Dunia Hawa - Ahok bukan superman. Ia bukan pula manusia sempurna. Dengan banyak prestasi, Ahok juga punya banyak kekurangan. Singkat kata, mengalahkan Ahok dalam pemilihan gubernur tahun depan bukanlah hal yang mustahil. Persoalannya, bagaimana caranya? Jawabannya sederhana, tunjukkan saja bahwa para kandidat yang ingin mengalahkan Ahok itu lebih baik. Nah, ini jawaban sederhana, tapi sulit dilakukan.
Apa harapan penduduk Jakarta pada gubernur? Bereskan masalah Jakarta. Apa masalah Jakarta? Macet, banjir, kotor, dan kumuh. Lalu ada jurang yang sangat lebar, menganga antara kaum berada dengan yang miskin. Jadi secara sederhana rakyat ingin melihat Jakarta yang tidak macet, tidak banjir, lebih bersih dan teratur, dan hak-hak masyarakat, khususnya masyarakat bawah terpenuhi dengan baik.
Dalam hal harapan-harapan di atas, suka atau tidak, secara nyata Ahok punya prestasi. Ia menata kota, membangun fasilitas, memperbaiki sistem. Tidak semua hasilnya bagus, dan masih banyak yang belum disentuh sama sekali. Tapi sekali lagi, suka atau tidak, Ahok punya kerja nyata. Ahok sebagai penerus Jokowi adalah pembawa perubahan. Berkali-kali Gubernur DKI berganti, orang tidak merasakan adanya perubahan sebesar ini. Makanya rakyat "menghukum" Foke dengan tidak memilihnya kembali. Kini posisi Ahok sebagai pertahana jelas sangat berbeda dengan posisi Foke di tahun 2012.
Nah, siapa di antara calon-calon penantang yang punya modal seperti yang dimiliki Ahok? Tadinya orang-orang berharap pada Risma dan Kang Emil. Keduanya dalam banyak hal mirip dengan Ahok, punya kerja nyata di daerah mereka masing-masing. Tapi kita semua tahu, keduanya enggan menjadi penantang Ahok. Yang tersisa untuk saat ini tinggal Yusril, Sandiaga, Adhyaksa, dan Dhani. Siapa dari mereka yang punya kerja nyata seperti Ahok? Tidak ada.
Pertanyaannya, kenapa Ahok mesti diganti? Kenapa tidak dibiarkan saja Ahok melenggang memimpin Jakarta pada periode 2017-2022? Jawaban utamanya, karena Ahok non muslim. Orang boleh saja berkata ini itu soal kekurangan Ahok, tapi ujung yang sebenarnya adalah soal ini. Jadi soalnya bukan mampu atau tidak, tapi soal suka atau tidak. Itu saja.
Bagi saya sih baik saja kalau ada orang yang mampu berdiri sejajar dengan Ahok pada pilkada nanti. Punya banyak pilihan akan memberikan pendidikan yang baik untuk rakyat. Jadi, mari, Yusril, Adhyaksa, atau siapapun, maju menantang Ahok. Cuma saran saya, siapkan strategi yang bagus. Pertama, bersatulah. Para pendukung Ahok sudah lumayan solid. Untuk mengalahkan dia, penantang cukup punya satu pasangan calon, agar suara bulat, tidak terpecah. Nah, mungkinkah akan terjadi satu pasang calon saja yang menantang Ahok? Ini sulit dijawab. Partai-partai Islam yang merupakan salah satu pilar utama kubu penantang adalah kelompok yang dalam sejarah telah menunjukkan rekam jejak sulit bersatu. Akankah kali ini mereka bersatu? KIta lihat saja.
Kedua, buatlah pencitraan yang memadai. Yakinkan publik bahwa sang penantang punya sesuatu yang lebih baik dari Ahok. Sejauh ini strateginya hanya dengan menjual Islam. Sadarilah bahwa ini lagu lama yang sudah tak laku. Pada pilkada 2012 usaha ini sudah dipakai, tapi gagal. Pemilihan Walikota Solo tahun lalu adalah pelajaran yang baik, bahwa isu Islam vs non-muslim bisa sangat tidak laku. Jadi, harus ada strategi baru.
Saya masih berharap para penantang tetap bersemangat, dan bertarung secara santun. Saya harap mereka mempersiapkan diri dengan baik. Jangan sampai terjadi, Ahok seng ada lawan.
[DR.Hasanudin Abdurakhman]
No comments:
Post a Comment