Untuk jumlah penyandang kusta di dunia
Indonesia menempati urutan ke 3 (tiga) dengan total penderita 17.723
orang. Kusta bukan hanya menimbulkan dampak medis pada masyarakat, namun
juga telah menimbulkan dampak sosial berupa stigma dan diskriminasi
pada orang yang pernah mengalami kusta.
Untuk itu maka pelayanan kusta
tidak cukup hanya dengan melakukan tindakan medis dan usaha penghapusan
stigma dan diskriminasi, namun juga perlu untuk dilakukan pencegahan
dengan cara melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara benar tentang
penyakit kusta.
Penyakit Kusta disebut juga sebagai
penyakit Lepra atau Penyakit Hansen dimana dalam catatan sejarah
diketahui bahwa penyakit ini sudah dikenal masyarakat sejak 300 SM.
Penyakit ini merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae.
Bakteri tersebut pertama kali ditemukan oleh G.A. Hansen pada tahun
1873. Bakteri ini mengalami proses pembelahan cukup lama antara 2 – 3
minggu. Daya tahan hidup kuman kusta mencapai 9 hari di luar tubuh
manusia.
Selama ini yang diyakini sebagai sumber
utama penularan penyakit Kusta adalah manusia. Bakteri kusta banyak
bersarang pada kulit dan mukosa hidung manusia. Kuman kusta memiliki
masa inkubasi 2 – 5 tahun bahkan juga dapat memakan waktu lebih dari 5
tahun. Belum diketahui secara pasti bagaimana cara penularan kuman
kusta.
Namun secara teoritis dikrtahui bahwa seseorang terinfeksi kuman kusta karena pernah melakukan kontak langsung dalam jangka yang sangat lama dengan orang terkena kusta yang belum minum obat. Adapun caar masuk kuman kusta kepada orang lain diperkirakan melalui saluran pernafasan bagian atas.
Namun secara teoritis dikrtahui bahwa seseorang terinfeksi kuman kusta karena pernah melakukan kontak langsung dalam jangka yang sangat lama dengan orang terkena kusta yang belum minum obat. Adapun caar masuk kuman kusta kepada orang lain diperkirakan melalui saluran pernafasan bagian atas.
EPIDEMIOLOGI
Mycobacterium leprae untuk pertama
kalinya ditemukan oleh G.A Hansen dalam tahun 1873. Manusia dianggap
sebagai sumber penularan. Namun akhir-akhir ini ada anggapan bahwa kuman
Leprae bisa langsung menularkan kepada manusia. kusta mempunyai masa
inkubasi 2 – 5 tahun, akan tetapi dapat juga bertahun-tahun.
Penularan dapat terjadi apabila M. Leprae
yang solid keluar dari tubuh penderita dan masuk kedalam tubuh orang
lain. Belum diketahui secara pasti bagaimana cara penularan penyakit
kusta. Secara teoritis penularan ini dapat terjadi dengan cara kontak
yang erat dan lama dengan penderita. Tempat masuk kuman kusta kedalam
tubuh sampai saat ini diperkirakan melalui saluran pernapasan bagian
atas.
DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit kusta hanya dapat didasarkan pada penemuan tanda utama (cardinal sign), yaitu :
- Gangguan fungsi sensoris: mati rasa
- Gangguan fungsi motoris: kelemahan otot (parese) atau kelumpuhan (paralise)
- Gangguan fungsi otonom: kulit kering, retak, pembengkakan (edema) dan lain-lain.
Peradangan saraf (neuritis) kusta dapat dirasakan nyeri, namun kadang-kadang tidak (silent neuritis).
3. BTA positif
Bahan pemeriksaan BTA
diambil dari kerokan kulit (skin smear) asal cuping telinga (rutin) dan
bagian aktif suatu lesi kulit. Pemeriksaan kerokan kulit hanya dilakukan
pada kasus yang meragukan.
Untuk mendiagnosis penyakit kusta,
minimal harus ditemukan satu cardinal sign. Tanpa adanya cardinal sign,
kita hanya boleh menyatakan sebagai tersangka (suspek) kusta.
Untuk mendiagnosis penyakit kusta,
minimal harus ditemukan satu cardinal sign. Tanpa adanya cardinal sign,
kita hanya boleh menyatakan sebagai tersangka (suspek) kusta.
ü Tanda-tanda pada kulit
- Kelainan kulit berupa bercak merah atau putih atau benjolan
- Kulit mengkilap
- Bercak yang tidak gatal
- Adanya bagian-bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak ditumbuhi rambut
- Lepuh tidak nyeri
ü Tanda-tanda pada saraf
- Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau muka
- Gangguan gerak anggota badan atau bagian muka
- Adanya cacat (deformitas)
- Luka yang tidak sakit
KLASIFIKASI
Menurut WHO, penyakit kusta dibagi dalam 2 tipe, yaitu :
- Kusta tipe PB (Pausi Basiler/ sedikit kuman)
- Kusta tipe MB (multi Basiler/ banyak kuman)
Pedoman untuk menentukan klasifikasi/ tipe penyakit kusta menurut WHO adalah sebagai berikut :
Tanda Utama
|
PB
|
MB
|
Bercak yang mati rasa/ kurang rasa di kulit |
Jumlah 1 s/d 5
|
Jumlah > 5
|
Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi |
Hanya satu saraf
|
Lebih dari satu saraf
|
Sediaan apusan |
BTA negatif
|
BTA positif
|
PENGOBATAN
Regimen MDT (Multi Drugs Treatment) yang dianjurkan oleh WHO adalah :
- Penderita Pausi Basiler (PB)
Dewasa
Pengobatan bulanan : hari pertama (dosis yang diminum di depan petugas) :
ü 2 kapsul rifampisin @ 300 mg
ü 1 tablet Dapsone (DDS 100 mg)
Pengobatan harian : hari ke 2 – 28 (dibawa pulang) :
ü 1 tablet Dapsone (DDS 100 mg)
1 blister untuk 1 bulan
Lama pengobatan: 6 blister diminum selama 6 – 9 bulan
- Penderita Multi Basiler (MB)
Dewasa :
Pengobatan bulanan pada hari pertama (dosis yang diminum di depan petugas) :
ü 2 kapsul Rifampisin @ 300 mg
ü 3 kapsul Lampren @ 100 mg
ü 1 tablet Dapsone (DDS 100mg)
Pengobatan hari ke 2 – 28
ü 1 tablet Lamprene 50 mg
ü 1 tablet Dapsone (DDS 100mg)
1 blister untuk 1 bulan
Lama pengobatan : 12 – blister diminum selama 12 – 18 bulan.
Dosis MDT Menurut Umur
Sebagai pedoman praktis untuk dosis MDT bagi penderita kusta diberikan bagan sebagai berikut :
Tipe PB
|
< 10 tahun
|
10 -14 tahun |
|
Keterangan
|
Rifampicin
|
Berdasarkan BB
|
450 mg/ bulan
|
600 mg/ bulan
|
Diminum didepan petugas
|
DDS
|
50 mg
|
100 mg
|
||
50 mg/ hari
|
100 mg/ hr
|
Minum di rumah | ||
Tipe MB
|
||||
Rifampicin
|
Berdasarkan BB
|
450 mg/ bulan |
600 mg/ bulan
|
Minum didepan petugas
|
DDS
|
50 mg/ bulan
|
100 mg/ bulan
|
||
50 mg/ hari
|
100mg/ hari
|
Minum dirumah
|
||
Clofazimine (Lampren)
|
100 mg/ bulan |
150 mg/ bulan
|
300 mg/ bulan
|
Minum didepan petugas
|
50 mg, 2 kali seminggu |
50 mg/ hari
|
50 mg/ hari
|
Minum dirumah
|
Dosis MDT bagi anak di bawah 10 tahun :
- Rifampicin : 10 – 15 mg/ kgBB
- DDS : 1 – 2 mg/ kg BB
- Lampren : 1 mg/ kgBB
EFEK SAMPING OBAT-OBAT MDT
Efek samping DDS :
- Bila terjadi gejala alergi
(kulit bintik-bintik merah, gatal, mengelupas atau sesak napas) terhadap
obat ini, hentikan dulu pemberian DDS kemudian konsultasikan ke dokter
untuk dipertimbangkan tindakan selanjutnya.
- Bila H rendah, hentikan pemberian DDS dan perbaiki keadaan umum penderita.
- Gangguan pada saluran cerna seperti : anoreksia, mual, muntah.
- Gangguan pada saraf seperti neuropati perifer, sakit kepala, vertigo, penglihatan kabur, sulit tidur, psikosis.
Efek samping Lampren :
- Warna kulit terutama pada
infiltrate/ bercak berwarna ungu sampai kehitam-hitaman yang akan hilang
sendiri setelah pengobatan selesai
- Gangguan pencernaan berupa diare, nyeri pada lambung. Bila gejala ini menjadi berat, hentikan pemberian lampren.
Efek samping Rifampisin :
- Dapat menimbulkan kerusakan
pada hati dan ginjal. Dengan pemberian Rifampicin 600mg/ bulan tidak
berbahaya bagi hati dan ginjal. Sebelum pemberian obat ini perlu
dilakukan tes fungsi hati.
- Perlu diberitahukan kepada penderita bahwa air seni akan berwarna merah bila minum obat.
HAL-HAL YANG PERLU DISAMPAIKAN PADA PENDERITA
Sebelum memulai MDT, tanyakan pada
penderita apakah ada riwayat alergi terhadap obat-obat tertentu. Selain
itu, penderita harus mendapatkan penjelasan mengenai hal-hal sebagai
berikut :
- Lama pengobatan
- Cara minum obat
- Kusta dapat disembuhkan bila minum obat teratur dan lengkap
- Bahaya yang terjadi bila minum
obat tidak teratur yaitu dapat menularkan kepada keluarga dan orang
lain serta dapat terjadi kecacatan.
sumber : http://permata.or.id, http://puskesmassungkai.wordpress.com