu ke waktu. Saya ingin kembali ke masa ketika Pemilu Presiden yang paling mutakhir. Masih segar dalam ingatan, bagaimana lawan-lawan politik pasangan Jokowi-JK menggunakan isu agama terutama untuk menyerang Jokowi. Saking bertubinya serangan dengan menggunakan sentimen keagamaan, polling Capres Jokowi-JK sempat mengalami trend penurunan.

Mungkin kalau tidak ada Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dalam Koalisi Indonesia Hebat ceritanya akan lain. Dikatakan demikian, karena PKB merupakan satu-satunya parpol berbasis (massa) Islam yang berada dalam koalisi pendukung dan pengusung Capres Jokowi-JK dan menjadi garda terdepan dalam menangkal isu-isu yang menyebarkan fitnah bahwa Jokowi itu kafir, PKI dll. Dan sebagaimana sejarah mencatat, pada akhirnya pasangan Jokowi-JK terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI ke 7. Ingin ditegaskan bahwa, masyarakat Indonesia tidak lagi mudah terprovokasi oleh isu-isu dengan menggunakan sentiman keagamaan.

Pertanyaan yang mengemuka kemudian adalah, bagaimana dengan konteks Pilkada DKI tahun 2017 nanti? Sebagaimana umum diketahui, Ahok itu non-muslim. Itu fakta dan siapapun tak bisa membantahnya. Menarik untuk mencermati bagaimana pada akhirnya masyarakat Jakarta akan memilih pada waktunya nanti.

[Hasim Adnan/ kompasioner]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment