Dunia Hawa - Memang sepet rasanya daun telinga kalau Ahok memaki dengan bahasa vulgar persis di depan kamera. Apalagi ketika siaran langsung.
Bahkan biasanya si reporter-nya sendiri yang jengah dan berusaha meng-ademkan Ahok ketika dia mulai memaki2 perilaku para begal berkerah putih baik yang berada di jajarannya sendiri maupun di legislatif, yang selama ini ibarat tikus2 berpesta-pora karena sang kucing kerjanya molor bagai tak berkolor.
“Taik” adalah kata yang sangat sering diucapkan Ahok. “Taik memang orang itu..” “Taik kalian semua..” “Taik-lah para koruptor itu..”. Maaf saya tidak menggunakan simbol (*) untuk menyamarkan kata Taik, karena semua orang toh tetap saja paham maksudnya.
Salahkah Ahok ? Jelas salah. Tidak ada yang memungkiri itu. Bahkan ketika kita berada di dekatnya bersama anak kecil, kita akan memandangnya dengan rasa marah sambil menutupi telinga anak kita. Tidak sopan, itu pasti gerutu dalam hati. Adat ketimuran kita tersentak, kesantunan dalam diri kita langsung bersembunyi di sudut dgn rasa malu.
Taik, sama seperti makian lainnya semisal bangsat, jancok, asu, pukimak adalah bahasa kotor yang hanya di keluarkan kepada seseorang atau sesuatu yang dianggap sangat kotor, meskipun dalam berbagai situasi itu diucapkan kepada orang yg sangat dekat sebagai bentuk keakraban. Tidak pantas kata2 itu dikeluarkan kepada orang yang kita hormati, hargai dan apresiasi kinerjanya. Karena itu, kita langsung tahu kepada “siapa” makian itu dikeluarkan dan dalam situasi yang bagaimana.
Inilah kelemahan Ahok yang terbesar yang kemudian menjadi salah satu dasar serangan oleh lawan2nya. Lawan2 yang kita tahu yang sering dimaki “taik” oleh Ahok. Kita bisa memberinya judul “The Taik Strikes Back”, mirip judul film Star Wars.
Para Taikers, gerombolan taik, merasa sangat dihina oleh Ahok. Mereka yang selama ini membungkus kotorannya dengan baju yang bagus, perilaku yang santun, bolak balik haji, mulut yang manis, merasa muak ketika Ahok membongkar jati diri mereka yang sebenarnya. Mereka merasa bahwa mereka bukan “taik”, meski baunya sudah busuk kemana2. Mereka merasa kesucian mereka terenggut. Maka mulai-lah mereka propaganda bahwa “Ahok mulutnya kasar” dan “Aku bukan taik”. Lucunya, semakin mereka menutupi kotorannya, semakin baunya membusuk dan Ahok makin tak tahan sehingga terus menuding “Taik”.
Jadi, ini sebenarnya kesalahan atau bahasa lain dari kejujuran ? Mungkin maksud Ahok, kalau taik ya taik aja, masak harus dibilang bolu kukus ?
Ahok memang tidak bisa lepas dari salah, wajar karena dia manusia bukan Nabi. Tetapi yang perlu dicatat, ia tidak pernah ngomong taik ketika memberikan warga kampung pulo dan kalijodo rusun mewah dan usaha. Ia tidak pernah ngomong taik ketika membangun mesjid di balaikota dan meng-umrohkan para penjaga masjid se-jakarta. Ia tidak pernah ngomong taik kepada pasukan pembersih jalan yang belasan tahun hanya dibekali Rp. 100-300 ribu per bulan. Ia menaikkan gaji mereka menjadi Rp. 3,1 juta.
Ia memulyakan orang kecil. Ia mengangkat derajat mereka. Ia memanusiakan manusia. Ahok berusaha berlaku adil, memposisikan manusia yang dulu dianggap “taik” kembali menjadi manusia, dan men”taik”an manusia yang memang dasar mentalnya “taik”.
Jadi, apakah ini kesalahan atau kejujuran ?
Mungkin saya-pun tertular Ahok. Ketika muncul sinetron2 yang menayangkan kekayaan berlebihan, dandanan yang pas2an dan anak sekolah yang kerjanya pacaran, tidak sadar saya pun berucap “taik”. Ketika saya melihat koruptor yang diadili mendadak berjilbab, saya bergumam dalam hati “taik”. Ketika saya melihat ulama yang seharusnya menjadi contoh umat tapi ini malah jadi pembegal umat, saya pun tidak sadar berucap “taik”.
Hhh, Ahok ini benar-benar punya pengaruh buruk kepada saya dan banyak orang lainnya. Saya jadi berfikir, di Jakarta saja banyak “taik” bermunculan. Bagaimana seandainya Ahok nanti jadi Presiden atau Wapres ? Bisa jadi kita baru tahu, Indonesia ini sesungguhnya penuh dengan “taik” yang mengambang, hanya saja sementara ini selalu di-propagandakan itu “emas”.
Ah, Taik juga nih kopi. Masak naek serebu rupiah hari ini ? Hutang gua kan jadi nambah…
[denny siregar]
No comments:
Post a Comment