Wednesday, March 16, 2016

Perjalanan Pulang


Dunia Hawa – “Yang membuat saya tertarik adalah cara Tuhan mengajar manusia. Selalu menjadi misteri bagi saya dan menyenangkan untuk mencoba mengintip gambar besarnya.

Landasan berfikir saya adalah bahwa Tuhan Maha Pengasih dan Maha adil. Itu saja. Baru sesudah itu, mencoba menarik benang merahnya.

Jadi saya tidak heran ketika seseorang bertanya, “Kenapa Tuhan malah me-miskinkan saya, padahal saya berdoa supaya bisa membantu orang miskin ?”

Coba perhatikan, bagaimana seseorang bisa tahu kemiskinan ketika ia tidak miskin ? Miskin versi orang yang sedang sejahtera, tentu berbeda dengan miskinnya orang yang benar2 miskin.

Karena itu, ia di-miskin-kan supaya tahu dan merasakan arti sebenarnya miskin. Sehingga ketika ia diberi amanat dengan rizki lagi, niatnya tidak berbelok. Tuhan menjaga niat baik seseorang yang disayangi-Nya dgn elok.

Begitu juga ketika seseorang berkata, “Saya minta jodoh yang baik, kenapa saya diberikan yang buruk ?”

Bagaimana ia tahu kebaikan sebelum mengerti keburukan ? Dia harus mengenal keburukan dulu, supaya konsep baik nya menjadi tidak relatif. Maka diberilah ia jodoh yang buruk dengan pengalaman yang buruk pula, supaya ketika ada seseorang yang baik, ia bisa mengenalinya dengan akalnya.

Menarik, kan ?”

Sangat menarik. Tidak terasa sore itu saya mendapat banyak pelajaran yang mahal.

“Bagaimana kamu bisa mengerti itu ?” Tanyaku sambil menyeruput kopiku.

Dia tersenyum bijak. Ada ketenangan yang dalam di wajahnya, menunjukkan ia mengerti banyak arti kehidupan, kunci2 kebahagiaan.

“Saya tidak pernah mengenal itu dulu, ketika saya berada pada momen kesenangan. Saya mencari2 kebahagiaan, padahal kebahagiaan itu relatif, tergantung sudut mana kita memandang. Saya bahkan membelinya, memenuhi diri saya dengan materi dan berkata, “Inilah kebahagiaan..”

Lalu, saya diberi kesulitan.

Panjangnya waktu dalam kesulitan, membuat saya mengenal banyak kebahagiaan. Saya bisa menilai kebahagiaan dari hal2 yang rendah, sudah bukan materi ukurannya. Bahkan melihat daun bergoyang di tiup angin saja, saya sudah bahagia.

Indahnya hidup dan bersyukur masih diberi kesempatan untuk membayar dosa2 dalam kesulitan, adalah kebahagiaan yang sangat mahal harganya….”

Bagaimana seseorang bisa mengenal kenikmatan pahit dalam secangkir kopi ketika lidahnya tidak pernah mencecapnya ?

Kuangkat cangkirku. Hujan belum juga reda.

[ denny siregar]



Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment