Saturday, April 9, 2016

Iklas Level Sembilan


Dunia Hawa - "Bagaimana mengukur ikhlas?" Tanyaku sambil menyeruput kopi di sebuah warkop tepi jalan. Kami senang berbincang2 masalah kehidupan. Rahasia2 yang selama ini terpendam dalam cara pandang manusia yang ditanamkan dalam satu sudut saja. Membuka rahasia dalam sudut yg berbeda itu menyenangkan.

"Ketika Tuhan memerintahkan kita ikhlas, sebenarnya itu bahasa paling sederhana buat manusia. Kita harus paham bahwa kitab suci itu menggunakan bahasa sederhana supaya bisa dipahami oleh seluruh manusia dengan tingkat pendidikan di semua level. Jadi, bukan hanya untuk profesor saja tapi juga untuk mereka yang bahkan tidak pernah sekolah..."

Temanku menyeruput kopinya dengan tenang..

"Nah supaya manusia itu taat, bahasanya adalah perintah. Ketika perintah itu datang dari Yang Maha Tinggi, tentu harus dikerjakan. Sama sajalah misalnya ketika kita sebagai office boy dalam sebuah perusahaan, kan bahasa seorang direktur kepada kita bukan dalam bahasa ajakan, tetapi perintah. Kita tdk mungkin tdk patuh, bisa dipecat nantinya...

Perintah itu sebenarnya latihan dasar bagi manusia supaya tidak keluar dari alur. Ketika manusia sudah terbiasa mengikuti alur, maka ilmunya akan bertambah sehingga ia mulai memahami. Ketika sudah pada level memahami, maka ia diajak berfikir. Sama seperti manajer di perusahaan, sdh tidak disuruh2 lagi tapi sudah diajak berfikir terhadap pengembangan tugas di departemennya..."

Menyenangkan mendengar penjelasannya. Tidak sadar sebatang rokok habis terbakar. Kusulut lagi untuk bisa mencerna semuanya.

"Pada tingkat pemahaman yang lebih tinggi, maka konsep ikhlas itu sudah masuk pada tahapan kebutuhan. Kita membutuhkan keikhlasan supaya diri kita tetap tenang, tidak selalu terbeban. Kehilangan barang, ikhlas, karena kalau difikirkan terus akan jadi beban pikiran. 

Nah, pada tingkat yang lebih tinggi lagi, ikhlas itu sudah menjadi kenikmatan. Ketika orang yang tersayang meninggal, kita menikmatinya sebagai bagian dr kehidupan dan meyakini ia sedang berada dalam perjalanannya di kehidupan kedua. Sudah bukan lagi merasa kehilangan berlebihan, tetapi masuk pada tahapan menunggu giliran yang sama untuk melangkah di dunia yang berbeda..."

Temanku tersenyum.

"Itulah kenapa Tuhan menguji manusia sesuai dengan kemampuannya, sesuai tahapan pelatihan yang dilaluinya. Dan selalu bertingkat. Pertama dihilangkan barangnya, lau dihilangkan hartanya, terus kesehatannya, naik lagi dihilangkan orang yg disayanginya, sampai kemudian keikhlasan tertinggi ketika ia akan dihilangkan jiwanya...

Ketika rasa kehilanganmu menjadi kenikmatan, bukannya beban, maka itulah sebenar2nya ikhlas. Baru kita buka ayat, "Maka nikmat manakah yang kau dustakan ?"

Dia mengakhiri penjelasannya bersamaan dengan habisnya secangkir kopi. 

Ternyata Ikhlas itu seperti kripik Mak Icih, ada level2nya.. Makin pedas, bagi sebagian orang, semakin nikmat. Tapi bagi yang belum sampai levelnya, melihat bumbunya saja udah terbirit2 ke belakang. Prat pret prot marah2 ketika kehilangan...

[denny siregar]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment