Monday, March 6, 2017

Terbongkarnya Kebohongan Berbalut Kesantuan, Mau Sandiwara Lagi?


DUNIA HAWA - Aksi walk out Ahok Djarot saat menghadiri rapat pleno yang diadakan KPUD DKI Jakarta pada Sabtu malam (04/03/2017) semakin menemui titik terang tentang fakta yang sebenarnya. Jika sebelumnya Sumarno, ketua KPUD DKI, mengatakan terjadi kesalahpahaman lokasi ruangan, kali ini Ahok justru blak-blakan soal kondisi yang sebenarnya.

Dikutip dari Kompas.com Ahok menanggapi terkait kesalahpahaman yang disebutkan sebagai biang permasalahan. Ahok menuturkan dengan jelas  sebagaiberikut:

“Apa yang salah komunikasi? Justru saya bilang itu kebohongan,” kata Ahok.

Dia juga mengaku  dirinya sudah tiba di lokasi sebelum pukul 19.00. Begitu pula dengan Djarot yang tiba lebih dahulu sebelum Basuki. 

Basuki mengatakan, dia datang melewati lobi utama. Menurut dia, Djarot juga sempat menyambangi ruang VIP yang disediakan KPU DKI Jakarta, sebelum Basuki tiba di lokasi.

Basuki ingin menyusul Djarot dan diberitahu bahwa tidak ada siapapun di dalam ruang VIP tersebut.

Kemudian pada pukul 19.30, Basuki bertanya ke Djarot, apakah acara sudah akan dimulai. Namun, kata Djarot, belum ada tanda-tanda acara akan dimulai. Akhirnya, Basuki mengajak Djarot untuk bergabung bersamanya di lantai 2.

Pada pukul 19.45, Basuki mengutus orang untuk bertanya kepada KPU DKI Jakarta. Ternyata masih belum ada tanda-tanda acara dimulai.

Akhirnya pukul 20.00, Basuki dan Djarot turun ke lokasi acara. Begitu mereka turun, kata Basuki, pasangan calon gubernur-wakil gubernur nomor pemilihan tiga DKI Jakarta Anies Baswedan–Sandiaga Uno tidak ada di ruang VIP. Sedangkan Komisioner KPU DKI Jakarta tengah makan malam.

Akhirnya mereka memutuskan untuk walk out. “Kami masuk dari lobi utama lho, bukan ngumpet-ngumpet. Kemudian Kompas TV juga live dan lihat jamnya, semua jelas,” kata Basuki.

Pengakuan dari Ahok yang terang-terangan berimpilkasi menjadi hitam putih. Artinya ada pihak yang berbohong berbalut kesantunan dan ada pihak yang jujur.

Siapa yang berbohong? Apakah Ahok-Djarot atau Sumarno? Jika melihat penuturan kronologis yang disampaikan Ahok-Djarot, sangat masuk akal apa yang disampaikan dan lebih mengarah kepada fakta yang sebenarnya. Apa lagi tanggapan yang disampaikan Ahok senada dengan yang disampaikan Djarot maupun anggota tim pemenangannya. Sehingga lebih terlihat bahwa Ahok menuturkan kejadian yang sebenarnya.

Sementara bila kita bandingkan dengan apa yang dijelaskan oleh Sumarno, terlihat ada kejanggalan yang susah diterima akal sehat. Alasan salah ruangan rapat di hotel terasa tidak mungkin. Sebab tidak mungkin pihak hotel tidak bertanya dulu kedatangan kubu Ahok Djarot dalam rangka apa. Atau tidak mungkin juga sekelas Gubernur DKI yang sudah sangat terkenal tidak dikenal pihak hotel dan tidak diketahui maksud kedatangannya. Apa lagi dalam moment Pilkada. Sementara KPUD adalah panitianya sendiri.

Faktanya Ahok Djarot sudah menunggu sejam, namun acara belum dimulai. Bahkan pihak Ahok sendiri sudah mengirimkan orang untuk menanyakan.

Sebagai orang yang mengikuti kronologis kejadian lewat media massa, sulit untuk mengatakan bahwa pihak KPUD tidak bersalah. Terjadi ketidakprofesionalan KPUD setidaknya dalam hal waktu. Dan memang pihak KPUD DKI sudah minta maaf kepada Ahok.

Namun alasan Sumarno sendiri sulit dipercaya kebenarannya. Penjelasan Ahok lebih masuk akal. Bahkan foto bukti Ahok Djarot menunggu di ruangan rapat ada dan sudah beredar. Mau menutupi dengan cara apa lagi?

Ada apa dibalik semua ini?


Keraguan akan ketidakprofesionalan ketua KPUD DKI Jakarta sudah lama berhembus. Keraguan ini muncul pertama kali ketika dirinya memposting aksi 212 di foto profil whatsap pribadinya. Sontak warga mulai meragukan dirinya. Namun masyarakat DKI mencoba positif thinking.

Keraguan mulai menguat ketika pemungutan suara Pilkada DKI 15 Februari 2017 berlangsung. Dimana banyak terjadi kekurangan surat suara di TPS. Mereka yang tidak bisa memilih juga dalam hitungan yang banyak. Apa lagi jika dihitung, jumlah golput sebesar 22,9%. Namun tetap terjadi kekurangan surat suara. Satu fakta yang aneh.

Semakin bertambah lagi keraguan semenjak KPUD DKI Jakarta memutuskan kampanye putaran kedua akan berlangsung. Padahal ketika Pilgub DKI 2012 memasuki putaran kedua, tidak ada lagi kampanye terbuka.

Puncaknya terjadi saat rapat pleno putaran kedua pada Sabtu lalu. Indikasi bahwa sang ketua KPUD DKI memihak salah satu calon semakin menguat. Ketidakprofesionalan bahkan harus menjadi tontonan publik dari pihak KPUD DKI Jakarta.

Lantas bagaimana nasib Pilkada DKI Jakarta 2017 putaran kedua? Masih bisakah berharap pihak KPUD bisa menyelenggarakan Pilkada DKI secara profesional dan jujur? Tanggapan pesimistis tidak terhindarkan lagi.

Sebenarnya pada praktiknya tidak ada manusia yang netral. Tidak ada yang bebas nilai. Selama masih sehat, manusia akan berpihak. Setidaknya dalam pikiran maupun hati nurani. Lantas bagaimana dengan seorang yang menjabat?

Tidak bisa dipaksa kalau seseorang memihak dalam pikirannya. Tetapi ketika dia menjadi seorang pejabat publik yang mengharuskan profesional dan objektif, dia harus bisa melakukannya. Karena yang dipimpin bukan lagi mewakili dirinya, tetapi sudah mewakili institusi resmi yang dipimpin. Jika dia tidak bisa netral, berarti dia sudah abuse of power dan itu pelanggaran. Bila memang dia tidak bisa melakukan hal tersebut, ya sudah mengundurkan diri saja. Masih banyak anak bangsa yang mau mengambil peran dan tanggung jawab  untuk melaksanakan Pilkada yang sesuai prinsip yang ditetapkan.

Semoga saja peristiwa ini menjadi bekal berharga buat KPUD DKI Jakarta untuk berbenah dan bisa melaksanakan Pilkada yang adil dan jujur. Masyarakat harus terlibat aktif mengawasi.

@junaidi sinaga


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment