Tuesday, May 9, 2017

Ahok, Andalah Sang Satrio Piningit


DUNIA HAWA - Ketika mendengar vonis hukuman kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, saya antara senang sekaligus simpati. Mengapa? Karena ada agenda luar biasa di balik itu semua. Agenda yang menjadikan Ahok bukan sebagai tumbal, melainkan sebagai Juruslamat atau Satrio Piningit.

Bagaimana maksudnya? Pernahkah anda menyaksikan live streaming sidang kopi maut Jessica, itu benar-benar sidang berkelas. Benar-benar memberi wawasan yahud bagi masyarakat perihal proses berjalannya sidang hingga berbagai pertimbangan-pertimbangan hukum yang logis dan matang. Tontonan ini jauh lebih “bergizi” dibandingkan sinetron yang memanjangkan episodenya.

Lalu, live streaming selanjutnya adalah sidang penistaan agama oleh terdakwa Ahok. Kalau sidang ini benar-benar abal-abal. Kok bisa? Suasana sidang sama seperti Jessica. Tapi konten pembahasannya terlalu mengada-ada dan cenderung dipaksakan. Saya yakin masyarakat netral pun melihat kasus ini benar-benar tidak layak untuk disidangkan. Karena memang tidak ada yang patut dipersalahkan. Udah mahepisodenya pun diperpanjang, dari isi persidangannya pun dapat kita baca bahwa Ahok memang tidak bersalah, apapun buktinya.

Nah, yang membedakan dengan sidang Jessica, sidang Jessica banyak yang nonton di TV, kalau sidang Ahok, di TV iya, di depan pengadilan pun iya. Jumlahnya juga luar biasa. Ditambah lagi fase “pra-sidangnya” seolah-olah dimulai aksi “pawai” bela Islam beberapa jilid. Keren kan?

Bergizi tontonannya? Tidak. Menambah wawasan? Apalagi. Jadi apa faedahnya? Kita dapat melihat betapa beringasnya gerakan kaum radikal binsumbu pendek ini. Main otot semua. Kemauannya harus diturutin. Merusak fasilitas. Jujur aja, mereka sebenarnya Komunis sesungguhnya. Wong pola gerakannya sama.

Lantas bagaimana hubungannya Ahok dengan Satrio Piningit? Ingat, kalau jadi juruslamat, berarti membawa pencerahan. Apakah Ahok membawa “pencerahan”. Jawabannya akan saya jabarkan di bawah ini.

Pemerintah kita pasti “kecolongan” atas peristiwa ini. Pemerintah Jokowi “kecolongan” dengan mulut Ahok yang dianggap berbisa. Lalu dihembuskan kepada mereka yang kaum radikal yang sensitif. Dan muncullah gerakan radikal “raksasa” yang berjilid-jilid. Kaum sensitif ini sendiri memiliki agama yang sama, akan tetapi berbeda pengamalan. Konyolnya mereka justru merasa paling benar menerapkan ajarannya.

Namun, pemerintah Jokowi pun patut bersyukur akan “kecolongan” ini. Gara-gara peristiwa inilah, pemerintah kita tahu secara mendetil kekuatan kaum radikal plus golongan penyokongnya yang memiliki agenda “memeras” jerih payah negeri kita tercinta ini untuk kepentingan pribadinya. BIN jelas mengetahui siapa “dalangnya”. Kekuatan apa saja yang berkepentingan di sini. Memang benar kata pepatah, justru karena gagal kita tahu letak kebenarannya.

Dengan mengetahui kekuatan kaum radikal beserta penyokongnya, maka Jokowi menggunakan strategi baru untuk melawannya. Dimulai sejak Tito menjadi Kapolri, banyak penyokong kaum radikal yang dibekuk terlebih dahulu atas tuduhan makar. Pemimpin kaum radikal seperti Rizieg pun ciut nyalinya.

Mengukur kekuatan musuh itu sangat penting dalam menerapkan selanjutnya. Kita tahu organisasi seperti White Helmets sudah masuk ke Indonesia. Di Suriah sana, provokator utama perang tersebut mungkin Amerika. ISIS dan White Helmets lah kaki tangan yang bergerak mengembosi negeri itu dengan berbagai taktik politik maupun media sehingga seolah-olah Bashar Assad-lah “musuh” bagi negaranya sendiri.

Jadi ketika White Helmets masuk ke Indonesia, lawan pemerintah Jokowi semakin besar. Sangat mungkin sekali mereka menyokong kaum radikal ini. Sangat mungkin juga mereka mampu mengerahkan massa raksasa untuk membuat kericuhan yang berujung mencipatakan situasichaos. Kalau sudah seperti ini, maka pemerintah akan lemah dan lahirlah ISIS baru di negeri tercinta ini. Layaknya Mesir, Lybia maupun Suriah sekarang ini.

Lalu apa hubungannya dengan sidang Ahok? Begini saudara-saudara. Seandainya Ahok bebas dari kasus ini dengan segala penjelasan sangat logis dan sejatinya benar-benar tidak terbukti bersalah, apa anda dapat menjamin tidak akan muncul kericuhan mahadasyat yang akan menyerang negeri ini. Saya meyakini hal tersebut akan muncul saudara-saudara. Dan pemerintah kita pun sudah mengetahuinya dan siap-siap menangkalnya.

Caranya? Dengan menghukum Ahok. Why? Bukankah dia tidak bersalah? Saya mengerti ini menyakitkan. Saya meyakini beliau juga tidak bersalah. Tapi apakah ada cara lain untuk memuaskan golongan radikal bersama massanya yang berpotensi menimbulkan situasi chaos negeri ini? Tidak ada saudara-saudara. Tidak ada cara lain selain menghukum Ahok secara “adil” sesuai “keadilan” kaum radikal.

Untuk apa hal ini harus diemban seorang Ahok? Pertama, lidah terplesetnya benar-benar menjadi bumerang. Kedua, dengan Ahok dipenjara maka pemerintah pun akan punya dasar keadilan yang kuat untuk membasmi kaum radikal.

Lahhh bagaimana caranya? Begini. Ahok kan sudah dipenjara. Berarti pemerintah sudah adil dalam menghukum orang yang telah mengganggu ketertiban umum melaui kasus yang dianggap menista agama. Nah, kalau nanti kayak FPI mulai mengganggu ketertiban umum seperti sweapingseenaknya, melakukan ajaran yang menentang Pancasila dan dianggap melakukan tindakan main hakim sendiri, maka pemerintah juga harus adil menghukum mereka setegas-tegasnya seperti kepada Ahok.

Jadi, ketika FPI, GNPF MUI, HTI ataupun golongan radikal lainnya yang menentang Pancasila, pemerintah memiliki alasan yang tegas. Coba pikirkan, mengapa sejak awal FPI tidak dibubarkan saja? Rizieg tidak ditangkap saja? Jawabannya cuma satu, pasti menimbulkan chaos.

Terlalu banyak pengikut kaum radikal ini saudara-saudara. Belum lagi bangsa asing yang bermain di sini. Ketika ada pemberantasan, isu pelanggaran HAM oleh pemerintah dikumandangkan. Intinya, agama Islam benar-benar dipermainkan oleh mereka untuk mencapai kepentingannya. Saya turut bersimpati terhadap saudara-saudara bergama Islam yang selama ini secara tulus mendalami dan menerapkan ajaran agamanya dengan benar. Sekali lagi, agama Islam benar-benar dipermainkan.

Hal ini pasti sudah diperhitungkan Jokowi. Sehingga memvonis Ahok menjadi tajuk utama strategi Jokowi membasmi gerakan radikal. Kelak ketika Rizieg ditangkap, FPI dibubarkan ataupun gerakan radikal lain ditumpas sampai keakar-akarnya, Jokowi tinggal berkata “Wong Ahok penista agama aja kami penjarakan, apalagi anda-anda kaum radikal yang menentang Pancasila, akan kami tumpas”.

Sekalipun ada demo dari pengikut kaum radikal, saya yakin dengan “bermodalkan” hukuman adil terhadap Ahok, pemerintah tetap berhak menegakkan keadilannya. Tidak akan ada tajuk pelanggaran HAM lagi. Sekalipun isu Islam kembali dipakai, Jokowi tetap pede memberantasnya. Karena hal ini berazaskan keadilan sesuai hukum yang berlaku. Tidak pandang bulu lagi.

Jadi sekali lagi, Ahok bukan sebagai tumbal. Beliau adalah juruslamat, sang Satrio Piningit sejati. Oleh karena pengorbanan beliau, pemerintah dengan langkah tenang menumpas kaum radikal. HTI baru saja dibubarkan kemarin. Mengapa mesti kemarin, karena pelaku penista agama seperti Ahok dipenjarakan hari ini. Besok akan menyusul FPI dan golongan radikal lain dengan tuduhan menggagu ketertiban umum, penistaan Pancasila, teroris maupun tuduhan makar.

Semua hal tersebut, dapat melenggang dengan lancar oleh karena jasamu pak Ahok, sang Satrio Piningit. Andai ada kaum radikal yang nyinyir dengan pendapat saya, biarlah hal tersebut terjadi. Biarlah mereka mengganggap tulisan saya ini hanya sebagai alasan pihak yang mengalami kekalahan. Tulisan saya dianggap sebagai upaya membesarkan hati kita yang dianggapnya sebagai pihak yang kalah.

Biarlah demikian, tidak apa-apa. Tapi, satu yang pasti, tulisan ini cukup mengusik zona nyaman mereka. Membuka pelan-pelan pintu ketakutan terbesar mereka. Saya yakin sekali. Terima kasih pak Ahok, sang Satrio Piningit. 

@naldo manru


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment