Saturday, April 9, 2016

Ketika Yusril Ihza Mahendra Melamar ke Semua Parpol


Dunia Hawa - Yusril Ihza Mahendra adalah bakal calon gubernur DKI Jakarta yang paling serius, paling bersemangat, sekaligus oportunis sejati, untuk maju di pilkada DKI 2017, menantang calon petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Sekarang, semakin kelihatan, jika menjadi pimpinan, Yusril adalah tipikal pimpinan yang akan selalu berusaha menyenangkan semua pihak, demi aman jabatannya. Tipikal pimpinan dambaan para politikus  pada umumnya yang ada di parpol-parpol, dan sejenis dengan anggota DPRD DKI.

Betapa tidak ia pun menunjukkan ambisinya yang sedemikian luar biasanya, sampai selalu menjadi orang paling pertama mendaftarkan dirinya di semua partai politik yang mulai membuka pendaftaran untuk penjaringan calon gubernur mereka. 

Begitu Partai Gerindra membuka pendaftarannya pada 31 Maret lalu, Yusril melalui orang kepercayaannya langsung mengambil formulir pendaftarannya, begitu juga dengan ketika PDIP pada 7 April kemarin membuka pendaftarannya, dalam hitungan jam Yusril sudah menngambil formulirnya dan kini, sudah mendaftarkan dirinya di kedua parpol itu.

Jumat, 8 April 2016, Partai Demokrat juga mulai membuka pendaftaran penjaringan calon gubernurnya, Yusril pun menjadi orang pertama yang telah mengambil formulir pendaftaran, untuk segera mendaftar juga di parpol pimpinan SBY itu.

Jadi, Yusril sudah memastikan dirinya mendaftar sekaligus di Partai Gerindra, PDIP, dan Partai Demokrat.

Tentu, maksudnya, jika di satu parpol tidak lolos penjaringan, masih ada cadangan dua parpol, jika satu lagi tidak lolos, masih ada satu lagi.

Ditunggu saja, nanti kalau ada parpol lainnya yang membuka pendaftarannya, Yusril pasti akan menjadi orang pertama yang mendaftarkan dirinya lagi. Seandainya ada 10 parpol yang membuka pendaftaran penjaringan calon, mungkin Yusril sudah mendaftar di 10 partai itu juga.

Yusril Tidak Bisa Mengharapkan PBB, PBB Tidak Bisa Mengharapkan Yusril

Di bursa pilkada DKI 2017 ini, Yusril Ihza Mahendra memang menjadi sosok yang super unik. Ia adalah Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) yang didirikannya, tetapi untuk maju di pilkada DKI 2017 partainya ini tidak bisa diandalkan sama sekali. Setelah sebelumnya PBB sendiri tidak bisa mengandalkan Yusril, karena Yusril sendiri tidak mampu untuk membuat PBB eksis di dunia pepolitikan Indonesia.

Sejak mulai didirikan, dari pemilu ke pemilu partai ini terus menciut, sampai akhirnya hilang dari peredaran. Di Pemilu 2014. PBB hanya mampu berada di posisi nomor dua dari juru kunci dengan hanya memperoleh 1,45 persen suara. Karena tidak mampu memenuhi ambang batas minimal, PBB pun gagal memperoleh satu pun kursi di parlemen, termasuk di DPRD DKI.

Jadi yang sudah terbukti adalah Yusril tidak mampu mengurus dan membesarkan partainya sendiri, dan kini ia pun mencoba hendak mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta untuk mengurus dan memajukan DKI Jakarta, dengan menggantung nasib sepenuhnya ke sebanyak mungkin parpol.

Padahal, mengurus Provinsi DKI Jakarta jauh lebih rumit dan kompleks daripada mengurus sebuah partai politik, apalagi sekecil PBB. Pengamat politik dari LIPI, Ikrar Nusa Bhakti mengatakan, menjadi Gubernur DKI Jakarta itu jauh lebih berat tugasnya daripada menjadi Menteri. Apalagi saat menjadi Menteri Hukum dan HAM di era Presiden Megawati Soekarnoputri pun, Yusril tidak menunjukkan prestasi apa-apa.

“Kalau Menteri yang diurusi itu bagaimana sekjen-nya, bagaimana birokratnya, sementara menjadi Gubernur (DKI) bukan hanya bagaimana birokrat lokalnya saja, tetapi ada pemerintah pusat di situ, ada DPRD-nya, belum lagi DPRD-nya yang mau cawi-cawi dalam perpolitikan Jakarta. Jadi menjadi Gubernur (DKI) itu jauh lebih sulit daripada menjadi Menteri,” kata Ikrar di acara Mata Najwa, Metro TV, 16 Maret 2016.

Tentang DPRD DKI yang suka “cawi-cawi itu,” saya pikir bukan masalah bagi Yusril, karena seperti yang saya sebutkan di atas, Yusril adalah tipikal yang jika menjadi pimpinan dengan segala senang hati akan berkompromi dan mengakomadasi sebanyak mungkin keinginan dan kepentingan berbagai pihak, termasuk DPRD DKI yang suka-“cawi-cawi” itu.

Yusril hanya bisa menonjol saat berpraktek sebagai pengacara yang handal. Jadi, kenapa tidak mengembangkan saja talentanya ini supaya bisa menjadi pengcara yang lebih top lagi? 

Jabatan Presiden sudah terbukti bukan habitatnya Yusril, karena dia pernah gagal total saat mencoba keberuntungannya di bursa pemilihan umum presiden, dan hal yang sama pun tampak jelas untuk habitat gubernur DKI Jakarta. Tetapi, Yusril bersikukuh untuk tetap mencobanya di pilkada DKI 2016.

Yusril Merasa Lebih Layak daripada Kader PDIP

Pada, Kamis, 7 April 2016, di Gedung DPP PDIP, Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, seusai menjadi pembicara di acara pembekalan para kader PDIP menghadapi pilkada serentak 2017, Yusril juga langsung mendaftarkan dirinya sebagai calon gubernur dari partai itu.

Pada kesempatan itu, diapun berandai-andai, jika PDIP mau memasangkannya dengan politikus PDIP Boy Sadikin sebagai calon wakilnya di pilkada DKI 2017.

Katanya, "Andaikata PDIP, beliau memutuskan saya dipasangkan dengan Pak Boy Sadikin, ya syukur alhamdulillah. Mudah-mudahan itu lebih baik bagi semua pihak, Bagi saya, bagi Pak Boy, maupun bagi PDIP sendiri.”

“Andai kata Pak Boy ini diberikan kesempatan dan disetujui oleh Ibu Mega sebagai perwakilan dari PDIP untuk maju sebagai pasangan gubernur dan wakil gubernur, maka itu bukan saja memulihkan hubngan dengan Pak Boy Sadikin, tetapi akan menyatukan dua kekuatan besar di negeri kita ini menjadi kekuatan nasionalis dan Islam."

Pada saat itu Yusril tidak secara eksplisit mengatakan antara dia dengan Boy Sadikin, siapakah yang sebagai calon gubernur, dan siapakah yang calon wakil gubernur.

Tetapi, merujuk pada pernyataannya sebelumnya, yang diinginkan Yusril adalah dialah yang harus menjadi calon gubernur, dan Boy Sadikin, yang nota bene adalah kader PDIP sendiri, malah cukup sebagai calon wakilnya saja!

Sebab jika dibalik, Boy yang maju sebagai calon gubernur, Yusril yakin PDIP pasti kalah! Kemungkinan besar kalau PDIP menghendaki Boy sebagai calon gubernur, dan Yusril calon wakilnya, Yusril tak bakalan sudi. Dia akan mundur dari PDIP, jika PDIP bersikukuh kadernyalah yang harus sebagai calon gubernur. Kemungkinan seperti inilah  yang menjadi salah satu pertimbangan Yusril, kenapa dia mendaftarkan dirinya ke semua partai politik. Supaya satu hilang, masih ada yang lain.

Pada Rabu, 23 Maret 2016, saat menjadi pembicara di acara diskusi dengan pengurus besar Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia di Jalan Cikatomas, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Pada kesempatan itu Yusril bilang, ia tidak takut jika PDIP ikut mengusung kadernya sebagai calon di pilkada DKI 2017, tetapi, sebaiknya yang diusung PDIP itu adalah calon wakil, bukan calon gubernur, karena kalau PDIP berani mengusungkan kadernya sebagai calon gubernur, Yusril yakin PDIP pasti kalah.

Menurut Yusril, PDIP tidak punya calon gubernur dari lingkup internal partai. Namun, untuk calon wakil gubernur, PDIP punya banyak pilihan. Misalnya Djarot Saiful Hidayat atau Boy Sadikin. Kalau punya calon sendiri, ia tak yakin PDIP mampu mengalahkannya atau Ahok.

"Bisa enggak mengalahkan Ahok? Bisa enggak mengalahkan Yusril?" serunya.

Dari pernyataannya ini tercermin benar keangkuhan seorang Yusril. Ia begitu meninggikan dirinya sendiri, dan begitu berani merendahkan PDIP.

Namun, lebih tragis lagi, kalau PDIP justru rela direndahkan seperti itu, demi mendapatkan seorang Yusril. Padahal, tidak ada jaminan bahwa Yusril bisa diandalkan di pilkada DKI 2017 nanti. Elektabilitasnya masih kalah jauh dengan Ahok.

Lalu, di manakah nama besar dan harga diri PDIP sebagai partai pemenang pemilu?

Yusril Tidak Bisa Bersinerji dengan Presiden Jokowi

Selama ini Yusril juga sering meremehkan kemampauan Jokowi sebagai Presiden, padahal Jokowi adalah salah satu kader terbaik PDIP.

Yusril pernah bilang, Jokowi itu hanyalah tukang gunting pita di proyek-proyek tol, tetapi berbuat seolah-olah itu semua hasil kerjanya, padahal tol-tol itu merupakan kelanjutan dari program kerja Presiden SBY.

Tentang tiga kartu sakti Presdien Jokowi: Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Keluarga Sejahtera, juga dikritik Tusril, karena pemerintah mengambil dananya dari corporate social responsibility (CSR) BUMN. Menurutnya itu suatu kesalahan besar pemerintah.

Yusril juga mengritik kebijakan Jokowi yang lebih cenderung memilih investor dari Tiongkok, menurutnya itu merupakan suatu kemunduran bagi Indonesia. Salah satu contoh kesalahan Jokowi yang cukup fatal, katanya, adalah memilih Tiongkok untuk mega proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung, karena salah perhitungan, empat BUMN yang berpartisipasi dalam mega proyek itu akan dikuasai Tiongkok.

Jokowi juga dituding Yusril masih saja mengandalkan pencitraan diri, termasuk ketika hendak melakukan perombakan kabinet. Akibatnya, kabinet yang dibentuk merupakan kabinet yang bermutu rendah.

Masih banyak lagi kritikan-kritikan pedas Yusril kepada Jokowi, seperti soal hutang luar negeri dan pengangguran yang semakin tinggi.

Menurut Yusril, Jokowi sebenarnya tidak punya kapasitas sebagai Presiden, tidak punya ketegasan dan arah sebagai pimpinan tertinggi negeri ini, termasuk kepada para menterinya, seandainya ia ditawari masuk kabinet Jokowi, ia pasti menolaknya.

"Kalau ditawari masuk kabinet saya tak mau. Tapi ini persoalan bukan kabinet, tapi Presiden. ... Karena leadership Presiden tak jelas arah tujuannya, kita seperti tak ada komandan. Saya tak mau jadi kabinet. Karena kabinet yang terpilih nanti pusing akan arahannya," kata Yusril, di Jakarta Selatan, 4 Februari 2016

Kesimpulan dari sikap Yusril terhadap Presiden Jokowi ini adalah  antara gaya kepimpinan dan kebijakan Presiden Jokowi dengan Yusril tidak pernah sinkron, selalu saling bertentangan, dengan Yusril selalu merasa lebih hebat dan pintar daripada Jokowi. Padahal, sangat diperlukan adanya sinerji yang berkesinambungan antara Presiden dengan Gubernur DKI Jakarta, sebagai Ibu Kota Negara.

Hubungan ini sangat berbeda antara Jokowi dengan Gubernur DKI saat ini, Ahok. Keduanya sudah saling cocok satu terhadap dengan yang lainnya sejak bersama-sama memimpin DKI Jakarta. Oleh karena itu, saat ini,  sinerji antara Istana Negara dengan Balai Kota DKI 1 terjalin denga sangat baik.

Malah Diapresiasi

Watak oputunisme haus kekuasaan Yusril sangat kelihatan dengan cara dia mendaftarkan diri ke semua parpol yang sudah membuka pendaftaran calon gubernur itu. Demikian pula dengan hipokritisnya yang tiba-tiba menampilkan dirinya secara mencolok mata sebagai pengacara pembela rakyat kecil. Padahal selama puluhan tahun malang-melintang sebagai pengacara handal, Yusril tidak pernah melirik rakyat kecil yang sedang tertimpa masalah hukum.

Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan DKI Bidang Pemenangan Pemilu Gembong Warsono malah memuji Yusril yang melamar di banyak parpol itu sebagai bukti Yusril yang berjiwa besar, tetapi rendah hati. “Saya acung jempol (buat Yusril),” kata dia.

Pujian juga datang dari Ketua Tim Penjaringan Cagub DKI Partai Gerindra Syarif. Menurut Syarif, Partai Gerindra tidak masalah jika Yusril mendaftar ke banyak partai. Sebab, Yusril merupakan tokoh eksternal yang tidak memiliki keterikatan terhadap Partai Gerindra.

"Prof Yusril kan dari eksternal partai, boleh saja daftar ke mana-mana, enggak masalah. Menjadi masalah kalau kader Gerindra mendaftar di partai lain," ujar Syarif.

Lha, jika menurut Syarif merupakan suatu problem kalau ada kader parpol lain mendaftar di partai lain, apakah dia lupa kalau Yusril Ihma Mahendra, bukan hanya merupakan kader partai lain, tetapi dia adalah ketua umum partai lain, yaitu PBB?

Sebenarnya, kita tidak perlu heran dengan pernyataan kedua petinggi dua partai tersebut, sebab begitulah karakter rata-rata politikus parpol yang sarat dengan perilaku pragmatis, oportunis, dan hipokrit, suka membuat pernyataan-pernyatan munafik untuk membenarkan suatu perbuatan tercela mereka dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat. Tak heran kepercayaan rakyat kepada parpol semakin menipis.

Pernyataan berbeda yang lebih berkwalitas datang dari Wakil Ketua Umum DPP PDI Hasto Kritiyanto tentang Yusril yang mendaftarkan dirinya ke PDIP itu,  secara diplomatis dia bilang, mengapresiasi Yusril, namun demikian tentang keputusan apakah Yusril akan diusung atau tidak oleh PDIP berada di tangan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Jika Megawati masih belum pikun, dia tidak akan mau PDIP mengusung Yusril, karena memang tidak layak bagi PDIP, apalagi dia meninggikan dirinya sendiri, mengnomorduakan kader PDIP.

Inilah yang Namanya Haus Kekuasaan

Walikota Surabaya Tri Risma Harini pernah mengalami sesat berpikir ketika secara tak langsung mengatakan Ahok yang memilih maju lewat jalur perorangan (independen) sebagai pertanda orang yang haus kekuasaan.  

Padahal calon perorangan di pilkada itu diatur oleh Undang-Undang Pilkada, mana mungkin undang-undang mau mengakomadasikan orang yang haus kekuasaan.

Jika Ahok benar haus kekuasaan, maka untuk ikut pilkada DKI 2017, diapasti lebih memilih parpol, terutama PDIP, ketimbang bersama Teman Ahok lewat jalur perorangan, yang berisiko tinggi untuk gagal sebelum bertarung, karena misalnya, ternyata jumlah KTP pendukung tidak memenuhi syarat. Maka Ahok pun tidak mungkin lagi bisa ikut pilkada DKI 2017 itu.

Berbeda dengan jika ia ikut parpol, apalagi PDIP, sudah dapat dipastikan ia bisa ikut pilkada DKI 2017 itu. Karena PDIP adalah satu-satunya parpol yang bisa mengusung pasangan calon tanpa koalisi dengan parpol lain. 

Jika Ahok haus kekuasaan, maka tentu dia akan memilih berkompromi dan selalu berusaha menyenangkan semua pihak, seperti berbaik-baik dengan DPRD DKI, pura-pura tidak tahu dengan praktek anggaran siluman mereka, tidak atau menunda penggusuran-penggusuran di DKI Jakarta, agar semakin banyak rakyat yang mau memilihnya kembali menjadi gubernur DKI Jakarta di pilkada 2017.

Faktanya, Ahok melakukan hal sebaliknya, semata-mata demi membangun, mensejahterakan, dan lebih memanusiawikan rakyat Jakarta. Menyebabkan ia dimusuhi banyak orang yang usaha atau penghasilan ilegalnya buyar gara-gara Ahok yang menjalankan penegakan hukum secara konsekuen, yang membuat dia menjadi musuh bebuyutan DPRD DKI, dimusuhi banyak warga Jakarta yang terkena penggusuran Pemprov DKI Jakarta, karena menempati tanah negara, dan sebagainya. 

Bandingkan dengan Yusril, yang selain membangun citra rekayasa lewat publikasi kunjungannya ke pasar tradisional, dan yang tiba-tiba menjadi pembela rakyat kecil yang hendak digusur Pemprov DKI Jakarta, juga, dan yang yang terutama sikapnya yang mendaftarkan diri ke semua parpol yang sudah membuka pendaftaran calonnya. Jelas strategi itu ditempuh Yusril karena dia khawatir tidak dipilih oleh parpol tertentu, jika ia hanya mengandalkan satu parpol saja. Maka itu, harus ada cadangan parpol sebanyak mungkin, agar kemungkinan meraih kekuasaan bisa lebih besar.

Justru apa yang sekarang dilakukan Yusri itulah yang merupakan pertanda orang yang haus kekuasaan, mendaftar di semua partai, agar bisa lebih besar kemungkinan lolos penjaringan calon. Padahal seorang calon pimpinan yang baik, seharusnya memilih parpol apa yang paling cocok dengan ideologi, visi, dan misinya dalam mensejahterakan dan memajukan Jakarta. Masa iya, semua partai itu punya ideologi, visi dan misi yang seragam. Pasti ada yang saling bertolak belakang, kok bisa Yusril cocok dengan semua parpol yang berbeda idealogi, visi dan misinya itu? Dia 'kan bukan manusia-bunglon?

Apakah selama ini Yusril selalu bersikap merakyat, dan apaklah  selama puluhan tahun menjadi pengacara top, Yusril pernah membela dengan sungguh-sungguh rakyat kecil yang tertimpa kasus hukum?

Tetapi, setelah memastikan dirinya sendiri mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta, tiba-tiba saja, beredarlah foto-foto Yusril berkaos Mickey Mouse sedang berbelanja di pasar tradisional. Katanya, sih, sudah biasa dia melakukan hal itu, tetapi kan yang tidak biasa, baru kali ini, bertepatan dengan memanasnya bursa bakal calon gubernur DKI, tiba-tiba beredarlah foto-foto Yusril sedang berbelanja di pasar tradisional.

Selama puluhan tahun malang-melintang sebagai salah satu pengacara top di Indonesia, Yusril tidak pernah melirik rakyat kecil yang sedang tertimpa masalah hukum, tetapi begitu hendak maju di pilkada DKI 2017, tiba-tiba saja ia menjadikan dirinya sebagai pahlawan, yang rela memasang badan demi membela warga yang tinggal di kawasan Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara. 

Pakai menyebarkan informasi yang keliru bahwa Ahok juga akan menggusur Masjid Jami dan Makam Kramat Luar Batang yang kerap diziarahi dan menjadi tempat wisata rohani. Padahal lokasi itu tidak termasuk yang akan digusur Ahok, sebaliknya akan dipercantik, sehingga lebih menarik sebagai tempat ziarah, maupun berwisata rohani.

Yusril juga sempat mengundang wartawan untuk meliput dia yang sedang memegang sertifikat rumah warga Kampung Luar Batang, sambil menyerukan seruannya menantang Ahok, jika berani datang berhadapan dengan warga secara langsung yang rumahnya hendak digusur Ahok, padahal mereka punya sertifikat tanah.

Sayangnya, sudah bergagah-gagah begitu, eh, ternyata Yusril keliru lagi. Pemukiman warga yang bersertifikat itu memang sejak semula tidak termasuk yang akan digusur.

Penertiban atau penggusuran yang akan dilakukan Pemprov DKI di kawasan itu, hanya mencakup pemukiman liar (tanpa sertifikat) di wilayah Luar Batang hingga ke Pasar Ikan, di bantaran Pelabuhan Sunda Kelapa. Di sana banyak terdapat rumah-rumah kumuh yang dibangun di atas kali. Itulah yang akan digusur. Warga yang terkena gusur itu juga akan dipindahkan ke rusunawa, yang sudah dipersiapkan.

Berita terakhir, mengabarkan, Yusril bilang, dia pasrah saja, kalau toh, tidak ada satu pun parpol, termasuk Gerindra dan PDIP, yang tidak mau mengusungnya. Kok, jadi memelas begitu, ya?

Memang, lebih baik siap-siap mental sejak awal, daripada terlalu mengharapkan, tetapi ternyata malah hanya menjadi korban "PHP", pemberi harapan palsu.

[daniel.h.t/ kompasioner]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment