Sunday, June 4, 2017

Serangan Di London Bridge Dan Borough Market, Pemerintah Harus Belajar Dan Melihat Ini


DUNIA HAWA Belum lama kejadian ledakan di Manchester, sekarang London kembali berduka. Sepertinya peringatan akan adanya serangan lanjutan pasca bom Manchester benar-benar bukan gertakan belaka.

Para kaki di London Bridge tunggang langgang saat tiba-tiba muncul sebuah mobil van yang melaju kencang dan menabrak dengan membabi-buta, pada Sabtu tengah malam waktu setempat.

Sementara di waktu yang hampir bersamaan, tak jauh dari London Bridge, sebuah serangan juga terjadi di Borough Market yang merupakan pasar yang populer dengan sajian kulinernya. Ada banyak restoran dan kafe yang berjajar di sana. Seorang pria tiba-tiba muncul di restoran dengan pisau besar. Pria itu menikam seorang pelayan, yang bersembunyi di balik sebuah partisi. Pelaku juga menusuk seorang pria di belakang, sebelum berlari keluar dari restoran.

Aksi ini menyebabkan 6 orang tewas dan puluhan lainnya terluka. Sedangkan 3 pelaku teroris ditembak mati. Ini merupakan serangan teror ketiga yang menyerang Inggris tahun ini. Sebelumnya, seorang pria yang mengemudikan mobil menabraki pejalan kaki di Westminster Bridge pada bulan Maret lalu.

Terlepas dari siapa pun pelakunya, sudah pasti mereka adalah orang yang biadab, tak berperikemanusiaan, otaknya sudah rusak parah hingga tega melakukan hal seperti ini. Kejadian di Marawi, Filipina juga mengingatkan kita agar lebih waspada karena jaraknya yang sangat dekat dengan wilayah Indonesia. Apa yang terjadi di London dan beberapa wilayah belakangan menandakan semakin banyaknya aksi teror. Apa yang terjadi di London bisa saja terjadi di mana-mana, termasuk Indonesia, apalagi sudah pernah kejadian bom di Kampung Melayu. Jika pemerintah tidak sigap, bisa saja terjadi kecolongan.

Di beberapa media juga diberitakan bahwa beberapa pelaku penyerangan di Marawi adalah WNI. Saya yakin ini hanya sebagian saja, sementara ada lebih banyak lagi tapi tidak terdeteksi. Dan saya juga mendapat kiriman gambar berupa infografik yang mengatakan bahwa ada 1 dari 4 anak dibully karena agamanya, berarti ada sekitar 25 persen yang disurvey mengalami bully. Sedangkan 79,5 persen siswa mempertimbangkan agama dalam memilih teman. Dan menurut laporan KPAI, ada sebagian anak-anak disebut kafir karena beda agama, dan ada siswa SD yang diancam temannya karena beda agama.

Miris? Miris kuadrat malah. Pesan penting dari ini adalah mengapa anak kecil sudah bisa seperti itu? Tidak lain tidak bukan adalah karena mencontoh dan belajar dari luar, bisa saja belajar dari berita dan tayangan di TV, bisa juga belajar dari perilaku orang dewasa di sekitarnya dan atau karena pengaruh lingkungan. Coba kita lirik balik ke belakang saat kasus Ahok mencuat. Bully SARA seperti ini, bisa membentuk karakter anak yang intoleran terhadap sesama. Sejak kecil saja sudah terbentuk paham intoleran di otaknya, maka jangan heran jika besar nanti, akan lebih parah. Ini ditakutkan akan menjadi cikal bakal meluasnya radikalisme di negara ini. Jika infografik tersebut benar, maka bibit-bibit pemecah belah negara sudah mulai ditanam, tinggal tunggu waktunya berbuah dan panen jika pemerintah tidak segera mencabut akarnya.

Anak-anak sekarang, kadang sudah bisa teriak-teriak kafir dan segala macam istilah yang membedakannya dengan anak lain yang berbeda secara SARA. Belajar dari siapa lagi kalau bukan dari lingkungan sekitar. Otak sejak kecil sudah dijejali dengan hal miris seperti ini, menganggap perbedaan adalah suatu keanehan, dan harus dilawan. Apalagi sekarang banyak ujaran kebencian mengarah SARA di media sosial dan juga ulah beberapa kelompok yang bikin rusuh negara. Tidak percaya? Lihat saja beberapa waktu lalu saat pawai obor, sekelompok anak menyanyikan lagu yang liriknya, “Bunuh si Ahok sekarang juga.” Anak kecil sudah pintar ucapkan kata kasar seperti itu? Ancaman radikalisme itu sangat nyata jika banyak anak yang belajar (entah dari mana) seperti ini. Kalau sudah bicara radikalisme, contoh akhirnya sudah banyak di mana-mana. Serangan di London adalah salah satunya.

Anak-anak adalah aset dan generasi bangsa yang berharga, jangan sampai terkena doktrin atau ujaran-ujaran yang bisa memecah-belah bangsa. Ini dikarenakan fakta bahwa anak-anak lebih cepat menyerap informasi, lebih cepat dari daya serap orang dewasa. Kita tentu tidak ingin negara ini kewalahan atau bahkan kacau balau gara-gara hal seperti ini. Faktor penyebabnya harus segera disingkirkan sebelum menancapkan akarnya terlalu dalam hingga sulit dicabut. Dan tak dapat dipungkiri terorisme dan radikalisme telah menjadi momok yang menakutkan sekarang ini. Bahkan ada orang yang mengatakan, karena terorisme, nyaris tak ada tempat aman di mana pun lagi di dunia ini.

Bagaimana menurut Anda?

@xhardy

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment