Wednesday, March 16, 2016

Politikus Mie Instan


Dunia Hawa – Seru juga diskusi kemarin dengan seorang pendukung “asal bukan Ahok”.

Dan seperti lagu kebangsaan yg dinyanyikan setiap saat, yang dipermasalahkan seperti lari di tempat. Ahok bicaranya kasar, bahwa dia etnis cina dan kristen, ia kurang ajar dengan prabowo dan megawati orang yang mengangkatnya dan itu2 saja. Sampai hapal-lah kita…

Karena saya ter-identik sebagai pendukung Ahok, maka serangan itu-pun di arahkan ke saya. Seperti biasa saya mengeluarkan senyum misterius ala Chow yun Fat di Gods of Gambler, sambil menggosok2 jari tanpa cincin dan makan tahu sumedang tanpa isi dengan mengunyah perlahan. Segelas kopi sudah pasti ada, sedangkan dia minum jus semangka. Hmm, minuman emak2.

“Kemana mereka dulunya ?” Tanya saya membuka pembicaraan sesudah dia selesai mengeluarkan uneg2nya.

“Kemana para lawan Ahok itu sekian lama ? Kenapa mereka baru muncul sekarang, saat kampanye dimulai ?”

Dia meminum jus semangkanya dgn sedotan. Mengagumkan, wajahnya terlihat kasar dan jantan dengan jenggot yg tidak terurus rapi, tapi caranya memegang sedotan spt Nassar dalam film “Rambo, si kekar yang gemulai”

“Kesalahan terbesar para lawan Ahok, semuanya, adalah mereka seperti mie instan. Ingin cepat jadi. Karena itu mereka baru muncul ketika mendekati musim kampanye.

Dan karena ingin cepat jadi, mereka tidak punya program. Mereka bahkan tidak paham, ini Jakarta bagusnya mau diapakan. Akhirnya karena miskin program, mereka-pun mengambil jalan termudah, menyerang pribadi lawannya. Dan lihatlah, semuanya sama, menyerang Ahok karena omongannya kasar, karena ia seorang kristen, dibelakangnya ada kelompok pengusaha Cina dan itu2 saja. Lagu lama yang diputar berulang2. Kaset rusak yang dipaksakan berdendang.

Bahkan mereka memaksakan cara dengan menyebarkan isu hukum kasus sumber waras. Mereka berbuat apa saja asal Ahok jatuh. Mereka lupa, urusan mereka itu bukan untuk menjatuhkan lawannya, tetapi mana programnya ? Mana ?? Itu yang dituntut warga Jakarta..”

Kopiku lebih jantan daripada jus semangka dengan sedotan. Si hitam legam melawan pink manja jancukan. Aku memegang cangkir kopiku dan menyeruput dengan desahan khas pria Marlboro yang menunggangi kuda jantan. Sebatang rokok mengepul dari jari tanganku yang kekar, sedangkan dia sibuk mengusir2 asap dengan jari yang lentik dan tangan melambai.

“Dari situ saja sudah kelihatan siapa pemenang, jika pertandingan berjalan fair tidak main jegal2an. Warga Jakarta sudah muak dengan pencitraan plastik, kosmetik yang terlalu tebal seperti pelacur murahan di pinggir jalan.

Kenapa mereka tidak sejak dulu membangun personal branding dengan elegan ? Dikenal sebagai pembela wong cilik di pengadilan, misalnya. Atau dikenal sebagai orang yang gigih membela hak2 rakyat yang tertindas. Atau memang dia sejak lama dikenal sebagai pegiat anti korupsi yang berani bersuara karena benar.

Kenapa ? Karena orang yang benar2 berjuang tidak penting dimana mereka harus berjuang. Mereka berjuang karena ingin berjuang. Mereka berjuang dengan rasa cinta yang besar. Dan ketika mereka melakukannya dengan tulus, maka secara otomatis brand dirinya akan terangkat. Orang rela memilihnya karena ia memang layak.

Nah, si lawan2 Ahok ini hanya muncul saat musim kampanye saja. Terlihat jelas bahwa mereka haus jabatan. Dengan tiba2 mereka mencitrakan dirinya dekat dengan rakyat kecil, sayang pada wong cilik, perduli pada kemelaratan.

Memangnya rakyat bodoh apa ? Kalau saat kampanye saja mereka bisa membodohi rakyat dengan kelakuannya, bayangkan bagaimana mereka akan dengan tega membodohi rakyat dengan jabatannya.

Tuhan menutup akal mereka, sehingga kampanye yang mereka lakukan menjadi dangkal, tidak pintar dan – maaf – menjadi bahan tertawaan. Mereka menelanjangi diri mereka sendiri di depan publik. Ber-ilusi bahwa tubuh mereka kekar, tetapi orang banyak melihat bahwa mereka itu sebenarnya lemak bergelantungan. Ini daging apa tetelan ?”

Dia terpana nanar. Mulutnya terbuka lebar mengundang lalat ijo untuk bersarang. Sudah cukup, aku tutup dengan kartuku yang nilainya 4 of a kind. Aku tahu dia hanya punya two pair, tapi gertakannya seperti Jolly Jumper ketika memarahi Ran Tan Plan.

“Dunia sudah berubah, kawan.. Cara2 lama sudah tidak laku sekarang. Ahok melakukan smart campaign cukup lama dan ia tidak hanya ngomong doang. Kalian terjebak pada old campaign yang cuman nafsu besar tenaga kurang.

Belajarlah pada secangkir kopi. Kenikmatannya dihargai dimana saja, di warkop sampai di hotel2 mahal. Orang menerimanya karena ia identik dengan kecerdasan, berada pada pola pikir yang benar.

Kamu minum jus semangka, mana pake sedotan. Sibuk mencari rasa manis di dasar, tapi lupa bahwa puncak kenikmatan adalah ketika bibir bersentuhan langsung dengan permukaan gelasnya..”

Aku mencari tahu sumedang yang tersisa. Gileee, dia sudah makan semuanya. Giliran aku yang menatapnya nanar

[denny siregar]



Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment